Oleh : Drs. Tgk. H. Ghazali Mohd. Syam
Merupakan suatu kewajaran apabila muslim memandang Ramdhan sebagai saat yang sangat membahagiakan dan Alhamdulillah kita telah melaksanakan ibadah tahunan ini selama 13 hari. Ramadhan adalah latihan memerangi dan mengendali hawa nafsu lewat ibadah puasa ini. “Tidak ada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan seseorang yang lulus dan sukses menunaikan tugas kewajibannya.” demikian ungkapan Saidina Ali. ra.
Hikmah yang sangat penting dari ibadah puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa (muttaqiin) kepada Allah SWT. Tujuan tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183 : “Wahai orang –orang yang beriman, telah diwajibkan ibadah shaum (puasa) atas kamu sekalian , sebagaimana telah diwajibkan kepada generasi-generasi sebelum kamu, mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa.”
Taqwa merupakan gelar ilahiyah yang hanya diberikan Allah SWT kepada orang mukmin dan muslim yang berhasil memanifestasikan aqidah dan ibadahnya, iman dan amal shalehnya selama hidupnya dimuka bumi ini. Taqwa merupakan derajat insani yang paling tinggi dan mulia disisi Allah Swt. Sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Allah SWT. Untuk mareka yang bertaqwa, Allah menjanjikan berbagai anugerah kehidupan didunia ini terutama di akhirat kelak nanti.
Dalam kehidupan dunia mereka diberikan kemudahan–kemudahan dalam menghadapi berbagai masalah atau problema kehidupan, baik berupa problema pribadi, problema keluarga maupun problema sosial kemasyarakatan. Allah akan memudahkan kepadanya, baik yang turun dari langit maupun yang terpencar dari bumi. Hal tersebut sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang bunyinya sebagai berikut : ”… sekiranya penduduk negeri –negeri beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., pastilah Kami akan melimpahkan kepada mareka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mareka berdusta maka kami menyiksa mareka disebabkan usaha mareka sendiri”
Orang –orang yang bertaqwa memiliki komitmen diri yang tinggi terhadap nilai nilai ilahi. Mereka adalah kolompok insani yang paling sadar akan tugas, fungsi dan posisi hidupnya didunia ini, yaitu sebagai hamba Allah dan khalifatullah fil ardh. Kesadaran ini merupakan dasar keimanan kepadaNya, yang membukakan hati nuraninya untuk menerima Islam sebagai pedoman hidup dan mengamalkannya dalam bentuk peribadatan dan masalah social kemasyarakatn. Keterbukaan hati nurani untuk menerima Islam sebagai satu-satunya agama yang dipeluk, merupakan pertanda bahwa dirinya telah memperoleh hidayat dari Allah SWT.
Peribadatan adalah sebagai manifestasi dari kesadaran sebagai hamba Allah. Dan hal ini dapat merupakan upaya untuk memelihara potensi insaniyah, yakni fithrah, kesucian dari dausa dan noda, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW Yang berbunyi : ”Setiap bayi yang dilahirkan berada dalam keadaan fitrah. Dan sesungguhnya orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”
Kepedulian untuk memelihara kesucian jiwa merupakan satu-satunya alternatif dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup, yaitu menjadi kekasihNya Allah, baik didunia ini maupun diakhirat nanti. Sehubungan dengan tazkiyyatun nafsi inilah kita melaksanakan ibadah shalat, melaksanakan puasa Ramadhan, mengeluarkan zakat termasuk zakat fithrah dan ibadah-ibadah lainnya.
Manusia hidup di bumi ini adalah sebagai khalifah Allah yakni sebagai penguasa dibumi ini. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Allah sendiri didalam surat Al- Baqarah ayat 30 : ”Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah diatas bumi ini , mareka berkata, Mengapa engkau menjadikan dibumi ini orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau, Allah berkata : Sesungguhnya Aku mengetahui dengan apa yang tidak kamu mengetahui“
Sebagai khalifah kita mempunyai misi suci untuk memakmurkan atau mensejahterakan umat manusia dan menebarkan rahmat dialam dunia ini. Allah SWT menciptakan manusia bukanlah untuk melipat gandakan kemaksiatan ,bukan pula untuk menyebar luasklan kehidupan yang hina dina, akan tetapi Allah menciptakan manusia, memberi kesempatan kepada mareka untuk memperluas dan memperdalam ilmu dan beramal yang bermanfaat, menegakkan kebenaran dan memakmurkan bumi ini. Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan dan kemudharatan. Dan andaikata manusia menyimpang dari tugas-tugas kekhalifahan maka manusia akan terhina dan binasa.
Dalam memanifestasi misi suci tersebut, umat Islam dituntut agar senantiasa peduli terhadap upaya peningkatan kualitas keilmuan dan kesejahteraan sesama umat Islam. Kepedulian itu merupakan hal yang sangat penting, kena apa, karena mengingat kondisi objektif kehidupan umat Islam dewasa ini, belum begitu menggembirakan, masih banyak yang memperihatinkan.
Dibelahan dunia, masih banyak Umat Islam yang hidupnya terlantar dan terbelakang, yang tergolong mustdh’afiin, kaum dhuafa’ atau lemah dalam tatanan politik, ekonomi, pendidikan , kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Keadaan tersebut memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi dunia Islam. Kondisi seperti ini sudah barang tentu tidak menunjang misi umat Islam itu sendiri, sebagai rahmatan lilaa’lamiin. Karena jangankan dapat berkiprah bagi kesejahteraan alam, masalah sendiri pun belum terpecahkan dengan sebaik-baiknya.
Puasa alat indera
Pada bulan yang penuh barkah ini, kita berupaya untuk mengendalikan hawa nafsu amarah, menghindari pertengkaran mulut, perkelahian, perdebatan cemooh dan omongan kasar dan tajam yang dapat menyentuh qalbu dan menyakitkan hati sesame kita. Bahkan kita hentikan semua pembicaraan yang tidak bermakna, berkata cabul, mengunjing orang dan semua prilaku yang dapat mengganggu relasi sesama kita, Hal ini disebabkan dapat merusak nilai-nilai ibadah puasa kita.
Sebagai tolok ukur peningkatan nilai ibadah puasa kita adalah saya ambil sebuah sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Jabir bin AbdullahYang berbunyi sebagai berikut : “Apabila Engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu, dan lidahmu dari dusta dan dausa.” Hindari perbuatan menyakiti pembantu. Jadikanlah hari puasamu penjaga dan pemelihara diri serta ketenangan. Jangan enkau jadikan saat tidak berpuasa sama dengan saat berpuasa.
Akhirnya mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, telah berapa kali kita melewati bulan Ramadhan? Telah berapa kali kita melaksanakan puasa Ramadhan?. Apa yang berubah setelah kita melaksanakan puasa Ramadhan? Apa yang meningkat setelah bulan Ramadhan?. yang jelas jatah umus sudah berkurang sedangkan bilangan umurnya meningkat. Pernyataan-pernyataan yang kami sampaikan mari kita jawab sendiri. Amiin.
Khatib, Ketua MPU Aceh
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !