Musim Haji dan Qurban

Musim Haji di ambang mata. Memasuki bulan Dzulhijjah ingatan kita pun tertuju akan dua kegiatan ibadah yang serupa, tapi tak sama, berhaji dan qurban kedua ibadah ini identik dengan kemapanan finansial dibarengi dengan niat yang kuat. Tanpa memiliki keduanya sulit dalam melaksanakannya, kecuali peran Allah berupa izin dan karunia.

Kini keinginan berhaji yang didukung dengan cukup biaya transport dan akomodasi bukan berarti jalan mudah mengunjungi Mekkah-Medinah didapat dengan mudah. Buktinya, bagi jamaah calon haji yang tahun ini baru mendaftarkan diri, baru dapat diberangkatkan lebih satu dasa ke depan. Tembok quota sulit ditembus. Di tanah air, penantian panjang selama 13 tahun kemungkinan baru mendapatkan tiket ibadah yang diteladankan Nabi Ibrahim dan Ismail ini.

Ya, ada sebuah pembelajaran dalam meraih surga melalui haji mabrur. Uang bukan segalanya. Keinginan mesti dibarengi kesabaran. Jamaah haji melakukan semua ritual ibadahnya di Mekkah, Mina, Arafah dan Muzdalifah. Sedangkan yang umat Islam lainnya bisa merayakan hari raya Adha seperti halnya berqurban di mana saja.

Dalam berqurban, dapat dilakukan dimana pun. Siapa memiliki keinginan, ditopang keuangan yang ada, dengan spontan kita dapat memotong hewan qurban. Kalaupun tidak dapat secara tunai, arisan atau berqurban secara berkelompok cukup mempermudah terjadinya proses.

Ada hikmah dalam sulitnya berhaji dengan lebih mudahnya berqurban. Allah memberikan kesempatan kepada umatnya, agar memperbanyak urusan ibadah sosial seperti qurban, sedekah dan berzakat yang berujung pada kemaslahatan umat. Berbagi empati sebanyak dan sesering mungkin dapat menempa kita menjadi insan peka sosial.

Bayangkan disaat kepedulian terhadap sesama sudah menjadi prilaku sehari-hari, seiring perjalanan waktu maka Allah mengundang mengunjungi Baitullah di tanah suci. Insya Allah.