Headlines News :
Home » » Mereka Yang Mewarisi Dendam

Mereka Yang Mewarisi Dendam

Written By MAHA KARYA on Friday, April 5, 2013 | 4/05/2013

Para politikus tidak mengenal istilah dendam. Dalam bahasa populer, mereka bermazhab tidak punya musuh untuk selamanya. Jika mereka sejalan, maka mereka bisa berkoaliasi alias bisa bersama. Bisa saja, pada masa tertentu politikus itu mencaci-maki pihak lain. Nemun kelak, pihak yang dicaci-maki itu sudah berjalan seiring. Begitulah dunia politik yang bisa berubah sekejab. Pagi disebut kedelai, siang dikatakan tempe.

Demikianlah pentas perilaku politikus. Demi kepentingan sesaat atau untuk waktu lama, semua perbedaan termasuk fitnah-fitnah yang dilontarkan pada masa lalu bisa digembok dalam guci masalah. Dan bisa saja, guci itu dibongkar lagi bila sudah berbeda kepentingan. Lazimnya, politikus atau siap pun berselisih karena beda pendapatan, bukan beda pendapat.

Salah satu sisi positif dari politikus yakni bisa melupakan hal-hal yang tidak berkenan pada masa lalu karena sudah memiliki kepentingan bersama. Ajaibnya mereka bisa tidak dendam. Dendam yang membara bisa meluluhlantkan alam logika dan memandulkan intelektual seseorang. Sifat memaafkan itu sangat baik. Dunia pengiat hak asasi manusia mengenal sebutan memaafkan bukan melupakan. Bukan melupakan tanpa memaafkan

Dalam hal sifat memaafkan, saya teringat kisah yang mengetarkan jiwa yakni Buya Hamka yang dipenjara sejak 1964-1966. Alasannya, ulama terkenal itu dituduh melanggar undang-undang Anti Subversif Pempres No. 11  tuduhan merencanakan pembunuhan Presiden Soekarno.

Selama dua tahun disekap di balik terali besi, justru Hamka menyelesaikan Tafsir Al-Azhar yang selama ini tidak selesai. Dan setelah rezim orde lama tumbang, Hamka tidak menyimpan dendam kepada Sukarno yang telah menahannya tanpa bukti. Malahan  Hamka menjadi iman shalat jenazah untuk Sukarno yang wafat pada 16 Juni 1970. Padahal rekan-rekan lain melarangnya mengingat perilaku zalim yang dilakukan  oleh Sukarno.

Untuk kondisi sekarang, setiap manusia punya masalah. Selama masih menarik napas baik yang gratis dari alam atau membayarnya dari tabung oksigen, maka masalah selalu melilit jasa ini. Masalah bikin umat semakin bijak dan memahami orang. Tentu saja, dalam hidup ini ada disadar atau tidak ada tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang menimbulkan sakit hati yang menjalar menjadi bumbu dendam.

Jika politikus punya prinsip tidak bisa marah atau dendam sepanjang masa, maka sebaliknya kadangkala dalam dunia perpolitikan, dendam itu diwariskan dari generasi ke generasi. Ghalibnya yang menarik warisan dendam itu sudah berbeda generasi alias tidak  paham masalah yang diwariskan tersebut.

Jika mewarisi ilmu atau harta akan diterima oleh setiap ahli waris. Sebaliknya  menularkan dendam bisa menjadi bara pada masa kini atau depan. Dendam lahir karena ketidakmampuan mengatur kemarahan yang melonjak-lonjak. Islan tidak melarang umatnya untuk marah pada hal-hal yang mesti marah. Marah bisa diartikan tanda peduli atau sayang.

Untuk hal ini, sudah sepatutnya pemimpin mengawali bahwa mereka tidak memelihara dendam kepada lawan politik. Ini bisa dibuktikan dengan saling memaafkan. Kita sepakat untuk sepakat bukan sepaka catat, pemilu, pilkada atau pemilihan lain adalah cinta semusim yang setelah pertarungan selesai, maka sesama kompetitor dan tim suksesnya kembali bersahabat.

Akhirukalam, agar sesama kita tidak ada dusta, kita simak sabda Rasulullah, ”Bukanlah orang yang kuat itu orang yang selalu menumpaskan orang lain, sesungguhnya orang yang kuat itu adalah orang yang dapat mengawal diri ketika marah.”(HR Bukhari dan Muslim)
Murizal Hamzah
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin