Kisah aliran agama yang dianggap sesat di Aceh bukan hal baru. Pihak tertentu lazim melabelkan ajaran yang diajarkan oleh kubu tertentu tidak segaris dengan Islam.
Dengan sebutan ajaran sesat, maka warga atau pihak tertentu menganggap sah memberantas ajaran itu dari cara yang lemah-lembut hingga berdarah-darah. Jadi siapa pun yang sudah distempel ajaran sesat, maka pemimpin dan anggotanya bakal berada dalam kawah ketakutan hingga harus angkat kaki.
Kita masih ingat kasus Aiyub di Bireuen yang berakhir dengan pembakaran rumah serta tewasnya sang pemimpin. Kasus serupa juga terjadi di Sawang Aceh Selatan setelah ulama memfatwakan mereka mengajarkan ajaran sesat. Akibatnya, tempat itu ditutup paksa oleh warga. Posisi ulama dalam hal ini MPU seperti vonis pengadilan yang langsung diterjemahkan di lapangan. Begitu difatwakan, langsung
dieksekusi di tempat terjadi perkara.
Kasus klaim ajaran sesat ini mengingatkan penulis pada peristiwa yang dialami oleh Hamzah Fansuri (Akhir abad 16 – awal abad 17 M). Penyair, ahli suluk, dan sufi besar dan ternama itu menetap di Banda Aceh. Hamzah Fansuri juga dikenal sebagai ulama sufi yang menyebarkan ajaran Wahdatul Wujud. Untuk mengambarkan ajaran ini, dia menggunakan kiasan samudera tak terukur beserta gelombangnya. Puisi Perahu menjadi salah satu khazanah monumental hingga kini.
Pada akhirnya, pengikut Hamzah Fansuri dikejar-kejar oleh prajurit kerajaan Aceh. Ini terjadi setelah kedatangan ulama besar dari Gujarat, Nurdin ar-Raniry yang berfatwa paham wujudiyah sebagai ajaran sesat.
Pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsudin Pasai pun dikejar-kejar dan dibunuh. Kitab-kitab yang dikarang oleh sang guru itu dibakar di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada masa Sultan Iskandar Tsani (1636-1641). Abu kitab yang tebal-tebal itu dibuang ke Sungai Krueng Daroy yang menyebabkan air sungai tersebut hitam pekat karena abu buku.
Ada sejarawan yang menyatakan, klaim ajaran sesat yang disematkan kepada pengikut Hamzah Fansuri tidak terbukti. Justru lebih bersifat persaingan sesama ulama untuk menjadi penasihat sultan. Maka untuk melenyapkan posisi pengikut Hamzah Fansuri yang sudah terkenal itu, difatwakan ajaran yang diajarkan itu sesat.
Begitulah riwayat fatwa ajaran sesat selalu muncul setiap masa. Ketika ada balai pengajian yang muncul, maka bisa saja kelak dikatakan bahwa pengajian itu mengajarkan ajaran sesat. Hal ini bisa muncul karena pemahaman warga yang terbatas ajaran yang ditularkan atau faktor lainnya.
Akhirukalam, Islam secara tegas menolak kekerasan apalagi yang berakhir dengan pembakaran atau membunuh manusia. Membunuh satu manusia sama halnya membunuh seluruh isi langit. Semua pihak untuk bisa menahan diri mencegah terjadi adu otot antara warga dengan jamaah pengajian.
Mari kita depankan dialog melalui adu otak, bukan adu otot. Adu otot hanya terjadi pada masa zaman pra purba. Melalui dialog, semua pihak bisa memahami dan menerangkan kepada warga apa yang terjadi dalam komunitas tersebut.
Sebelum fatwa diketuk, maka tim dari ulama perlu waktu untuk tinggal bersama anggota pengajian serta mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh pemimpin pengajian. Dengan demikian, fatwa yang dikeluarkan sudah melalui jalur yang ketat serta berbagai pertimbangan.Murizal Hamzah
Kita masih ingat kasus Aiyub di Bireuen yang berakhir dengan pembakaran rumah serta tewasnya sang pemimpin. Kasus serupa juga terjadi di Sawang Aceh Selatan setelah ulama memfatwakan mereka mengajarkan ajaran sesat. Akibatnya, tempat itu ditutup paksa oleh warga. Posisi ulama dalam hal ini MPU seperti vonis pengadilan yang langsung diterjemahkan di lapangan. Begitu difatwakan, langsung
dieksekusi di tempat terjadi perkara.
Kasus klaim ajaran sesat ini mengingatkan penulis pada peristiwa yang dialami oleh Hamzah Fansuri (Akhir abad 16 – awal abad 17 M). Penyair, ahli suluk, dan sufi besar dan ternama itu menetap di Banda Aceh. Hamzah Fansuri juga dikenal sebagai ulama sufi yang menyebarkan ajaran Wahdatul Wujud. Untuk mengambarkan ajaran ini, dia menggunakan kiasan samudera tak terukur beserta gelombangnya. Puisi Perahu menjadi salah satu khazanah monumental hingga kini.
Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat jua kekal diammu
Pada akhirnya, pengikut Hamzah Fansuri dikejar-kejar oleh prajurit kerajaan Aceh. Ini terjadi setelah kedatangan ulama besar dari Gujarat, Nurdin ar-Raniry yang berfatwa paham wujudiyah sebagai ajaran sesat.
Pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsudin Pasai pun dikejar-kejar dan dibunuh. Kitab-kitab yang dikarang oleh sang guru itu dibakar di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada masa Sultan Iskandar Tsani (1636-1641). Abu kitab yang tebal-tebal itu dibuang ke Sungai Krueng Daroy yang menyebabkan air sungai tersebut hitam pekat karena abu buku.
Ada sejarawan yang menyatakan, klaim ajaran sesat yang disematkan kepada pengikut Hamzah Fansuri tidak terbukti. Justru lebih bersifat persaingan sesama ulama untuk menjadi penasihat sultan. Maka untuk melenyapkan posisi pengikut Hamzah Fansuri yang sudah terkenal itu, difatwakan ajaran yang diajarkan itu sesat.
Begitulah riwayat fatwa ajaran sesat selalu muncul setiap masa. Ketika ada balai pengajian yang muncul, maka bisa saja kelak dikatakan bahwa pengajian itu mengajarkan ajaran sesat. Hal ini bisa muncul karena pemahaman warga yang terbatas ajaran yang ditularkan atau faktor lainnya.
Akhirukalam, Islam secara tegas menolak kekerasan apalagi yang berakhir dengan pembakaran atau membunuh manusia. Membunuh satu manusia sama halnya membunuh seluruh isi langit. Semua pihak untuk bisa menahan diri mencegah terjadi adu otot antara warga dengan jamaah pengajian.
Mari kita depankan dialog melalui adu otak, bukan adu otot. Adu otot hanya terjadi pada masa zaman pra purba. Melalui dialog, semua pihak bisa memahami dan menerangkan kepada warga apa yang terjadi dalam komunitas tersebut.
Sebelum fatwa diketuk, maka tim dari ulama perlu waktu untuk tinggal bersama anggota pengajian serta mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh pemimpin pengajian. Dengan demikian, fatwa yang dikeluarkan sudah melalui jalur yang ketat serta berbagai pertimbangan.Murizal Hamzah
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !