Headlines News :
Home » » Kilau Islam di Negeri Banjar

Kilau Islam di Negeri Banjar

Written By MAHA KARYA on Friday, April 5, 2013 | 4/05/2013

Sebagai daerah yang memiliki umat Islam mayoritas dan taat, banyak persamaan yang melekat antara Provinsi Aceh dan Kalimantan Selatan, terutama sisi religius yang tampak dalam aktivitas keseharian warganya. Bahkan, ada yang menyebut Kalimantan Selatan sebagai “Daerah Serambi Mekkah” juga, sama seperti julukan untuk Aceh yang telah dikenal sejak ratusan tahun lalu itu.
 
Akhir Maret 2013, selama empat hari, wartawan Gema Baiturrahman, H. Hilmi Hasballah mengunjungi Provinsi Kalimantan Selatan. Berikut ini merupan catatan perjalanan yang sengaja dikemas untuk para pembaca tabloid jumatan ini, seputar kilau dan dakwah Islam di Negeri Banjar tersebut. Selamat membaca.
 
Banyak persamaan yang teramati pada wajah masyarakat Aceh dan Kalimantan Selatan. Salah satu yang menyamakan keduanya adalah memiliki masyarakat yang kuat melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ciri khas lainnya, di sepanjang menyusuri desa, masjid dan mushalla/surau, sangat banyak. Tak heran, bila Bumi Banjar digelar sebagai “Kota 1.000 Menara”. Tatkala azan menggema, rumah Allah ramai dikunjungi warga. Kilau Islam dan dakwah di sini juga sangat kentara. Para pelajar juga mayoritas berbalut pakaian muslim dan muslimah.
 
Rombongan kami dari Aceh mendarat di Bandara Syamsuddin Noor, Kalimantan Selatan, pukul 20.00 WIT. Perjalanan jauh dari Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh Besar hampir mencapai 6 jam. Waktu perjalanan terasa agak membosankan ketika pesawat yang hendak kami tumpangi, setelah transit di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta, sempat delay hampir 2 jam. Lelah!
 
Namun, semangat untuk mengintip kilau Islam dan dakwah di Kalimantan Selatan membuat diri kembali termotivasi. Begitu mendarat di Kalimantan Selatan, rombongan harus menggunakan taksi atau bus ukuran sedang untuk bergerak ke Kota Banjarmasin, ibukota provinsi. Lumayan jauh juga jarak Bandara Syamsuddin Noor dengan Kota Banjarmasin. Ada sekitar 35 Km. 
 
Sepanjang jalan, teramati warga yang baru saja pulang dari masjid dan surau untuk melaksanakan shalat Isya berjamaah. Walaupun waktu sudah bergerak malam, namun lampu-lampu yang terpasang cantik dan rapi di sepanjang jalan membuat Kota Banjarmasin seperti masih baru senja. Aktivitas perekonomian juga terus berputar. Alhamdulillah, saat ini telah berada di Kotamadya Banjarmasin yang menjadi tujuan perjalanan. Dari Serambi Mekkah Aceh ke Serambi Mekkah Kalimantan Selatan.
 
Esoknya, waktu shalat Subuh tiba. Yang terintip segera adalah, sangat ramainya jamaah yang memenuhi masjid dan surau di seluruh wilayah. Keindahan masjid yang ada juga sangat menawan dengan arsitekturnya yang menakjubkan. Wajar, sebab Kalimantan Selatan memang kaya dengan hasil alam, termasuk pertambangan dan pesona budaya serta pariwisata. Namun sebetulnya, Kotamadya Banjarmasin tak terlalu luas. Hanya 98,46 Km2 atau 0,26% dari total keseluruhan luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Penduduknya lumayan banyak, mencapai 720.683 jiwa. Pantas, sangat padat dan kerapkali menimbulkan kemacetan di jalan raya, terutama pada pagi antara pukul 07.30-08.30 WIT atau ketika pulang pulang kantor.
 
Di Kota Banjarmasin, tercatat ada 141 masjid dan 872 surau. Ketaatan warganya sangat tampak. Aktivitas di rumah Allah selalu ramai. Bahkan, di beberapa desa, ada banyak warga yang mempersiapkan diri untuk berangkat atau baru saja pulang umrah dari Tanah Suci. Suasana pengajian anak-anak di masjid dan surau juga terlihat ramai. Aceh dan Kalimantan Selatan ibarat saudara kandung dalam hal kondisi masyarakatnya yang agamis. Semoga semua masyarakat terus mendukungnya.
 
Rombongan kami sempat dijamu makan malam oleh salah seorang tokoh Aceh, yang juga mantan Bupati Aceh Besar, Drs H Sayuthi Is MM, yang saat ini diberi amanah oleh negara sebagai Kakanwil BPN Kalimantan Selatan. Suasana silaturahmi dan keakraban langsung saja muncul. Kepada kami, Sayuthi Is yang juga mantan Asisten I Pemprov Aceh itu menjelaskan banyak hal tentang kesamaan nilai-nilai spiritual antara masyarakat Aceh dan Kalimantan Selatan. “Masyarakat di sini sangat taat beragama. Sama seperti mayoritas kita di Aceh,” ungkap Sayuthi.

Kalimantan Selatan juga memiliki pesona menarik dengan menghasilkan berbagai perhiasan berharga seperti intan, permata, dan batu perhiasan lainnya. Pada hari kedua kunjungan, rombongan kami diajak “cuci mata dan berbelanja” ke Martapura (sekitar 2 jam perjalanan darat dari Kota Banjarmasin). Kota ini merupakan incaran bagi penikmat perhiasan berharga. Setiap hari, ratusan wisatawan asing dan dari provinsi lain menghabiskan waktu untuk berbelanja aneka perhiasan berharga. Harga yang ditawarkan juga bervariasi, dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Woww!
 
Siti, seorang guide lokal menjelaskan, pusat perjualan perhiasan berharga di Martapura ini tak pernah sepi dari pengunjung. Artis, bahkan eksekutif serta legislatif takkan pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk berbelanja aneka perhiasan mewah di sini. Aksi borong juga tak terelakkan. Martapura menjadi pilihan bagi orang-orang “berduit”. Pantas, seorang teman sengaja mengirim sms. “Jika ke Martapura, jangan lupa ole-ole batu cincinnya ya”. 
 
Mengunjungi Pasar Terapung di Sungai Barito merupakan obyek wisata menarik lainnya. Di sini, keramaian akan berlangsung dalam 2 jam saja. Dimulai usai shalat Subuh. Aktivitas jual beli berbagai kebutuhan sehari-hari dan souvenir khas Kalimantan Selatan berlangsung mengasyikkan. Semuanya terjadi di tengah sungai dengan menggunakan perahu kecil dan klotok (perahu ukuran sedang). Mau kopi, teh, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, atau soto banjar? Bisa langsung dibeli di atas perahu. Harganya juga sangat terjangkau. Agaknya, belum lengkap berkunjung ke Banjarmasin jika tidak berbelanja di lokasi pasar terapung Sungai Barito yang sangat padat ini.
 
Bagi warga setempat, sungai merupakan sumber ekonomi dan pengembangan pariwisata. Sepanjang jalan menyusuri Sungai Barito dan Sungai Martapura, terlihat ribuan pemukiman warga yang didirikan persis di kiri-kanan sungai. Masjid dan surau juga hadir menyertai kehidupan warganya. “Di sini, anak kecil pun sudah pandai berenang, karena memang sungai menjadi bagian dari kehidupan keseharian mereka,” tambah Siti.
 
Kunjungan rombongan kami berakhir di Hutan Wisata Alam Pulau Kembang Kabupaten Barito Kuala. Jaraknya sekitar 30 menit perjalanan menyusuri aliran sungai dari lokasi Pasar Terapung Sungai Barito. Di lokasi berbentuk pulau kecil ini, ada lebih dari 2.000 populasi monyet yang dilestarikan. Begitu pengunjung mendarat, langsung saja pasukan monyet “menyerbu”. Alhasil, bawaan seperti pisang, kacang, permen, dan coklat disambar “penghuni pulau”.

Aksi rebutan tak terelakkan. Monyet yang merasa dirinya lebih perkasa dan kuat langsung mendominasi perburuan makanan. Aksi saling merampas makanan sangat seru. Seorang anggota rombongan sempat takut dan langsung membuang plastik berisi pisang, permen, dan kacang agar tak “diganggu” pasukan monyet. Di lokasi wisata alam ini, setiap hari ada ratusan wisatawan yang berkunjung, sehingga kelompok monyet selalu merasa betah, sebab banyak makanan yang bisa dinikmati.
 
Jadi, kalaupun ada monyet yang kemudian dibawa ke daratan oleh manusia,  pasti si monyet segera saja berenang kembali mengarungi luasnya Sungai Barito untuk bisa kembali ke Hutan Wisata Pulau Kembang. Di hutan wisata ini, monyet-monyet merasa lebih nyaman dan kenyang bersamaan dengan kunjungan ratusan wisatawan setiap harinya. Begitulah!
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin