Headlines News :
Home » » Ulama Aceh Harus Berpolitik

Ulama Aceh Harus Berpolitik

Written By MAHA KARYA on Monday, May 13, 2013 | 5/13/2013

Tgk. Muhammad Faisal, S,Ag. M.Ag. 
Pimpinan Dayah Pesantren Darul Ihsan.

PENGANTAR Saat ini perdamaian di Aceh perlu dijaga dan dikawal agar kesejahteraan umat tercapai. Namun, tidak mudah diraih jika semua pihak tidak memberikan kontribusinya termasuk ulama sebagai panutan ummat. Barangkali, perdamaian yang kita rasakan saat ini hanya dinikmati oleh segelintir orang dan tidak sesuai dengan harapan rakyat Aceh selama ini. Karena itu, peran dan posisi ulama pantas kita harapkan demi tidak melahirkan konflik baru di Aceh.

Dalam inilah yang mendorong keterlibatan ulama dalam mengambil peran maupun posisi dalam mengayomi rakyat. Kedudukan ulama sebagai pengawal masyarakat yaitu sebagai pendidik, pembimbing, dan pendakwah sudah tepat.  Peran dan posisi ulama  memang cukup krusial. Ulama bukan pelaku politik praktis, tapi mengerti tentang politik sekaligus membimbing umat ke akhlak dan moral politik sesuai ajaran dan pesan Islam. Berikut pendapat Tgk. Muhammad Faisal, S,Ag. M.Ag dalam wawancara Riri Isthafa Najmi jurnalis Gema Baiturrahman.

Menurut anda, bagaimana peran ulama dalam menjaga perdamaian Aceh?
Ulama tidak boleh jauh dari dunia politik. Untuk menjaga perdamaian, ulama tidak boleh memihak jika ada pihak yang bertikai. Dalam hal ini, ulama harus netral. Jika terjadi sengketa, ulama harus menela’ah setiap pemikiran yang muncul dan harus dievaluasi tapi berdasarkan syariat islam. Allah SWT telah berfirman “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Apa saja kontribusi ulama dalam mewujudkan perdamaian di Aceh?
Disini ulama harus siap berkompromi langsung baik dengan pemerintah Aceh maupun dengan kelompok-kelompok tertentu. Dalam hal ini, kedudukan ulama sebagai pengawal masyarakat yaitu sebagai pembimbing, dan pendakwah sudah tepat namun ulama harus diberi kesempatan untuk berpolitik.

Bukan berarti ulama harus terjun ke dalam politik praktis tapi ulama wajib dan harus mengaasi dan memberi masukan supaya semua yang dilakukan harus sesuai dengan syariat islam baik dalam pembuatan undang-undang maupun dalam pengaplikasiannya.
 
Apakah selama ini demokrasi telah menjunjung tinggi nilai perdamaian di Aceh?
Berbicara demokrasi yang sistemnya dari barat sudah pasti bertentangan dengan ajaran agama islam. Demokrasi barat adalah undang-undang yang diciptakan oleh parlemen untuk menciptakan masyarakat yang taat hukum. Tapi pengalaman manusia menunjukkan bahwa undang-undang manusia ternyata tidak mampu menciptakan masyarakat yang taat hukum. Namun, dalam demokrasi islam harus berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijtima’ dan Ijtihad. Itu adalah sumber tasyri’ atau pemutus perkara dalam demokrasi islam.

Dalam pemahaman demokrasi sekarang, rakyat memilih para wakilnya untuk duduk di parlemen. Wakil rakyat yang terpilih seperti legislatif hanya fokus kepada pembuatan undang-undang, kemudian yudikatif berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan dan begitu juga dengan eksekutif yaitu untuk menjalankan sistem perundang-undangan yang telah dibuat.

Tapi, demokrasi islam sangat berbeda dengan hukum barat yang dibuat oleh manusia, sedangkan demokrasi islam adalah hukum ALLAH SWT yang harus ditegakkan melalui syariat islam. Tapi yang terjadi sekarang adalah demokrasi telah meminggirkan peran ulama karena pendapat ulama dianggap sebagai bagian kelompok atau minoritas  terkecil di dalam masyarakat”

Bagaimana peran ulama jika perdamaian di Aceh tak terwujud?
Ulama harus memiliki peran yang krusial yaitu walaupun ulama bukan pelaku politik praktis, tapi mengerti tentang politik sekaligus membimbing umat ke akhlak dan moral politik sesuai ajaran dan pesan Islam. Jika terjadi sengketa yang menyebabkan perdamaian yang terwujud, maka ulama berperan sebagai kelompok yang berada ditengah dan netral (tidak memihak).

Dalam hal ini, ulama berperan sebagai penasihat, pendamai, petunjuk, pengawal, pembina, dan penyelesai sengketa umat Ulama itu adalah pewaris para nabi. Harus dipahami bahwa diwariskan bukan status kenabian tetapi peranannya dalam kehidupan ummat manusia sebagai penyambung titah nabi (perintah Allah SWT).
 
Menurut anda, bagaimana nasib bangsa Aceh ketika para ulama telah tiada?
Ulama harus dikaderkan. Tentu setiap yang bernyawa akan mengalami kematian. Ketika ulama telah tiada, orang yang faham dan memiliki ilmu agama yang kuat harus mengganti ulama yang telah kembali ke Rabbnya. Kemudian, rakyat akan mengambilnya sebagai pemimpin dan sumber ilmu.

Tapi, tidak semua orang bisa menjadi pengganti ulama karena memiliki ilmu agama yang terbatas. Namun hanya beberapa orang yang telah memperdalam pengetahuan tentang ilmu agama yang mampu melanjutkan estafet peranannya sebagai ulama. Dalam hal ini Allah berfirman “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin