Headlines News :
Home » » Pengorbanan, Wujud Tanggung Jawab Agama

Pengorbanan, Wujud Tanggung Jawab Agama

Written By MAHA KARYA on Monday, October 29, 2012 | 10/29/2012

Moment ini di seluruh dunia belahan bumi Timur dan Barat, ‘Ajam maupun Arab, Nabiyullah Ibrahim Al-Khaliil a.s disebut-sebut dan disanjung-sanjung oleh setiap lisan orang-orang yang beriman. Beliau a.s diakui sebagai Manusia Agung yang memiliki banyak kemuliaan. 

Dan tidak seorangpun yang mengingkari kemuliaan serta keagungan beliau a.s. Namun pernahkah terbayang oleh kita bahwa sekiranya kita hidup di Nabiyullah Ibrahim a.s dan kita melihat langsung setiap ketaatan dan pengorbanan beliau a.s yang begitu totalitas kepada Allah SWT, masihkah kita akan memuji-muji beliau a.s sebagai Manusia Mulia? 

Masihkah kita akan menyanjung-nyanjung beliau sebagai Manusia Agung? Atau barangkali wal-’iyaadzu billaah justeru kita berada dalam shaff (barisan) para musuh yang menentang Nabi Ibrahim a.s sebagaimana Namrudz la’natullahi ‘alaih? 

Atau mungkin kita akan menghujat beliau sebagai seorang suami yang kejam dan tidak bertanggungjawab karena telah meninggalkan isterinya di lembah tandus yang tidak berpenghuni tanpa bekal? juga sebagai seorang ayah yang telah gila dan sadis kerana hendak menyembelih anak kandungnya sendiri? 
“Dan tidaklah datang kepada mereka seorang Rasul pun melainkan pasti mereka (qaumnya) memperolok-olokkannya” (QS. Al-Hijr: 11). “Demikianlah tidak seorang Rasul pun datang kepada orang-orang sebelum mereka, melainkan pasti mereka (qaumnya) mengatakan: Dia (Rasul) itu adalah tukang sihir atau orang gila” (QS. Adz-Dzariyyat: 52). 

Sesungguhnya membina ta’alluq yang kuat dan tawajjuh yang sempurna hanya kepada Allah setiap menghadapi masalah kecil maupun besar akan menjadi sebab datangnya nushratullah. Apabila telah datang nushratullah, maka sebesar dan seberat apapun masalah yang kita hadapi akan menjadi mudah bahkan akan berubah menjadi sebab kegembiraan dan kemuliaan. Semakin besar masalah yang dihadapi maka akan semakin besar pula kegembiraan dan kemuliaan yang akan diperoleh. Tetapi sekecil apapun masalah yang kita hadapi, jika tanpa pertolongan Allah tidak akan pernah selesai bahkan bisa menjadi sebab kehinaan dan kehancuran kita. 

Wahai sekalian kaum ayah!... Pernahkah kita menyadari bahwa ketika kita meminum air zamzam sesungguhnya seakan-akan kita sedang meminum air mata pengorbanan Ayahanda kita Nabiyullah Ibrahim a.s?  Wahai sekalian kaum wanita!... Sadarkah ketika kita meneguk air zamzam,  membasuh wajah serta mengguyur sekujur tubuh kita dengannya sesungguhnya kita sedang meminum, membasuh wajah dan mengguyur sekujur tubuh kita dengan air mata pengorbanan Ibunda kita Siti Hajar dan Isma’il? Berjuta-juta manusia sejak ribuan tahun yang lalu hingga tibanya hari kiamat nanti akan terus menikmati keberkahan dari setiap tetes peluh dan air mata buah pengorbanan Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Isma’il ‘alaihimushshalaatu wassalaam. 

Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Isma’il ‘alaihimushshaalatu wassalaam benar-benar telah menjual seluruh hidup mereka kepada Allah demi mengharap keridhaan-Nya. Sungguh sebuah transaksi jual beli yang sangat-sangat mahal dan menakjubkan. 

Allah SWT mengabadikan peristiwa penyembelihan Isma’il tersebut dengan mensyari’atkan kepada kita ibadah penyembelihan qurban sebagai jalan untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dan sarana tarbiyyah (pendidikan) untuk mewujudkan miizaaj (naluri) berkorban semata-mata untuk meninggikan Kalimatul-‘ulya. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang memiliki kelapangan tetapi tidak menyembelih qurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (H.R. Ahmad dan Hakim). 

Saudaraku sekalian! Janganlah kita berkhayal bahwa terpancarnya cahaya hidayah sampainya kepada kita karena dibawa oleh kicau burung. Janganlah kita mengira bahwa sampainya Islam kepada kita karena dibawa oleh angin yang bertiup atau oleh air yang mengalir. Tidak!... Demi Allah! Terpancarnya cahaya hidayah sampai kepada kita adalah disebabkan pengorbanan Nabi SAW bersama para Shahabat r.a. Pernahkah kita menyadari bahwa sesungguhnya selama ini kita telah bersenang-senang dengan agama di atas penderitaan lapar dan dahaga Habibullah Muhammad SAW bersama para Shahabat. 

Kenangan indah Aceh Darussalam di masa Sultan Iskandar Muda yang penuh keagungan dan kegemilangan sesungguhnya wujud karena kehebatan/keagungan Islam yang telah bertapak di hati para pendahulu kita. Mengamalkan serta memperjuangkan agama benar-benar telah menjadi mizaaj (naluri) Indatu kita di masa itu. Sejarah mencatat naluri Islam dan perjuangan agama telah menghantar putera-putera Aceh bergerak ke seluruh wilayah Nusantara bahkan Asia Tenggara melanjutkan ‘Usaha Rasulullah SAW’ menyampaikan risalah dengan penuh pengorbanan demi untuk meninggikan wahdaaniyyatullaah. 

Kecintaan mereka kepada isteri dan anak-anak, kasih sayang mereka kepada ayah, ibu dan karib kerabat, perhatian mereka kepada pertanian, perdagangan dan kampung halaman sedikit pun tidak mengurangi kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya serta gairah mereka dalam meneruskan ‘Usaha Rasulllah SAW’ sebagaimana para Shahabat. 

Saudaraku sekalian! Kita telah bersaksi “Asyhadu anlaa Ilaaha illallaah”, maka sesungguhnya di hadapan Allah SWT kita adalah hamba. Seorang hamba tidak memiliki apa-apa. Segala-galanya adalah milik Tuannya. Dirinya, hartanya, waktunya, hidupnya bahkan kematiannya adalah milik Tuannya. Bagi seorang hamba tidak ada pilihan selain ketaatan kepada Tuannya. 
Ringkasnya sebagai hamba Allah SWT kita bertanggungjawab mewujudkan ketaatan (agama) yang sempurna dalam diri kita. Dan sebagai ummat Rasulullah SAW kita bertanggungjawab untuk mewujudkan agama yang sempurna dalam diri setiap individu ummat di seluruh alam.

Masa yang tersisa hanya tinggal sedikit. Ya… Hanya beberapa detik saja. Sebelum terlambat, segeralah mengambil keputusan dan menentukan sikap yang benar sebelum datang hari yang penuh penyesalan.”Hari yang tidak akan memberi manfaat sedikit pun harta dan anak-anak kecuali bagi siapa yang datang kepada Allah dengan Qalbin salim” (Asy-Syu’ara: 88-89). Oleh karena itu berbekallah dengan: 

Iman yang shahih yang tidak bercampur sedikitpun dengan syirik. Menanamkan haqiqat kalimah Laa Ilaaha Illallaah dalam hati kita dengan me-nafi kan (membuang) seluruh kebesaran, keagungan dan keyaqinan kepada makhluq dari hati kita dan meng-itsbat kan (menanam) satu-satunya kebesaran, keagungan dan keyaqinan hanya kepada Allah dalam hati kita. 

Shalat yang khusyu’ dan khudhu’. Berusaha memperbaiki zhahir dan bathin shalat untuk dapat mencapai tahap shalat yang dapat mencegah diri kita dari perbuatan keji dan munkar. Bahkan terus berusaha untuk dapat mencapai peringkat shalat yang dapat menarik nushratullah dalam setiap masalah yang kita hadapi. 

Ilmu beserta haqiqatnya bukan hanya sekedar lafaz. Karena sesungguhnya kejahilan adalah petaka yang sangat mengerikan, kematian sebelum tiba kematian bahkan merupakan bencana yang lebih dahsyat daripada kematian itu sendiri. Dan menyertai ilmu dengan dzikir (senantiasa mengahadirkan keagungan Allah di dalam hati). 

Memuliakan sesama muslim dengan menunaikan setiap hak-hak mereka semata-mata karena menunaikan perintah Allah SWT tanpa berharap untuk mendapatkan sesuatu apapun dari mereka. Memaafkan kesalahan sesama muslim, menutup aib mereka serta menghargai sekecil apapun kebaikan mereka. Mendoakan kebaikan untuk para pemimpin, memuliakan para alim ulama, menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. 

Dalam seluruh kehidupan senantiasa menghadapkan hati kita hanya kepada Allah SWT. Semata-mata mengharap Wajah (keridhaan) Allah SWT dalam setiap amal. Inilah yang merupakan haqiqat ikhlash yang mana tanpanya seluruh amal bahkan seluruh kehidupan ini adalah kegelapan belaka. 

Memperbaiki kesalahfahaman kita selama ini yang menganggap bahwa diri, harta dan waktu adalah milik kita, padahal sesungguhnya milik Allah. Allah SWT memberikan semua itu kepada kita sebagai amaanah (titipan). 

Dan kesempurnaan semua itu adalah dengan meninggalkan hal yang sia-sia (Tarku maalaa ya’ni). Dengan tujuh hal tersebut Insya Allah akan mudah bagi kita untuk memelihara kesempurnaan Rukun Iman, menegakkan keseluruhan Rukun Islam dan mewujudkan semua cabang kesempurnaan Diinul-Islam yang meliputi: Imaaniyyah, ‘Ubuudiyyah, Mu’aamalah, Mu’aasyarah dan Akhlaaq. 

Khatib Id AdhaTgk Zulqarnaen Ridhwaniy
Khatib: Pimpinan “Umar Farouq Islamic Boarding School” Montasik Aceh Besar
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin