Headlines News :
Home » » Soal Penutupan Rumah Ibadah Ilegal

Soal Penutupan Rumah Ibadah Ilegal

Written By MAHA KARYA on Thursday, November 1, 2012 | 11/01/2012

Aceh daerah yang berjulukan serambi mekah, akhir-akhir ini dinodai oleh kaum misionaris. Pasca Tsunami ribuan juta mata tertuju pada Aceh. Aksi bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh Organisasi Dunia baik yang berbasis Islam maupun non Islam, ternyata memiliki dampak psikologi yang besar. Awal-awalnya memang rakyat Aceh tidak menaruh kecurigaan kepada Kalangan Non Muslim terutama dalam aksi kemanusiaan, akan tetapi lama-kelamaan tercium juga. Banyak fakta ditemukan ada misi tertentu dibalik program kemanusian.

Kita patut bersyukur bahwa masih ada Ormas Islam yang risau terhadap Aksi Misionaris, Sebut saja Front Pembela Islam Aceh (FPI Aceh), Himpunan Ulama Dayah (HUDA), Komite Penguatan Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI), serta Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh.Masyarakat patut memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Banda Aceh yang sangat berani melakukan penutupan 16 rumah ibadah yang tidak memilik Izin. Tindakan tersebut dinilai oleh sebagaian umat muslim di Aceh adalah tindakan yang mulia dan ini sejalan dengan prinsip demokrasi. Dimana dalam setiap aktifitas apapun harus patuh pada rambu-rambu yang telah disepakati bersama.

Terkait pendirian Rumah Ibadah ada aturan SKB Mendagri dan Menteri Agama. Dalam SKB bernomor  8-9 Tahun 2006, sebenarnyat juga telah diperkuat dengan Pergub Aceh Nomor 25/2007 tentang pendirian rumah ibadah di Aceh yang dijadikan sandaran hukum UU 44/1999 tentang Keistimewaan Aceh, dan UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dua Undang-Undang ini menjadi Lex specialis dalam rangka pemberlakuan hukum Islam/Agama di Aceh. 

Lebih lanjut Pergub Aceh No 25/2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah menjelaskan bahwa sebuah rumah ibadah dapat memperoleh ijin jika mendapat persetujuan dari 120 orang warga sekitar dengan jumlah jemaat lebih dari 150 orang, mendapat pengesahan dari lurah, dan ada surat rekomendasi dari kantor Kementerian Agama setempat. Sehingga 13 lembaga yang tergabung dalam keanggotaaan Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) yakni, dari unsur Pemko Banda Aceh, Kejaksaan, Kepolisian, TNI, Kementerian Agama, MPU dan lainnya menyepakati kebijakan penutupan aktivitas ibadah pada rumah-rumah ibadah Illegal(Gereja dan Vihara) yang dirasakan sudah menggangu ketentraman warga. Hal ini terungkap saat pertemuan ke 13 lembaga tersebut pada rapat koordinasi, di ruang rapat Wakil Walikota Banda Aceh.

Sekda Kota Banda Aceh, Drs. T. Saifuddin TA, M.Si saat memimpin rapat mengatakan, persoalan operasional rumah ibadah illegal dirasakan sudah sangat meresahkan warga kota, terutama warga yang tinggal di sekitar tempat ibadah illegal tersebut. “Mereka memanfaatkan toko-toko tempat usaha sebagai lokasi rumah ibadah, dan terkesan sembunyi-sembunyi karena berkedok kursus-kursus seperti Lest Privat mata pelajaran. Kebanyakan dari mereka menggunakan lantai III pertokoan,” papar Saifuddin.

Dikatakannya lagi, Keputusan rapat PAKEM ini diyakini bisa menjawab keinginan mayoritas masyarakat kota yang merasa terganggu dengan aktifitas Illegal tersebut. Bahkan lanjut Sekda B.Aceh, FPI  beberapa waktu yang lalu berdemo di Balikota juga menginginkan persoalan ini bisa di atasi sesegera mungkin guna menghindari aksi massa yang dikhawatirkan akan menggangu harmonisasi kerukunan ummat beragama yang selama ini dirasakan sangat baik di Banda Aceh. “Pada dasarnya kita di Aceh sangat toleran terhadap pemeluk agama lain. Kita akan panggil pengelola rumah ibadah illegal maslaha ini secara bersama, rencananya akan kita panggil Senin nanti dan juga akan dihadiri Wakil Walikota” jelas Sekda.

Tapi, adalah sangat keliru dan ngawur jika kita membaca statmen politisi senayan bahwa Pemerintah Pusat tidak boleh membiarkan permasalahan penutupan gereja dan vihara di Banda Aceh. "Kasus itu pintu masuk disintegrasi bangsa. Ini upaya sistematis untuk terjadinya disintegrasi bangsa. Kalau itu terjadi, pemerintah pusat sangat bertanggung jawab," kata Lily Wahid, politisi PKB di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta akhir oktober kemarin. 

Pernyataan Lily Wahid mengundang reaksi banyak pihak di Aceh. Inilah contoh prilaku politisi yang tidak memahami persoalan Aceh. Sejak kemerdekaan hingga sekarang masyarakat Aceh sangat toleransi terhadap antar umat beragama. Bahkan Gereja dan Vihara terletak dipusat Kota. Bukankah ini bentuk dari toleransi antar umat beragama. Mana ada di dunia ini yang penduduk minoritas di dilindungi oleh Negara selain di Aceh? Pernyataan sang politisi senayan juga mendapat kritikan dari pihak Pemko B.Aceh. Wakil Walikota Banda Aceh menyebut tindakan kita murni untuk bertujuan melindungi kaum minoritas agar dapat lebih nyaman dan tenang dalam beribadah. Bahkan Illiza sangat menyesalkan pernyataan yang dikeluarkan oleh para politisi senayan yang menuding Pemko bertindak diskriminatif terhadap pemeluk agama minoritas di Banda Aceh. "Yang kita tutup itu bukan gereja, bukan vihara, melainkan bangunan yang dijadikan rumah ibadah dan vihara, catat itu baik-baik," tegasnya.

Menurut Pemko B.Aceh, bangunan yang selama ini dijadikan vihara dan gereja oleh pemeluk agama minoritas di Banda Aceh tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada dalam hal pendirian rumah ibadah. Bangunan yang mereka dirikan itu tidak sesuai dengan SKB dua Menteri dan juga Pergub tentang pendirian rumah ibadah. Sehingga, lanjutnya penutupan bangunan yang dijadikan rumah ibadah itu justru untuk melindungi pemeluk minoritas dari anarkisme masyarakat. "Justru tindakan ini untuk melindungi, dan yang kita tutup itu bangunan yang dijadikan rumah ibadah, Pemko tidak ada menutup rumah ibadah yang legal dan sesuai ketentuan," sebut Illiza.

Oleh karenanya, kita berharap siapapun yang di Jakarta agar tidak mengeluarkan statement yang jusru akan membuat situasi kenyamanan dan ketertiban toleransi ummat beragama di Banda Aceh justru terusik. Dan sebaiknya para politisi senayan dan penggiat HAM itu datang ke Aceh, melihat sendiri situasi di sini, jangan hanya baca koran dan kemudian mengeluarkan statmen yang sifatnya ngawur.  Muhammad Syarif

Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin