Kamus setebal 730 halaman tersebut dicetak Unimal Press, Lhokseumawe. Namun sayang hanya setengah jadi, satu buah saja sebagai sampel. Memang ada rencana mencetak lebih banyak, tentunya jika sudah ada dana. “Saya berharap ada sponsor,” katanya.
Menurut Bukhary, keunggulan kamus ini kerena murni dalam bahasa Aceh. Inilah websternya Aceh, setiap kata diterangkan dalam bahasa Aceh. Mirip Kamus William Webster Dictionary, Amerika. Dalam kamus ini juga terdapat petunjuk penggunaan kamus yang disusun secara simpel dan sistematik.
Tentang suka duka selama 12 tahun (1995-2007) menyelesaikan kamus ini, lelaki paruh baya asal Gampong Lagang, Krueng Mane, Aceh Utara bertamsil: ibarat orang yang ingin berkebun, tetapi tidak mengerti caranya. Ia mengaku tidak mahir menulis, tapi mencoba menulis.
Berkat keyakinan dan ketekunannya, apapun kendala dan masalah, dianggap tak ada olehnya. Ia menuturkan, ketika ia berangkat dari Lhokseumawe menuju Banda Aceh mencari bahan-bahan di PDIA, Pustaka Unsyiah, Pustaka Wilayah dan tempat lain. “Setelah dapat saya fotocopy, bahkan pernah saya mencatat bahan dari pagi sampai sore,” kisah ayah empat anak ini.
Mantan Koordinator Alat Berat PT Exon Mobil ini, juga turun ke gampong-gampong menemui orang tua yang masih hidup satu dua orang. Mereka diwawancarai dan hasil wawancara ia cocokkan dengan berbagai referensi.
Suami dari Hajjah Nilawati Abdul Aziz ini menuturkan, motivasinya menulis karena rasa prihatin terhadap putra-putri bangsa Aceh yang tidak lagi dapat membaca hikayat-hikayat dalam bahasa Aceh. Apalagi hikayat Aceh itu ditulis dalam bahasa Arab-Aceh. Contohnya Riwayat Akhbarul Karim atau Hikayat Hasan-Husein.
“Kalau saya wariskan harta, saya tak punya harta. Kalau saya tinggalkan jasa, saya bukan pahlawan. Ingin saya tinggalkan karangan, saya bukan pengarang yang piawai, namun demikian saya cobalah berbuat dengan menulis kamus,” tutur Bukhary. (mad)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !