Tidak bisa dibantah lagi, umat Islam yang merasakan suasana Ramadhan di Aceh kemudian berpuasa di luar Aceh sebut saja seperti Jakarta, maka terasa benar perbedaannya. Selalu ada kerinduan untuk menikmati kembali berpuasa di Serambi Mekkah. Bagi warga Aceh di rantau, lingkungan berpuasa di tanah kelahiran selalu terkesan.
Atmosfir puasa di Tanoh Endatu ini sangat membekas. Hal ini langka dijumpa di wilayah lain. Saya mencatat paling kurang ada lima kenikmatan berpuasa di Tanah Rencong.
Pertama, waktu berpuasa sekitar 14 jam yang juga berlaku untuk kawasan Asia Tenggara. Bayangkan saudara kita di Eropa yang puasanya mencapai 20 jam sehari pada Ramadhan tahun ini seperti di Helsinki tempat diteken MoU RI-GAM pada Senin, 15 Agustus 2005.
Karena itu, mereka yang tinggal di benua yang matahari lebih lama beredar ditambah sebagai umat minoritas, maka sangat terasa sekali berpuasa. Ada di antara umat Islam yang mengikuti jadwal buka puasa pada negara tetangga.
Kenikmatan kedua berpuasa di Serambi Mekkah yakni kita bakal sulit menemukan penjual makanan secara terbuka. Polisi Syariat, Satpol PP dan lain-lain siap mengangkut makanan dan pemiliknya ke kantor jika melanggar ketentuan waktu. Tentu saja sangat berbeda di tempat lan seperti Medan atau Jakarta. Warung nasi terbuka di mana-mana dengan memakai tirai seadanya.
Kenikmatan ketiga, menunaikan Rukun Islam ketiga yakni nyaris tidak ada aurat yang diumbarkan di mana-mana. Mayoritas pria dan perempuan menutup aurat. Sejauh mata memandang, yang tampak kibaran kain jilbab yang melambai-lambai. Bukankah ini sebuah kenikmatan berpuasa di Bumi Cut Nyak Dhien tanpa perlu ketakutan mengurangi amal dosa karena menyaksikan aurat lawan jenis?
Kenikmatan keempat yakni ketika berbuka puasa. Nyaris di seluruh Aceh tidak macet di jalan seperti di Jakarta atau kota lain di Indonesia. Mayoritas anggota keluarga bisa berbuka puasa di rumah tanpa perlu ketakutan macet. Untuk hal ini, kita teringat iklan di televisi warga yang berbuka puasa di bus kota dengan sebotol teh dan sebutir kurma. Sebuah kenikmatan jika bisa berbuka puasa di rumah atau menghadiri undangan rekan.
Kenikmatan kelima, ketika shalat tarawih, suasana kota agar hening. Lalu lintas berkurang karena warga shalat di masjid-masjid atau tinggal di rumah saja. Jika pun mau ke kafe-kafe atau pasar, maka pada umumnya tempat-tempat itu masih tertutup. Walhasil, ini mendorong umat shalat tarawih atau tinggal di rumah saja. Suasana Aceh sangat mendukung mendulang amal-amal selama puasa. (Murizal Hamzah)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !