Headlines News :
Home » » Penggunaan Harta Wakaf dalam Islam

Penggunaan Harta Wakaf dalam Islam

Written By MAHA KARYA on Tuesday, April 23, 2013 | 4/23/2013

Waqaf berarti menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan dan kemaslahatan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah SWT. Dalam bahasa hukum, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dari itu dapat disimpulkan, wakaf itu termasuk pemberian, yang hanya boleh diambil manfaatnya, sedangkan bendanya harus tetap utuh milik Allah. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan benda tetap, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, dayah, panti asuhan, jalan umum dan sebagainya.

Hukum wakaf sama dengan shadakah jariyah. Pahalamya mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna, sesuai hadits, artinya:  "Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)

Harta wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Ini berdasarkan hadits Nabi yang artinya: "Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya. Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah SWT berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya" (QS. Ali Imran: 92)

Untuk ibadah harta, Rasulullah SAW juga menganjurkan "wakaf". Wakaf adalah satu jenis sedekah yang harus dikelola dengan khusus. Harta yang diwakafkan beralih dari kepemilikan pribadi kepada kepemilikan umat yang dikelola untuk sebesar-besar manfaatnya bagi umat. Harta wakaf tidak dapat diwariskan ataupun diperjualbelikan. Anjuran wakaf Rasulullah SAW hadir sebagai bentuk ketaatan atas penegasan Allah bahwa kesempurnaan kebajikan akan hadir setelah mampu secara ikhlas mensedekahkan sebahagian harta  yang paling kita cintai. 

Kalau zakat adalah kewajiban dan sedekah untuk menjemput keberkahan hidup, maka wakaf adalah sebuah panggilan hati. Menafkahkan harta yang paling kita cintai adalah sebuah pilihan besar antara rasa berhak menikmati harta yang telah kita perjuangkan dengan susah payah; dengan keyakinan bahwa harta adalah titipan Allah semata dan dapat menjadi jalan ibadah menuju ridho-Nya dunia-akhirat. Belum lagi, harta tercinta tentu juga bukan harta sembarangan, pastilah harta terbaik yang kita miliki.

Adalah sebuah fitrah bahwa manusia tentu tergoda untuk mencintai harta berlebihan. Namun, menjadikan diri terhindar dari godaan untuk mencintai harta berlebihan adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk "menghilangkan" harta dengan jalan bersedekah atau berwakaf adalah sebuah keputusan yang kadang tidak mudah. Terlebih dengan perhitungan rasionalitas, logika dan berkurangnya kenyamanan hidup.

Tetapi, kehilangan harta pada akhirnya pasti akan terjadi. Bisa karena musibah/takdir dimana Allah berkehendak mencabut harta tersebut, kebakaran misalnya. Ataupun, memang karena kematian telah datang dan membuat harta kemudian menjadi hak ahli waris.  Hanya saja, hilang karena sedekah atau wakaf tentulah hanya secara kasat mata di dunia. Setelah wafat, harta tersebut akan kembali dalam bentuk tabungan atau investasi pahala yang menjadi modal penting menghadapi hari perhitungan Allah kelak.
Karena itu, bila belum berwakaf, bisa jadi kita belum memiliki sebuah harta terbaik yang menyempur
nakan keberkahan hidup. Tanpa wakaf, bisa jadi kita juga belum memiliki sebuah harta terbaik yang bisa kita banggakan ketika datang hari dimana Allah membandingkan kebaikan dan keburukan kita. Padahal, hasil pembandingan itu akan memutuskan apakah kita akan menghuni surga Allah yang Maha Indah, atau justru neraka Allah yang sedetik pun kita tidak sanggup menanggung pedih azabnya. 

Perlu ditekankan bahwa nadzir atau pengelola harta wakaf haruslah mmeliharanya dengan baik, mengembangkannya dengan sempurna secara syariat, sehingga hasil (tsamarah) nya dapat berganda. Universitas agama terbesar dan tertua di dunia, Al-Azhar di Mesir itu pendanaannya dari hasil harta wakaf yang sudah berkembang sedeikian rupa. Super Market terbesar sekarang di Dubai adalah hasil wakaf yang telah dapat memberikan penghasilan wakaf berganda.    

Karena itu semua, mari kaum muslimin muslimat di Aceh untuk segera menyempurnakan ibadah harta kita dengan wakaf.  Mari kita mengelola harta wakaf umat ini dengan baik skali sehingga lebih berdaya guna dan berehasil guna. Mari kita memiliki harta terbaik untuk keberkahan hidup kita di dunia dan akhirat.   Mari jadikan wakaf sebagai pilihan terbaik untuk harta terbaik kita.

Prof Dr Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA
(Khutbah Jumat, 19 April 2013 di Masjid Raya Baiturrahman)
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin