Headlines News :
Home » » Cara Terbaik Dalam Menanam Aqidah Bagi Remaja

Cara Terbaik Dalam Menanam Aqidah Bagi Remaja

Written By MAHA KARYA on Friday, October 12, 2012 | 10/12/2012

Syari’at Islam merupakan amanah Allah dan amanah sejarah yang diteruskan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan. Untuk memelihara kesinambungan itulah, maka setiap masyarakat menciptakan sistem pendidikan dalam rangka pembinaan generasi baru, sebagai pilar utama pelaksanaan cita-cita tersebut.  Dalam lembaga pendidikan inilah aqidah ditanamkan,  pikiran dicerahkan, sumber daya diberdayakan dan estafet diserahkan.

Sejak ibu mengandung, proses pendidikan agama itu, pada dasarnya telah terjadi. Seorang perempuan hamil harus menemukan kondisi psikhis yang membahagiakan, kondisi yang bebas dari depressi apalagi stress. Tumbuh-kembang fisik dan mental anak, sejak jabang bayi sampai lahir, banyak ditentukan kondisi psikhis ibu dan makanan yang baik dan berkualitas serta halal, agar anak ketika jadi manusia dewasa tidak melahap apa saja. 

Bila ia lahir, pertama yang diperbuat bapaknya adalah mengucapkan kalimat azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri, agar suara dunia yang didengar pertama kali adalah suara tauhid dan seruan yang baik. Ia diberi nama yang baik, karena nama adalah do’a. Ia dicukur rambutnya, seraya melaksanakan aqiqah, sebagai rasa syukur sekaligus seakan ucapan selamat datang kepada buah hati tersayang.  Ucapan itu disambut secara naluriyah dengan rasa cinta  si bayi kepada orang tua, ia punya rasa ketergantungan kodrati dan kesetiaan alamiyah. Allah SWT berfirman : “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanKu kecuali kasih sayang dalam keluargamu” (Q.S : 42 : 23)

Allah SWT menganugerahkan kepada setiap manusia tiga rongga besar pada fisiknya, yaitu rongga otak, rongga perut, dan rongga dada. Rongga otak, sebagai radar penangkap ilmu Allah SWT melalui ayat-ayat Allah dalam kalam Allah dan ayat-ayat Allah dalam alam Allah. Menurut para ulama, ada 1000 ayat dalam al-Qur’an berbicara tentang bagaimana mengisi rongga otak ini sebagai generator penggerak akal yang memproduksi ilmu, baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi, yang diisi sejak dari ayunan sampai ke liang lahat. Rongga perut, sebagai generator pembangkit energi eksternal, yang menggerakkan amal ibadah, perlu diisi dengan makanan yang halalan thayyiban mubarakan. Sedangkan rongga dada, sebagai pembangkit energi internal yang dapat mengangkat derajat manusia ke alam spritualitas ilahiyah, harus diisi dengan iman yang tangguh. Ada sekitar 3000 ayat menjadi sumber inspirasi pengembangan kecerdasan spiritual ini. Ada sekitar 2000 lagi ayat yang menjadi sumber inspirasi tentang akhlak.  Ketiga rongga ini secara berangsur mulai dibina secara kontinu sejak anak lahir.

Pada usia 1 sampai 7 tahun yang sering disebut fase balita, anak memiliki  sifat imitative, sifat peniruan, yaitu mengikuti sepenuhnya apa yang didapatkan dari orang tua dan lingkungan. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak dilahirkan anak kecuali dalam keadaan fitrah beraqidah tauhid, maka orang tuanyalah yang meyahudikannya, atau menashranikannya, atau memajusikannya”

Karena itu, pendidikan pada fese ini diberikan sesempurna mungkin, karena apapun yang didapat dari usia ini, akan muncul ke permukaan ketika ia hidup dewasa dan mandiri. Seluruh tingkah laku dan gerak gerik ibu-bapanya, akan menjadi klise dan rekam jejak bagi kehidupan anak kelak. Bukan hanya ibu-bapanya, tetapi masyarakat lingkungan yang bergaul dengan dirinya akan memberi pengaruh juga, siapa yang paling menarik akan menjadi potret yang tersimpan dalam pembendaharaan rohani anak. Karena itu secara lebih konkrit Pendidikan Agama terus dikuatkan dengan mengajarkan al-Qur’an, dan praktek ibadah lainnya. Dalam hal ini, faktor at-tarbiyah bil ‘adah (pendidikan dengan pembiasaan) at-tarbiyah bilqudwah/biuswatil hasanah  (pemberian contoh teladan yang baik) dan at-tarbiyah bilmua’idhah (pendidikan melalui monitoring dan controlling) merupakan kunci utama. Orang tua harus menjadi top leader bagi anak-anaknya. 

Sangat berhahaya terjadi deprivasi atau disfungsi orang tua di lingkungan keluarga. Wujuduhu ka ‘adamihi, Ada seperti tiada. Lebih berbahaya lagi, ada orang tua yang tidak layak tiru, semisal orang tua yang shalatnya bolong-bolong, dan bahkan masih ada yang sepanjang tahun tidak shalat, kecuali shalat 2 hari raya. Juga sangat berbahaya, anak yang menerima pengaruh dari pengasuh yang kurang taat dan awam dalam hal agama. Karena itu ibu-bapak, betapapun sibuknya tetap harus menyediakan waktu untuk memperhatikan anak dalam segala aspeknya. Mengurus negara adalah fardhu kifayah, banyak lagi orang yang mengurusnya, tetapi mengurus dan mendidik anak adalah fardhu a’in, dan tak ada orang lain yang mengurusnya. Seorang ulama mengatakan, ketika nanti di akhirat orang tua mau masuk syurga, anak menariknya dan minta hak mendidiknya dari orang tua.

Laju pertumbuhan anak kini mencapai usia tamyiz atau usia mampu membedakan mana yang baik dan benar serta mana yang tidak, yaitu usia 7-12 tahun. Fase ini disebut fase objektif dan perhatian sedang tertuju pada dunia eksternal (dunia luar), disebut juga masa sosial pertama dan sedang mencari pribadi model sebagai idolanya.  Pertumbuhan jiwa agama sangat dipengaruhi oleh teman-teman pergaulannya. Untuk fase ini dituntut orang tua dan guru agama yang simpatik, cakap dan berwibawa serta berwawasan luas. Karena itu Rasulullah SWT menganjurkan orang tua untuk mulai melatih shalat pada fase ini : “Suruhlah anak-anak shalat pada usia 7 tahun dan apabila masih meninggalkan shalat sementara ia sudah berumur 10 tahun maka tingkatkan pendisiplinan anak dengan sanksi tertentu secara wajar”. 

Pendidikan agama ini diteruskan pada fase berikutnya yang disebut fase murahiqah, yaitu fase remaja, usia pubertas, masa aqil baligh berusia 12-18 tahun. Kalangan psikolog menyebutnya sebagai  fase pancaroba. Pada fase ini, anak remaja mulai berkembang kemampuan berfikir abstrak, berfikir logis dan kritis, kehidupan batinnya bersifat rasional. Timbulnya gejala sturm and drang, yaitu  semangat yang meluap-luap panas membara se-akan ingin merombak dunia. Karena itu isi pendidikan agama yang diberikan harus  dengan pendekatan objektif dan rasional. Banyak anak remaja yang sudut jiwanya kosong, disebabkan kurang kasih sayang, perhatian dan pendidikan agama di rumah tangga  akan diisi oleh “idola gaulnya yang terkadang merusak perkembangan jiwanya”. Anak-anak akan mencari sosok idolanya di luar rumah sebagai kompensasi jiwanya.

