Headlines News :
Home » » Hijriyah, Momentum Muhasabah Diri

Hijriyah, Momentum Muhasabah Diri

Written By MAHA KARYA on Tuesday, November 13, 2012 | 11/13/2012

Pada hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang sadar dan peduli pada  kemegahan dan keyakinanyan kepada Islam serempak secara bersama-sama di segenap penjuru dunia akan menyambut kedatangan tahun baru hijriyah 1434 H, dengan aktivitas yang memancarkan sinar kesyi’aran mulai dipersiapkan. Gemuruh suara  tahmid dan shalawat nabi bergema di angkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan tulus dan khusyu’ ketika Muharram tiba. Muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai status sosial menghadap keharibaan-Nya, maka di tahun baru yang sedang kita nanti-nantikan jadilah sebagai tahun yang penuh harapan dan juga harus penuh penyesalan. 

Tahun 1433 H masih bersama kita beberapa hari lagi maka marilah kita menyesali berbagai kesalahan yang kita lakukan, maupun berbagai kebaikan yang belum sempat kita kerjakan sebelum masuknya tahun baru islam 1434 H. Berangkat dari penyesalan itulah kita bangun harapan setinggi-tingginya, harapan untuk mengurangi kesalahan dan menambah berbagai amal kebaikan. Oleh karena itu janganlah sampai kita menjadi orang yang rugi. Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Kita harus optimis bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan besok akan lebih baik dari pada hari ini.

Rasulullah Saw mengigatkan dalam  hadistnya: “Bahwa jika hari ini kita lebih baik dari kemarin kita termasuk orang yang beruntung, akan tetapi jika hari ini kita sama dengan kemarin kita termasuk orang yang merugi. Dan lebih kronisnya lagi kalau hari ini lebih jelek dari kemarin kita termasuk orang yang di laknat Allah”.

Di zaman globalisasi ini seakan-akan  tidak ada orang yang tidak mementingkan urusan perutnya. Bagaimana pekerjaan hanya menjadi tujuan untuk menumpukkan harta benda guna menjaga stabilitas urusan perut semata. Rasulullah SAW bersabda: “Akan datang kepada manusia suatu waktu yang mana perhatian utama mereka terletak pada kepentingan perutnya, kebanggaan mereka adalah harta-bendanya, qiblatnya adalah para wanitanya dan agama mereka adalah uang-uangnya (dirham dan dinar). Mereka itulah makhluk yang paling buruk yang tidak ada tempat di sisi-Nya.”

Perhatikan wahai saudara-saudara bagaimana Allah SWT menciptakan manusia dengan memberikan sepasang tangannya. Tangan sebagai alat untuk menyimpan  berbagai bahan makanan demi kepuasan di masa depan. Hanya manusia yang memiliki kekhawatiran mengenai rezeki esok hari. Takut kalau tidak kebagian, takut kalau tidak mendapatkan.

Pada saat ini ummat Islam jauh lebih merasa takut  kehilangan uang dari pada agama, lebih senang hidup berfoya dan sangat takut kematian, padahal mereka tahu bahwa kematian pasti akan datang. Kegilaan kepada dunia inilah yang menurunkan kwalitas iman manusia dan menggiringnya menuju kehancuran Islam sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Akan datang suatu masa dimana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus merebutkan makanan di atas meja, ditayakan (kepada Rasulullah saw) apakah karena saat itu jumlah kita sedikit? Jawab Rasulullah saw: tidak, bahkan kamu saat itu adalah manyoritas, tetapi kamu seperti buih di atas permukaan banjir, hanya mengikuti kemana arah arus mengalir. Sungguh pada saat itu Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu al-wahn. Ditanyakan kemudian kepada Rasulullah saw apakah wahn itu? Rasul menjawab al-wahn adalah cinta dunia dan benci mati.”

Umat Islam hari ini telah menjadi pelanggan berbagai produk, tanpa mampu menjadi produsen. Hanya menjadi pembeli tidak pernah menjadi penjual. Umat muslim yang banyak itu hanya bisa menentukan pilihan dan tidak mampu menentukan harga. Saat inilah musuh-musuh kita, hanya akan menertawakan kita. mereka pikir apapun yang mereka jual kepada umat muslim pasti akan laku. Karena umat Islam sudah jauh dari pegangan hidup, tidak kenal lagi zuhud yang ada adalah gengsi dan gengsian.

Marilah kita belajar hidup dengan sederhana. Menjadi muslim yang sederhana, berfikir yang sederhana dan bertindak yang sederhana. Janganlah terlalu tergiur dengan dunia. Semampu tenaga memagari diri dengan menahan nafsu. Ingatlah firman Allah SWT: “Janganlah sekali-kali hidup di dunia ini memperdayakanmu dan jangan pula syaitan memperdayakan kamu dalam manta’ati Allah”

Marilah kita bersama-sama membulatkan tekat sekuat tenaga saling menjaga diri dan jiwa kita agar tetap berada di jalan Ilahi. Menjaga diri dari berbagai kesalahan dan dosa. Alangkah baiknya jika kita lakukan secara bersama-sama, dengan cara saling mengingatkan. Kita harus mampu menanamkan keberanian untuk menerima bahkan  memohon agar diingatkan jika bersalah. 

Di antara nilai-nilai sosial kemanusiaan yang ditekankan oleh Islam adalah persaudaraan (ukhuwah). Bahwa hendaknya manusia hidup di masyarakat saling mencintai dan menolong dan diikat oleh perasaan layaknya anak-anak dalam satu keluarga. Mereka saling mencintai, saling memperkuat, sehingga benar-benar terasa bahwa kebahagiaan saudara adalah kebahagiaannya, dan persoalan saudara adalah persoalannya.

Ma’ruf al-Karhi berkata bahwa manusia itu seringkali orang-orang mengakui tiga hal, tetapi sesering itu pula mereka menyalahinya. ”  Pertama : Mereka mengaku sebagai hamba Allah, tetapi kelakuannya sangat tercela. Kedua:  Mereka menegaskan bahwa Allahlah yang mencukupi kehidupannya, tetapi perhatian dan hati mereka terborgol dengan keduniawian. Ketiga: mereka mengetahui bahwa kematian itu pasti, tetapi mereka bekerja seolah-olah akan hidup selamanya.

Jika kita berhasil keluar dari  golongan di atas, insya Allah langkah terakhir ini akan terasa lebih mudah. 
Dikisahkan dalam Irsyadul Ibad bahwa Nabi Ya’kub as. sedang asyik berbincang dengan Malaikat Maut. Diantara perbincangan itu membahas mengenai kematian. Dengan nada santai Nabi Ya’kub berkata “aku tahu tugasmu sebagai pencabut nyawa. Alangkah baiknya, jika engkau mengabariku terlebih dahulu sebelum menjemput ajalku nanti. “bagaimana caranya?” Tanya Malaikat Maut. “kirim surat atau kirim utusan” jawab Nabi Ya’kub. Malaikat Mautpun menjawab “baik… nanti akan saya kirimkan  kepadamu dua atau tiga khabar”

Selang beberapa lama datanglah  Malaikat Maut menemui Nabi Ya’kub as. Sambil menyapa sekaligus bertanyalah Nabi Ya’kub “kali ini kamu kesini mau mejemput ajalku, atau sekedar bertamu seperti biasanya?”. “Ya mencabut nyawa” jawaban singkat Malaikat maut. “kenapa bukankah aku pernah memesanmu untuk mengingatkanku sebelum kau mencabut nyawaku”? tuntut Nabi Ya’kub. “sudah, Aku sudah kirimkan kepadamu pesan itu, tidak hanya satu bahkan tiga; pertama  rambutmu yang mulai memutih, dua badanmu yang mulai melemah dan ketiga badanmu yang mulai membungkuk. Itulah pesan yang ku kirimkan kepada semua manusia sebelum aku mendatangi mereka.

Begitulah sejatinya Allah telah memberikan peringatan kepada segenap manusia akan datangnya kematian, akan tetapi manusia lebih suka berpura-pura melupakannya. Beberapa ungkapan  tersebut di atas, jelas sekali membimbing umat manusia agar bekerja dan berkarya untuk bekal diakhrirat  dan menjalin persaudaraan terhadap sesamanya. Saling berpesan mengenai kebenaran, ketabahan dan kesabaran.

Khatib: Tgk. H. Faisal M. Ali, Sekjen HUDA/ Ketua NU Provinsi Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin