Headlines News :
Home » » Aktualisasi Syariat Islam di Aceh

Aktualisasi Syariat Islam di Aceh

Written By MAHA KARYA on Saturday, March 30, 2013 | 3/30/2013

Pertama
Beberapa waktu yang lalu dengar cerita dari seorang Muballigh. Kisah tentang seorang lelaki tua, yang setengah terisak datang menghadap sang Muballigh setelah ia menyampaikan ceramahnya.  “Ustaz, saya ingin sekali ikut melaksanakan Syariat Islam. Tapi bagaimana saya bisa melaksanakan, saya tidak bisa melaksanakan sembahyang. Al Fatihah saja saya belum hafal, Ustaz..”. Sang Ustaz  terpana sejenak, memperhatikan lelaki tua itu.
 
Usianya sekitar 60an, tetapi terus terang mengaku belum pernah sembahyang. Namun dengan cepat sang Ustaz menjawab: “Jika bapak ingin taubat, tak usah khawatir pak. Mulai besok segera saja menghadap ustaz di masjid, mulailah belajar baca Al Fatihah. Mungkin makan waktu agak lama. Tapi dengan mulai belajar  baca Al Fatihah, bapak sudah ikut melaksanakan syariat Islam di Aceh ini”.
 
Kedua
Begitulah romantika kisah anak manusia. Saya sendiri pernah menyaksikan kisah yang hampir sama mirisnya. Tapi kejadiannya di sebuah kecamatan di pinggiran kota Jakarta. Bulan Ramadhan pada akhir tahun 1980an yang lalu ketika saya sedang sekolah di sana. Waktu itu pengumuman juara-juara MTQ tingkat Kecamatan yang bersangkutan. 

Tatkala pengumuman juara satu tingkat Tsanawiyah dibacakan, tiba-tiba seorang Ibu menangis tersedu-sedu. Katanya: “Ustaz, anak saya juara satu ustaaaz”. “Alhamdulillah, syukurlah, bu..”. Ibu itu makin keras tangisnya: “Ustaaz, anak saya juara satu..”. “Ya, senanglah, bu, mengapa menangis terus?”. Tiga kali sang Ustaz dipanggil si Ibu. 

Pada akhirnya sang Ibu mengaku: “Ustaaz, anak saya juara satu, saya sendiri tidak bisa baca Al Quran, Ustaaaz”. Masya Allah, bagaimana tidak menangis. Si anak sudah jadi juara satu, sang Ibu baru sadar malam itu, dia tidak bisa baca Al Quran.

Sang Ustaz lalu menjawab: “Ibu jangan menangis lagi. Hidayah Allah datang dari berbagai jalan. Mulai besok, Ibu tidak perlu panggil Ustaz, belajar saja baca Al Quran dari anak sendiri”.  Saya kira sang Ibupun telah melaksanakan Syariat Islam dengan kesadaran bahwa mulai besok ia akan belajar  Al Quran, meskipun  pada anak sendiri.

Ketiga
Dua kisah tadi bolehlah kita sebut  sebagai contoh soal bagaimana mengaktualisasikan Syariat Islam di negeri ini. Tidak harus yang muluk-muluk, tidak harus yang bombastis. Intinya adalah bahwa semua orang (Muslim) dapat dan harus mengambil peran dalam melaksanakan Syariat Islam di Aceh. Semua Muslim, tanpa kecuali. Termasuk yang masih butahuruf Al Quran sekalipun. Asalkan ia punya kesadaran untuk segera berusaha memperbaiki diri. Tentu saja setiap orang haruslah terus meningkat.

Sebab pada dasarnya manusia itu adalah cenderung berbuat kebajikan. Manusia itu pada alam bawah sadarnya ia senantiasa ingin berbuat baik. Kalaupun ia sekarang berbuat jahat, malah mungkin ia menjadi penjahat, sebenarnya itu ia lakukan dengan penuh nestapa, penuh penderitaan. Mengapa? Karena yang ia lakukan itu adalah seperti menikam jantungnya sendiri. Karena ia melawan kata hatinya, ia menentang nuraninya, yang sesungguhnya tak mampu ia lakukan. Tapi karena sesat jalan, dan tak tahu jalan untuk rujuk kepada kebenaran ia mengulang lagi kesalahan yang sama, jatuh lagi dalam kesesatan. Setiap saat sebenarnya ia ingin taubat, tapi jatuh lagi dan jatuh lagi. Jadi para pendosa itu benar2 orang yang menderita.
 
Sebagai contoh, lihatlah bagaimana seorang penyair, Sutarji Calzoum Bachry menyatakan hal itu dalam Ratapan puisi sufinya yang berjudul Elegi:
Hari demi hari
Bunuh diri pelan-pelan
Tahun demi tahun
Bertimbun luka di badan
Maut menabungku
Segobang-segobang
 
Sutarji awalnya dikenal sebagai penyair yang angkuh, bahkan biasa membaca puisi di depan khalayak termasuk anak2 muda dengan mencekik botol-botol bir, sehingga ia dijuluki Penyair Bir. Tetapi setelah ia beranjak lebih dewasa ia taubat dan meratap ia dengan puisinya tadi. Penuh sesal dengan apa yang dilakukannya dulu, yang disebutnya seperti seperti tindakan bodoh bunuh diri pelan-pelan.
 
Penyair besar lain, Chairil Anwar, sangat terkenal dengan puisinya yang menggelora dengan judul AKU. Antara lain ia berkata:
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari

Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Kita tahu bagaimana kehidupan Chairil Anwar yang agak centang perenang, bergaul dengan sejumlah perempuan, yang beberapa di antaranya disebut namanya dalam puisi2nya. Nyatanya Chairil Anwar mati muda, dalam usia 32 tahun saja. Namun pada ujung2nya dia menerbitkan puisi sufinya. Ia memanjatkan DO’A sambil berkata:
 
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk remuk

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Kita semua juga tidak bisa berpaling. Sebab kemana pun berpaling, kita akan menampak wajah Allah (Ainama tuwallu fa tsamma wajhullah)
Keempat
Dalam Al Quran sesungguhnya banyak ayat2 yang memberi arahan agar manusia lebih baik berbuat kebajikan daripada kejahatan. Lebih untung berbuat baik daripada berbuat jahat. Firman Allah swt dalam surat Al Isra ayat 7: Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila dating saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk kedalam Masjid (Masjidil Aqsha), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.

Dalam surat Luqman ayat 12: Dan sungguh telah kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur) maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji”. 

Demikian juga pada surat Al ‘Ankabut ayat 5-6 : Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti dating. Dan Dia yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sungguh Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.

Oleh karena itu marilah kita mengambil hikmah dan pelajaran bahwa sebenarnya berbuat kebajikan, berlaku jujur, berlaku amanah lebih baik kita jadikan sebagai amalan sehari-hari. Karena lebih cocok dengan nurani manusia sendiri. Dan jika itu dapat kita jadikan panduan hidup maka kiranya kita telah mengaktualisasikan Syariat Islam dalam diri kita dan masyarakat kita sendiri.

Khatib, Prof. Dr. Rusjdi Ali Muhammad
Mantan Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh 
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin