Politisi Aceh Tidak Dijalur Politik Islam Murni

PENGANTAR | Jelang pemilu legislatif 2014 mendatang, peran umat islam terutama politisi Islam dari Aceh menjadi penentu jalan atau tidaknya pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Untuk itu, Gema mewawancarai pakar politik Islam dari Fakultas Syariah IAIN Ar-raniry, Drs. Hasanuddin Yusuf Adan. MCL.MA. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana partisipasi politik umat Islam di Aceh pada saat ini?
Kalau kita melihat riil kenyataan yang ada, tidak ada yang mempraktekkan politik Islam secara penuh 100% di Aceh hari ini, meskipun mereka membawa bendera partai politik islam. Kalau partai politik nasional yang tidak berazaskan Islam sudah otomatis, tidak mungkin mereka mempraktekan politik Islam akan terganjal dengan azas konstitusi organisasi.
 

Partai politik Islam terganjal dengan dikotomi kepengurusan, perpecahan dalam partai sendiri sehingga tolak menolak atau tarik menarik tergeser daripada kehendak konstitusi partai sendiri. Akhirnya amalan politik mereka itu keluar dari rul politik Islam. Jadi tidak ada partai politik Islam di Aceh yang mengamalkan politik Islam secara murni dan tidak ada umat Islam aceh yang punya jalur politik untuk bisa mempraktekkan sistem politik Islam secara murni hari ini.

Tapi politisi Islam, apakah itu bisa mempengaruhi?
Politisi Islam banyak, tapi praktek politik Islam tidak banyak. Ada seorang, dua yang mau mempraktekkan politik Islam. Tapi terganjal dengan perpecahan dalam partai politik itu sendiri. Atau terganjal dengan azas partai politik itu sendiri. Tidak mungkin partai, misalnya seperti PDI P mau menjalankan sistem politik Islam karena azasnya bukan partai Islam. Bukan berdasarkan islam, ini akan terganjal pada azas. 

Sebaliknya ada partai politik Islam yang berazaskan Islam tapi perpecahan dalam partai itu sendiri membuat kader-kader partai tidak bisa menjalankan sistem politik Islam itu sepenuhnya. Sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah S.A.W dan para sahabat Khulfahur Rasyidin. Umpamanya kalau bisa kita berikan contoh partai C umpamanya azasnya Islam, tapi ketuanya mulai dari perilaku akhlak sampai pada ibadah tidak selaras dengan perilaku Islam. Akhirnya anggota partai yang lain benci kepada ketua, ketua mencari kawan yang singkron dengan dia. Akhirnya anggota-anggota partai tidak bisa menjalan politik Islam secara murni

Bagaimana dengan tanggapan tentang jamaah yang menolak politik?
Politik itu sesuatu yang diperlukan dari sistem kenegaraan. Dan itu mendunia sepanjang internasional. Ketika ada orang yang menolak politik, berarti orang itu langsung atau tidak langsung menolak bahagian dan konstitusi dari pada sebuah negara. Jadi dia tidak bisa hidup dalam sebuah negara. Karena dia menolak partai politik sementara partai politik itu bahagian dari pada struktur sebuah negara. Jadi sulit untuk dipisahkan itu.
 

Maknanya?
Ya,menolak partai politik berarti dia menolak hidup di negara tersebut. Berarti dia harus mencari negara yang tidak berpartai politik. Ada juga yang berpikiran mau khilafah, khilafah itu memang objektif  karena itu amalan nabi dan para sahabat
 

Lantas kenapa?
Ya kita lihat sendiri, hari ini belum ada satu wilayah pun yang berlaku khilafah, sebaiknya para pelaku politik yang tidak pro kepada partai politik harus memikirkan bagaimana mewujudkan khilafah dulu. Jangan menolak partai politik dulu. Kalau kita tolak partai politik nanti orang yang duduk di parlemen itu orang-orang partai politik. Kita ngak ada apa-apa. Mereka yang berbuat macam-macam. Jadi kalau mereka terdiri dari orang-orang yang jahat mereka akan berbuat jahat di parlemen yang rugi rakyat, termasuk kita yang tolak partai politik.Indra