Headlines News :
Home » » Islam dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa

Islam dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa

Written By MAHA KARYA on Friday, May 10, 2013 | 5/10/2013

Untuk membahas tema di atas Al-quran memberi petunjuk seperti yang terdapat dalam surat Al-Baqarah sebagai berikut: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,….(Al Baqarah :177)

Berdasarkan ayat tersebut dapat di jelaskan bahwa keberpihakan Islam kepada kaum Dhuafa ini bukan sebatas pada aktivitas yang memecahkan berbagai masalah sosial dan kemanusian mereka, melainkan lebih dari itu adalah bagaimana menyelamatkan mereka dari bahaya kesesatan dan kekafiran, kemudian membawa mereka menuju keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Konsep ini jelas berbeda dengan konsep yang dimiliki oleh kaum sekuler atau sosialis yang melakukan keberpihakan kepada kaum dhuafa hanya sebatas pada penyelesaian masalah kebutuhan sosial dan kemanusiaan yang bersifat duniawi yang bersifat jangka pendek.

Pengertian Dhuafa
Ayat Al Qur’an menjelaskan makna dhuafa itu berasal dari kata dh’afa atau dhi’afan. Salah satu firman Allah menyebutkan, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (dhi’afan), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. (Surat An- Nisaa: 9). Dalam beberapa ayat yang lain, dhuafa disebut sebagai mustadh’afin, diantaranya dalam Surah Al Qashash ayat 5  “dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (alladzinastudh’ifun), surah Al A’raaf: 137” Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu (yustadh’afun), dan dalam surat An Nisa: 75, “. mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah (mustadh’afin). Berdasarkan beberapa  ayat di atas, dapat disimpulan bahwa yang dimaksud kaum dhuafa adalah orang-orang lemah atau tertindas dan tidak memiliki kemampuan untuk mandiri dalam arti yang lebih luas. Artinya orang-orang yang lemah spritualnya (tauhidnya, aqidahnya, akhlaknya serta seluruh aspek yang berkaitan dengan jiwa manusia) dan lemah dalam bidang ekonomi serta masaalah sosial lainnya.
 
Kriteria Kaum Dhuafa
Al Qur’an telah menjelaskan secara tegas tentang orang-orang yang tergolong  dhu’afa, mereka antara lain; anak-anak yatim; orang-orang miskin;ibnussabil (musafir); orang yang meminta-minta; hamba sahaya (al-Baqarah; 177); tuna netra; orang cacat fisik; orang sakit (an Nuur:61); manusia lanjut usia (al Israa: 23); janda miskin (al Baqarah: 240); orang yang berpenyakit sopak (lepra) (Ali Imran: 49); tahanan atau tawanan (al Insan: 78); mualaf (orang yang baru memeluk Islam, orang-orang fakir; orang-orang yang berutang (gharimin); orang yang berjuang di jalan Allah (fii Sabilillah) (at Taubah:60); buruh atau pekerja kasar (ath Thalaq:6); nelayan (al Kahfi:79); rakyat kecil yang tertindas (an Nisaa’:75); anak-anak kecil dan bayi (al An’aam:140)

Perintah berbuat baik kepada Kaum Dhuafa
Allah SWT dalam Al- Qur’an telah memerintahkan kepada hambaNya agar berbuat baik kepada kaum dhu’afa. Salah satu ayatnya menyatakan,” dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin,”(Al Baqarah:83). Perintah berbuat baik kepada mereka ini, antara lain, mengucapkan perkataan yang baik kepada mereka (an Nisaa’:8) memuliakan mereka (an Nisaa:36) memelihara, mengasuh, dan mengurus mereka secara patut (an Nisaa:127); menggauli mereka sebagai saudaranya sendiri (al Baqarah:177); memberikan mereka nafkah (al Baqarah:215); memberikan mereka harta (al-Baqarah: 177); memberikan mereka makan (al-Insaan:8); memberi mereka sedekah (al Baqarah:272); memperbaiki tempat tinggal mereka dan melindungi harta mereka (al Kahfi:82); membela (an Nisaa: 75); melindungi mereka dari kezaliman (al Kahfi:79); mengobati mereka yang sakit (AliI mran:49); mengajak mereka makan bersama (asy Syuara:61); memberikan mereka pendidikan dan pengajaran yang baik (‘Abasa:1-11); memelihara mereka dengan penuh kasih sayang dan sopan santun (al Israa:23); memaafkan dan berlapang dada pada mereka (an Nuur:22); mengucapkan perkataan yang sopan (al Israa:23); serta memberi nasihat dan mendakwahkan mereka (yusuf:30-41)
 
Hak-hak Kaum Dhuafa
Allah SWT dalam Al Qur’an juga telah memerintahkan kepada umatNya agar memenuhi hak-hak kaum dhuafa. Diantaranya Allah SWT menyatakan,”dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”(al Israa:26.).

Adapun hak-hak kaum dhuafa adalah memperoleh zakat (at Taubah:60); infaq (al Baqarah:273); fidyah (denda bagi orang yang berat dalam berpuasa) (al Baqarah:184); harta warisan orang tua (an Nisaa:5) ghanimah (harta rampasan perang (al Anfal:41)fa’i (harta rampasan daerah musuh) (al Hasyr:7); denda zihar (sanksi memandang isteri sebagai ibu kandung) (al Mujaadillah:2-4); kafarat sumpah (sanksi karena bersumpah palsu) (al An’aam:89); harta warisan orang lain (an Nisaa’:8); zakat hasil panen kebun atau pertanian (al An’aam:141); zakat hasil pengembakbiakan dan penjualan hewan (al An’aam:142); zakat emas dan perak (at Taubah: 34-35); upah pekerja (al Waaqi’ah;6); pendidikan dan pengajaran yang sama (‘Abasa:1-3); perlindungan hukum(al Kahfi:79 & 82); memberi daging kurban (al Hajj:34-35) dan jaminan sosial (at Taubah:60 dan 103).
 
Larangan terhadap kaum Dhuafa
Dalam al Qur’an juga terdapat beberapa larangan Allah SWT bagi kita terhadap kaum dhuafa, antara lain adalah menghardik mereka (al Maa’uun:1-2 dan adh Dhuhaa:10); membentak mereka (al Israa’:23) bertindak sewenang-wenang (zalim) pada mereka (adh Dhuhaa:9); mencampuradukkan dan memakan harta mereka secara tidak sah; menyerahkan harta kepada mereka yang belum sempurna akalnya;membelanjakan harta mereka secara tergesa-gesa;menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk;ingkar janji dengan mereka (an Nisaa:2-6);mendekati harta mereka (al Israa:34 dan al An’aam:152); menelantarkan dan menjadikan mereka lemah (an Nisaa:9); membuat mereka kelaparan (al Balad;14); menghina,merendahkan, memalingkan muka, bermuka masam, tidak mempedulikan, tidak melayani, tidak memperhatikan pembicaraan dan harapan mereka; tidak memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada mereka;mengabaikan mereka (‘Abasa:1-10); tidak menghormati dan memuliakan (al Fajr:17-21); bersumpah tidak mau memberi makan dan menolong mereka (an Nuur:22); bakhil, kikir dan pelit kepada mereka (al Ma’aarij:19-25).
 
Imbalan dari Allah
Allah SWT menjanjikan dalam Al Quran bahwa mereka yang berbuat baik, memenuhi hak, dan tidak melanggar larangan terhadap kaum dhuafa akan diberi ganjaran. Ganjaran itu antara lain adalah menyebut mereka sebagai orang yang berbakti; benar imannya, dan orang yang bertakwa kepadaNya (al Baqarah:177); sebagai orang yang telah melakukan pendakian (perjuangan dijalan Allah) (al Balad:12-16); mereka dipelihara dari kerusakan dan kehancuran, wajah mereka jernih, hati mereka senantiasa bergembira (kebahagiaan di dunia);memperoleh surga (kebahagiaan di akhirat) (al Insaan:7-12); dihapuskan sebagian kesalahan mereka (al Baqarah:271); mendapatkan ridha Allah (ar Ruum:38);termasuk golongan kanan (al Balad:18); mendapat karunia, mendapat perlindungan, dan petunjuk Allah, hatinya puas dan termasuk orang yang bersyukur (ad Dhuha:5-11)
 
Sanksi dari Allah
Dalam al Quran, Allah SWT juga telah menetapkan sanksi kepada orang-orang yang tidak mau berbuat baik,merampas hak-hak kaum dhuafa, dan melanggar larangan terhadap mereka. Sanksinya antara lain berdoa besar (an Nisaa:2); mendapat azab di dunia dan akhirat (al Fajr:18-33); akan dimasukkan ke dalam api neraka (adz Dzaariyaat:15); mendapat siksa dalam neraka (al Fajr:15,23); menelan api sepenuh perutnya dan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (an Nisaa’:10); dicap sebagai pendusta agama (al Maa’uun:1); rezekinya dibatasi (al Fajr:15-16); dimasukkan ke dalam golongan kiri dan berada dalam neraka yang ditutup rapat(al Balad;19-20); mendapatkan teguran Allah (‘Abasa:1-2).
 
Keberpihakan Allah SWT kepada kaum dhuafa sedemikian detail dan terperinci. Hal ini juga memberi gambaran bahwa sedemikian besar perhatian, pembelaan, dan perlindungan yang Allah berikan kepada mereka. Semuanya memperkuat dan memperjelas konsepsi Islam dalam mengatasi masalah sosial kemanusiaan, khususnya pengentasan dan pemberdayaan kaum dhuafa. Disini, Allah selain telah memberikan batasan yang jelas tentang dhuafa yang biasanya dilakukan oleh manusia, juga telah memberikan cara-cara konkret dalam memberi bantuan serta pertolongan kepada mereka. Disamping itu, Allah juga memberikan penghargaan kepada orang-orang yang memiliki keberpihakan dan kepeduliaan atas nasib kaum dhuafa dan menentukan sanksi kepada mereka yang tidak mau membantu, menolong, mempedulikan, membela dan melindungi golongan dhuafa ini di dunia dan akhirat.
 
Solusi Pemberdayaan Kaum Dhuafa
Untuk menyelesaikan persoalan kaum dhuafa dalam ekonomi serta sosial kemasyarakatan, islam menawarkan solusinya melalui zakat, sedekah, infak dan bentuk lainnya yang di halalkan oleh islam. Zakat merupakan komponen dominan dalam pemberdayaan mereka.   Karena zakat dapat berfungsi sebagai berikut: Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki. 
 
Kedua, menolong, membantu dan membina mereka kaum dhuafa, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekadar memenuhi kebutuhan konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. 
 
Ketiga, sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahidyang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah SWT, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya (Al – Baqarah ayat 273 ), Keempat, salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. 
 
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara bathil. Zakat mendorong pula ummat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya. Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, sangat dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan yang pada giliranya akan berdampak kepada kaum dhuafa. Wallahua’lam.
 
Prof. Dr. Nasir Azis, Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin