Headlines News :
Home » » Apa Itu Al Kalalah?

Apa Itu Al Kalalah?

Written By MAHA KARYA on Friday, April 5, 2013 | 4/05/2013

Firman Allah swt: Dan bagimu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-isrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditingalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperolah seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki mapupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meningglkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (QS An-Nisa’: 12)

Mengenai kalalah yang disebutkan dalam ayat di atas, dipahami oleh para ulama adalah seseorang yang meninggal dengan tidak meninggalkan orang tua dan tidak meninggalkan anak. Boleh jadi orang tersebut tidak punya anak dan ayahnya sudah lebih duhulu meninggal, sementara dia punya harta banyak. 

Mengenai al-kalalah ini sebenarnya sesuatu yang dipertanyakan oleh para sahabat, sehingga ada seseorang shahabat bertanya kepada Abubakar r.a. Jadi ada seseorang shahabat yang belum paham apa itu kalalah.  Mereka tidak malau-malu bertanya kepada orang yang lebih tahu. Hal itu saya kira perlu juga da pada kita. Jangan kita menganggap diri ini pintar sekali, sehingga kita sembunyikan kebodohan kita. Tidak mau bertanya kepada orang. Kalau ada yang bertanya langsung dijawab, entah apa yang dijawab, ilmunya pun tidak ada.

Tidak demikian halnya dengan para sahabat Rasulullah SAW. Jika  mereka tidak tahu tentang satu hal, kalau ada baginda Rasul langsung saja mereka bertanya kepada Rasul. Boleh jadi dalam kasus ini Rasululah telah wafat, mereka belum sempat bertanya kepada baginda Rasul apa itu kalalah. Tentu, mereka pergi kepada shahabat yang mereka percaya tahu tentang hal itu, dalam hal ini Abubakar r.a.

Apa itu kalalah? Abubakar dengan penuh tawadhuk menjawab, “Aku menjawab pertanyaanmu dengan akal pikiran saya.” Mungkin Abubakar tidak pernah bertanya kepada Rasul. “Bila yang saya jawab itu betul, itu datang dari pada Allah swt. Kalau jawaban saya ini salah, kesalahan itu pada saya, bukan pada Rasulullah, bukan pada orang lain dan boleh jadi yang membisik jawaban tersebut syaithan, jadi kesalahan itu datang dari saya atau datang dari syaithan dan Rasul lepas dari apa yang saya jawab itu,” katanya.

Lalu, Abubakar r.a mengatakan, “Kalalah itu adalah orang yang meninggal tidak punya anak atau tidak punya orang tua karena telah duluan meninggal.” Itulah arti kakalah yang sangat populer dikalangan para ulama sekarang ini.

Disaat Umar memegang tampuk kerajaan, setelah meninggalnya Abubakar, orang tidak puas. Masih ingin bertanya lagi. Maka ada seseorang, entah dia lagi yang bertanya, entah orang lain lagi bertanya kepada Umar r.a. yang terkenal banyak ide. Umar memiliki banyak pikiran yang baik dalam penerapan agama Islam.  Apa kata Umar? Umar sudah tahu apa jawaban dari pendahulunya, Abubakar. “Saya malu mengeluarkan sebuah pendapat yang berbeda dengan pendapat Abubakar,” katanya.

Demikian penghormatan Umar r.a kepada pendahulunya, Abubakar. Inilah sifat-sifat yang baik yang perlu kita ikuti, kalau kita betul-betul ingin menjadi pengikut Rasulullah SAW. Pertama, saat kita mengeluarkan pendapat langsung kita mengatakan ini ada dasarnya, hadistnya begini, ayatnya begitu atau ada pendapat ulama lain yang mengatakan hal ini, maka kita kutib inilah pendapatnya.  Cara kedua, “Saya tidak pernah baca, entah ada dalam Al-Quran, entah ada dalam hadist, entah ada pendapat ulama. Saya tidak  tahu saya. Ini saya ingin menjawab dengan pikiran saya sendiri.”  Maka langsung beritahukan, kalau betul langsung mendapat pahala, dan kalau salah,  itu kesalahan pribadi.

Wasiat
Dalam ayat di atas dikatakan, ghairaa mudhaar, tidak membuat kemelaratan kepada ahli waris, seperti mewasiatkan lebih dari sepertiga,  karena makimal wasiat itu sepertiga. Karena kita tidak senang kepada anak, misalnya. Boleh jadi bukan karena anak, tapi  salah kita sendiri kita tidak mengajarakan anak itu dengan baik karena kita terlalu sibuk. Sibuk mencari uang sendiri supaya lebih banyak deposito dan sebagainya kita tinggalkan anak begitu saja, lantas saat anak sudah dapat berdiri sendiri, dia tidak hirau lagi kita. Lantas, kita bertindak balas dendam lagi, kalau begitu harta saya setengah dari lima puluh persen dari harta itu saya wasiatkan kepada orang lain. Itu namanya memberi kemelaratan kepada orang lain. Itu tidak diperbolehkan.

Dalam sebuah hadist Rasulullah saw, bersabda, bila seseorang laki-laki atau seseorang perempuan melakukan  amal  shalih enam puluh tahun,  maka saat umurnya enam puluh satu tahun dia meninggal misalnya,  saat mendekati hari akhirnya  terasa tubuhnya sudah beberepa kali opname misalnya, sudah dikatakan oleh doter, ini komplikasi  yang tidak mungkin ada kesembuhan lagi. Di saat itulah dia berwasiat. Wasiatnya lebih dari sepertiga atau  entah apa lagi yang dia buat, sehingga mengurangi harta ahli warisnya,  “Maka keduanya apakah laki-laki atau perempuan itu sudah pasti akan masuk nereka,” kata Rasulullah saw.  

Demikian peringatan keras dari Rasulullah saw prihal harta. Walaupun ini  dia cari dengan keringat sendiri, tidak  ada urusan dengan anak saya. Tidak ada urusan ahli waris.  Lantas dia  akan mengerjakan sesuatu yang mengurangi hak mereka, kata hadist, kehidupan akhirnya tidak akan berbahagia. Itulah peringatan keras dari Rasulullah saw,  agar kita berhati-hati dalam berwasiat.

Disari dari Halaqah Maqrib Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA [Imam Masjid Raya Baiturrahman]
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin