Barangkali belum banyak orang tahu akan keberadaan Yayasan Raudhatal Qura’ Aceh. Maklum Taman Pendidikan Seni Baca al-Quran ini baru setahun ini berkiprah. Tapi, singkatnya waktu berkiprah bukan berarti minim prestasi. Sudah berbilang prestasi diraih santri yayasan ini di level Kota Banda Aceh maupun di Kabupaten Aceh Besar.
Pada MTQ Aceh Besar baru-baru ini, peringkat I didominasi santri yayasan yang bertempat di Lampeneurut Kecamatan Darul Imarah – Aceh Besar ini, yaitu Nursyarifah (Tilawah Dewasa Putri), M Yusuf (Tilawah Remaja Putra), Maulidin Afdhal (Tilawah Kanak-kanak Putra), dan Jamil (Tartil Putra).
Begitu juga pada MTQ Kota Banda Aceh 2012. Santri yang baru dibimbing ternyata mampu unggul sebagai Juara I Tilawah Dewasa Putri, Juara III Tilawah Dewasa Putra, Juara III Tingkat Remaja Putri. Sedangkan di Cabang Tartil Kanak-kanak Putra dan Putri berhasil menempatkan pada peringkat II dan III.
Yayasan yang dipimpin Mahlil M Jamil SHi, ini mulanya berupa balai pengajian, berdiri pada tahun 2010, kala itu hanya ada 4 peminat. Setelah memiliki sekitar 100 santri, pada Mei 2011 balai pengajian bermetamorfosis menjadi yayasan. Hingga saat ini, ia bersama sejumlah pembimbing akan terus membimbing santrinya yang kini berjumlah 180 orang yang dibagi dalam 4 kelas masing-masing 2 kelas untuk tingkat dasar dan senior. “Target juara bukan mutlak dikejar. Tapi ini penyemangat santri agar rajin berlatih,” sebut Mahlil didampingi istrinya, Nurul Fajri SPdi yang merangkap sebagai tenaga administrasi.
Selain program pembinaan tilawatil quran, yayasan ini juga memiliki program pembinaan tahfidzul quran, haflah, mushabaqah, dan nasyid. Ustadz dan ustadzah yang membina merupakan sosok berprestasi, baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Banjir prestasi bukan berarti yayasan penuh fasilitas. Justru sarana pendukung yang dimiliki yayasan ini belum memadai. Ruang masih kosong. Tidak ada penyekat ruang, apalagi ruang kedap suara. Dan ruang yang terpisah karena dinding belum dibobol sebagai penghubung kelas. Yang terlihat beberapa ambal sumbangan pihak lain. Mikrofon yang ada juga merupakan pinjaman tim haflah.
Beruntung toko 2 pintu yang dijadikan tempat belajar mengajar tidak dipungut biaya sewa. “Toko ini milik ayah saya yang diserahkan untuk membimbing seni baca Qur’an,” tutur Mahlil. Ruang ini tidak cukup menampung santri pada hari Kamis dan Ahad. Karena di hari tersebut sebagian besar santri belajar tilawah, sehingga pihak yayasan meminjam Aula UDKP Kantor Camat Darul Imarah yang berseberangan dengan kantor yayasan. Sedangkan untuk biaya akomodasi dan operasional dipungut dari santri yang dikenakan infaq Rp 25 ribu/bulan. Meski tergolong murah, ada juga santri yang menunggak hingga enam bulan.
Prihatin memang. Sebuah institusi yang memerdukan suara dalam membaca Qur’an justru tidak bisa memberi lebih kepada para ustazd dan ustadzahnya. Sementara sebagian besar dari kita menghabiskan waktu di warnet, PS maupun kursus bahasa asing atau komputer dalam sebulan mencapai ratusan ribu rupiah. ison
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !