Reusam Gampong, Antisipasi Maksiat di Kost

Wakil Wali Kota Banda Aceh, Hj Illiza Sa’aduddin Jamal SE, mengaku telah menemukan kasus free sex (seks bebas) yang melibatkan anak-anak usia sekolah dan mereka berasal dari luar Banda Aceh, tapi masih warga Aceh. Pengakuan tersebut ketika menjamu sejumlah pengurus organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Kantor Wali Kota Banda Aceh, pertengahan Maret kemarin

Menurut Iliza, di Banda Aceh sekarang bisnis seks kini mulai merambah ibu kota serambi Mekkah. Untuk mengantisipasinya, Pemko Banda Aceh melancarkan sejumlah razia di tempat-tempat yang dicurigai terjadinya praktek dan transaksi bisnis maksiat tersebut. Pemko Banda Aceh juga akan menertibkan rumah-rumah kost. Ia mengakui penertiban sudah dilakukan dengan meminta camat dan aparatur pemerintah di sejumlah gampung guna menertibkan rumah-rumah kost yang ada di Banda Aceh. 

Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Anshor Provinsi Aceh, Samsul B Ibrahim, menilai Pemkot Banda Aceh terkesan belum siap, padahal permasalahan menata rumah kost di Banda Aceh sangat sederhana, karena memang ini kewajiban pemerintah untuk mendata penduduk-penduduk dan warga yang menetap ataupun yang tinggal sementara.

Sebenarnya, lanjut Samsul, masalah tersebut merupakan persoalan klasik, terjadi dimanapun di kota pendidikan, apalagi di Kota Banda Aceh terdapat banyak pula universitas besar. Otomatis, menjadi daya tarik buat siapapun untuk bersekolah di Banda Aceh. 

“Kita juga tidak bisa kadang kala menjadikan anak kos ini hanya sekedar menjadi kambing hitam, itu juga tidak fair, tapi kalau data lengkap, akurat dan sebagainya, baru kita bisa menyimpulkan, ternyata pelakunya itu betul-betul anak kos atau bukan anak kos,”ujar Samsul. 

Ia menyarankan, Pemko harus menjadi motor dan seluruh elemen harus sama-sama menyikapi hal ini, karena masalah seks bebas di Aceh sekarang ini, bukan main-main lagi, sudah menjadi persoalan serius, jadi ini harus ada yang konkrit  dan berkelanjutan, dilakukan bersama-sama untuk mengantisipasinya, mungkin untuk menghilangkan 100 persen tidak mungkin, apa salahnya diperkecil dengan cara perlahan-lahan, karena tugas kita adalah mempersempit ruang bagi pihak yang ingin memlakukan hal-hal seperti free seks dan sebagainya. 

Apalagi, yang melakukan ini adalah anak-anak muda yang merupakan kader penyambung estapet pembangunan Aceh kedepan, bayangkan bila anak-anak muda sudah rusak, ini sama saja kita menunggu pemimpin-pemimpin yang rusak kedepan. Jadi solusi ataupun kebijakan  pemerintah kota Banda Aceh kita sangat berharap betul-betul konsent untuk hal yang demikian, masalah pembanguan fisik saya pikir sudah sangat luar biasa di kota Banda Aceh ini, pembangunan begitu indah, baik, tinggal sekarang kita fokus terhadap pembenahan moral, jangan sampai sibuk mengejar fisik hal-hal ini jadi tertinggal.

Lain halnya dengan Ketua Umum Mathla’ul Anwar (MA) Provinsi Aceh Tengku Wirzaini Mutiara, SHI menyebutkan qanun reusam Gampong akan ditetapkan oleh keuchik setelah mendapat persetujuan Tuha Peut Gampong masing-masing di Banda Aceh. Dan reusam Gampong itu telah diatur dalam Qanun Aceh No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.

Tujuan pembentukan raqan gampong ini menurut Wirzaini dalam rangka penyelenggaran pemerintahan gampong, pembangunan gampong, dan kemasyarakatan serta memberikan fungsi dan wewenang kepada aparatur gampong seperti geusyik, tuha peut, dan tuha lapan dalam mengawasi syariat islam di setiap gamponmg di Banda Aceh.

"Qanun ini nantinya memberi kontribusi positif kepada masyarakat guna mengetahui dan memahami kembali kearifan lokal moyang sendiri, dalam memperkaya khasanah adat-istiadat Aceh dalam bingkai syariat Islam,"jelasnya.(Indra)