Untuk itu, hadhirin, diperlukan wadah-wadah kegiatan soisial keagamaan yang terpimpin dan terkendali, sehingga tidak terjebak ke dalam group gaul yang negatif. Usia ini sangat rentan untuk terpengaruh kepada penyalahgunaan zat terlarang tersebut. Penelitian menunjukkan, 97% penyalah guna zat tersebut adalah anak usia ini. Remaja dengan kondisi keluarga tidak baik mempunyai resiko 7.9 kali untuk menyalahgunakan narkoba. Remaja dengan depresi mempunyai resiko 18.8 kali untuk menyalahgunakan narkoba. Komitmen agama dan ketaatan menjalankan ibadah akan menjadi benteng utama yang dapat menbendung anak menjadi pemakai narkoba. Penelitian membuktikan, bahwa remaja yang komitmen agamanya lemah mempunyai resiko lebih tinggi 4 kali untuk terlibat penyalahgunaan narkoba bila dibandingkan dengan remaja yang komitmen agamanya kuat. Karena itu diperlukan penguatan pendidikan agama serta pengawasan orang tua yang ketat terhadap anak dalam hal ibadah dan teman pergaulannya.

Sebagai masyarakat, baik individual maupun kolektif, kita perlu memberikan keteladanan atau uswatun hasanah kepada generasi muda kita dalam semua aspek kehidupan. Yang jadi pertanyakan, masihkah profil masyarakat kita berfungsi sebagai wahana pendidikan generasi penerus, manakala setiap hari sebagian orang  mempertontonkan ketidak jujuran, ketidak disiplinan, dan ketidaktaatan di hadapan anak-anak. Keteladanan seakan menjadi barang langka dalam masyarakat, bahkan di hadapan anak-anak kita, yang sedang menjalani suatu proses pendidikan sekalipun. Sebagian komunitas telah tersandera dalam kemiskinan kultural dan moral. Yang paling memprihatinkan ialah miskin kejujuran, miskin amanah dan miskin keteladanan. Prilaku pengedaran uang palsu, prilaku menyunat bantuan, prilaku yang tidak tahan terhadap godaan uang, prilaku pelecehan, dan kasus moral lainnya yang tiap hari terjadi dan  diekspos media kerap menimbulkan kerapuhan pegangan nilai dalam diri anak, terutama bagi mereka yang tidak memiliki benteng moral yang kokoh disebabkan kurangnya pendidikan agama yang diterimanya.

Apabila kita berbicara pendidikan agama dalam konteks Nasional, pengertiannya mencakup dua hal, yaitu pertama, kelembagaanya, dan kedua, isi pendidikannya. Kritik yang sering dilontarkan masyarakat dan pihak orang tua murid selama ini, adalah pendidikan agama di sekolah umum, belum mampu mengantarkan peserta didik untuk dapat memahami dan mengamalkan agamanya dengan baik dan benar. Sebagai contoh yang sering dikemukakan, anak-anak Islam yang sejak di sekolah dasar telah memperoleh pendidikan agama, setelah tamat di tingkat menengah banyak di antaranya yang belum mampu membaca kitab suci al-Qur’an dengan baik, apalagi menulis dan menerjemahkan isinya. Demikian pula, kemampuan dalam praktek amal ibadah, tidak seperti yang diharapkan. Selain kelemahan dari segi penguasaan materi (dimensi kognitif), juga dalam hal prilaku (dimensi afektif). Dampak nilai-nilai luhur agama, dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah, oleh sebagian masyarakat dinilai kurang nampak, dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah untuk sebagian telah berhasil membina otak, tetapi nyaris gagal membina watak.  

Atas dasar itu semua, dalam rangka penerapan syari’at Islam secara kaffah, yang lebih intensif lagi,  maka diperlukan suatu komitmen yang kuat untuk menjadikan sekolah sebagai sistem pendidikan yang Islami di bumi Aceh tercinta ini dengan menambah jam pelajaran agama  setara madrasah baik untuk tingkat pendidikan dasar maupun menengah serta mewajibkan mampu baca al-Qur’an pada semua jenjang, terutama dasar dan menengah. Sudah saatnya di era Aceh baru sekarang ini untuk menjadikan Dayah, Madrasah dan Sekolah sebagai tri pusat pendidikan formal, yang Islami, unggul dan berkualitas di Aceh yang kita cintai ini.

H. Warul Walidin AK, Khatib Ketua MPD Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin