Seorang pemuda setelah menamatkan studi dalam strata di NAD ingin melanjutkan studinya keluar negeri. Ijazah yang dibawanya telah kadaluarsa sehingga dia tak diterima pada universitas yang dia inginkan. Sementara temannya membawa hijaza yang sama tapi Belem kadaluarsa sehingga dia dapat diterima pada universitas tersebut.
Penilaian sementara orang adalah pemuda yang langsung diterima pada universitas itu lebih baik berhasil dibandingkan dengan pemuda yang tidak diterima karena ijazahnya sudah kedaluarsa. Tetapi kenyataannya terbalik yaitu pemuda yang tidak diterima pada universitas tadi berupaya sekuat tenaga untuk dapat diterima pada universitas yang lain dengan modal keyakinan baik kepada Allah, mengingat ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
Artinya: “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Pendek cerita pemuda yang ulet ini dapat menggondol strata dua pada universitas tempat dia relajar dan menjadi salah seorang tokoh masyarakat. Pemuda ini berupaya dengan keras untuk mewujudkan cita-citanya karena mengingat perilaku Nabi Nuh AS yang giat berdakwah walaupun dakwahnya kurang mendapat respon dari kaumnya.
Artinya: “Nabi Nuh AS berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran). Sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka masukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. LATU sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang-terangan. Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan dengan diam-diam.” Kegagalan dalam satu usaha bukanlah menjadi penghalang untuk lebih giat berusaha lagi dalam mewujudkan sebuah cita-cita.
Nabi Muhammad SAW mendapat tantangan dalam berdakwah sehingga baginda Rasul menyuuruh pada sabatina untuk berhijrah ke Habsyah. Jira ini Belem membawa hasil seperti yang diinginkan sehingga Rasul sendiri berpindah tempat ke Taif. Di sini Rasul belum berhasil menyeru penduduk Thaif untuk beriman kepada Allah, bahkan dia mendapat perlakuan yang tidak layak dari penduduk Thaif. Di saat ini Baginda Rasul langsung mengadu kepada Allah sambil berkata:
Artinya: “Wahai Tuhanku Yang Maha Pemurah, kepadaMu aku mengadu tentang kelemahanku, kekurangan usahaku dan kekurangan sambutan masyarakat kepadaku.”
Baginda Rasul mengaku kekurangannya dan menyatakan dengan tegas tekadnya untuk terus berdakwah.
Artinya: “Bila engkau ya Allah tidak murka kepadaku, (aku tetap melaksanakan tugas) tanpa takut kepada siapapun.”
Allah selalu menolong hambaNya bila hambaNya berbaik sangka kepadaNya. Artinya Allah tidak sekali-kali mendhalimi hambaNya.
Artinya: “Allah berfirman (dalam Haduts Wudsi) : Aku (berbuat) sesuai dengan sangkaan hambaKu kepadaKu. Aku tetap bersamanya bila dia ingat kepadaKu. Bila dia ingat kepadaKu dalam hatinya, Aku pun demikian. Mari kita terus berdoa kepada Allah agar kehidupan kita mendapat rahmatNya.
Artinya: “Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa Allah (akan mengabulkan doa).
Mari kita terus menjaga hubungan baik sesama kita yang seiman. Iman membuat kita sama-sama melaksanakan shalat berjamaah dan shalat jum’a. Bila kita membuka kitab Fiqh akan kita dapati pembahasan kita Fiqh terbagi kepada empat bahasan pokok yaitu: bahasan pertama tentang hubungan transedental manusia dengan Allah Maha Pencipta, bahasan yang tiga lagi (muamalah, munakahat dan jinayah) tentang hubungan sosial antara sesama makhluk di bawah bimbingan Allah dan RasulNya. Bila hubungan social antara umat beriman tidak baik berarti pemahaman masyarakat kepada Fiqh belum mantap. Mari kita berpegang pada Tali Allah semoga kita selamat dunia dan akhirat.
Artinya: “Berpegangteguhlah kamu semua pada Tali Allah dan janganlah bercerai berai.”
Berpegangteguh pada Tali Allah dan baik sangka kepadaNya dapat menyelamatkan kita dari berbagai bencara antara lain:
Pobia yaitu rasa takut yang tidak rasional dan tidak realistis. Seperti seseorang yang mencuci tangan di kala berwudhuk berulang kali sampai sepuluh kali misalnya karena takut belum bersih. Atau orang takut miskin karena kesenangan dunia menurut pandangannya dicapai hanya dengan jabatan, kedudukan dan harta. Hilang jabatan, hilang kedudukan dan hilang uang, hilanglah segala-galanya. Ketakutan miskin menyebabkan dia merasa miskin, selalu merasa kurang padahal kehidupannya sudah sangat mapan.
Penilaian sementara orang adalah pemuda yang langsung diterima pada universitas itu lebih baik berhasil dibandingkan dengan pemuda yang tidak diterima karena ijazahnya sudah kedaluarsa. Tetapi kenyataannya terbalik yaitu pemuda yang tidak diterima pada universitas tadi berupaya sekuat tenaga untuk dapat diterima pada universitas yang lain dengan modal keyakinan baik kepada Allah, mengingat ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
Artinya: “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Pendek cerita pemuda yang ulet ini dapat menggondol strata dua pada universitas tempat dia relajar dan menjadi salah seorang tokoh masyarakat. Pemuda ini berupaya dengan keras untuk mewujudkan cita-citanya karena mengingat perilaku Nabi Nuh AS yang giat berdakwah walaupun dakwahnya kurang mendapat respon dari kaumnya.
Artinya: “Nabi Nuh AS berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran). Sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka masukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. LATU sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang-terangan. Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan dengan diam-diam.” Kegagalan dalam satu usaha bukanlah menjadi penghalang untuk lebih giat berusaha lagi dalam mewujudkan sebuah cita-cita.
Nabi Muhammad SAW mendapat tantangan dalam berdakwah sehingga baginda Rasul menyuuruh pada sabatina untuk berhijrah ke Habsyah. Jira ini Belem membawa hasil seperti yang diinginkan sehingga Rasul sendiri berpindah tempat ke Taif. Di sini Rasul belum berhasil menyeru penduduk Thaif untuk beriman kepada Allah, bahkan dia mendapat perlakuan yang tidak layak dari penduduk Thaif. Di saat ini Baginda Rasul langsung mengadu kepada Allah sambil berkata:
Artinya: “Wahai Tuhanku Yang Maha Pemurah, kepadaMu aku mengadu tentang kelemahanku, kekurangan usahaku dan kekurangan sambutan masyarakat kepadaku.”
Baginda Rasul mengaku kekurangannya dan menyatakan dengan tegas tekadnya untuk terus berdakwah.
Artinya: “Bila engkau ya Allah tidak murka kepadaku, (aku tetap melaksanakan tugas) tanpa takut kepada siapapun.”
Allah selalu menolong hambaNya bila hambaNya berbaik sangka kepadaNya. Artinya Allah tidak sekali-kali mendhalimi hambaNya.
Artinya: “Allah berfirman (dalam Haduts Wudsi) : Aku (berbuat) sesuai dengan sangkaan hambaKu kepadaKu. Aku tetap bersamanya bila dia ingat kepadaKu. Bila dia ingat kepadaKu dalam hatinya, Aku pun demikian. Mari kita terus berdoa kepada Allah agar kehidupan kita mendapat rahmatNya.
Artinya: “Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa Allah (akan mengabulkan doa).
Mari kita terus menjaga hubungan baik sesama kita yang seiman. Iman membuat kita sama-sama melaksanakan shalat berjamaah dan shalat jum’a. Bila kita membuka kitab Fiqh akan kita dapati pembahasan kita Fiqh terbagi kepada empat bahasan pokok yaitu: bahasan pertama tentang hubungan transedental manusia dengan Allah Maha Pencipta, bahasan yang tiga lagi (muamalah, munakahat dan jinayah) tentang hubungan sosial antara sesama makhluk di bawah bimbingan Allah dan RasulNya. Bila hubungan social antara umat beriman tidak baik berarti pemahaman masyarakat kepada Fiqh belum mantap. Mari kita berpegang pada Tali Allah semoga kita selamat dunia dan akhirat.
Artinya: “Berpegangteguhlah kamu semua pada Tali Allah dan janganlah bercerai berai.”
Berpegangteguh pada Tali Allah dan baik sangka kepadaNya dapat menyelamatkan kita dari berbagai bencara antara lain:
Pobia yaitu rasa takut yang tidak rasional dan tidak realistis. Seperti seseorang yang mencuci tangan di kala berwudhuk berulang kali sampai sepuluh kali misalnya karena takut belum bersih. Atau orang takut miskin karena kesenangan dunia menurut pandangannya dicapai hanya dengan jabatan, kedudukan dan harta. Hilang jabatan, hilang kedudukan dan hilang uang, hilanglah segala-galanya. Ketakutan miskin menyebabkan dia merasa miskin, selalu merasa kurang padahal kehidupannya sudah sangat mapan.
Obsesi adalah corak pikiran yang sifatnya terpaku dan berulang kali muncul. Pikiran orang hanya terpaku pada harta, kedudukan dan jabatan. Fiksasi pikiran ini berulang kali muncul sehingga mengganggu pikirannya dna juga perasaannya. Jiwanya tidak tenang di kala siang dan di saat malam hari. Seandainya dia mengetahui hakekat kehidupan dunia tentu dia tidak terganggunya. Hakekat kehidupan dunia tentu dia tidak terganggu hidupnya. Hakekat kehidupan dua adalah:
Artinya: “ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan itu hanyalah permainan dan sendagurau (yang melalaikan), perhiasan, dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak turunan, seperti hujan yang tanam-tanaman mengagumkan para petani, kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”
Mengingat dunia penuh dengan permainan dan sandagurau serta kesenangan dunia alah palsu maka kita jangan tertipu dengan kesenangan sementara melupakan kesenangan akhirat yang abadi. Marilah kita berbaik sangka kepada Allah dan selalu bertaubat atau berbagi kesalahan dan kekeliruan yang pernah kita kerjakan.
Khatib, imam besar Masjid Raya Baiturrahman
Artinya: “ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan itu hanyalah permainan dan sendagurau (yang melalaikan), perhiasan, dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak turunan, seperti hujan yang tanam-tanaman mengagumkan para petani, kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”
Mengingat dunia penuh dengan permainan dan sandagurau serta kesenangan dunia alah palsu maka kita jangan tertipu dengan kesenangan sementara melupakan kesenangan akhirat yang abadi. Marilah kita berbaik sangka kepada Allah dan selalu bertaubat atau berbagi kesalahan dan kekeliruan yang pernah kita kerjakan.
Khatib, imam besar Masjid Raya Baiturrahman
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !