Khatib : Tgk H Faisal Ali
Abu Dzar Al-Ghifari, berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Lalu Rasulullah bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah dasar segala urusan.”
Wasiat Rasulullah SAW tersebut berlandaskan kepada firman Allah SWT: “Orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa, bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
Bila manusia senantiasa membekali diri dengan taqwa kepada Allah, maka ia akan senantiasa dapat memelihara dirinya dari segala macam perbuatan tercela dan menyimpang, yang dapat mencelakakan dirinya dan orang lain. Orang bertaqwa tidak akan mudah terbujuk dan terjerat rayuan dan godaan setan, serta tidak akan mudah terpengaruh oleh kerusakan zaman. Tidak mudah terlena dengan gemerlap dan kemewahan dunia.
Orang yang bertaqwa akan senantiasa mengisi lembaran-lembaran hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Tipe orang taqwa adalah tipe orang sederhana dalam hidupnya, gemar melakukan amal saleh dan hatinya tidak terpisah dengan rumah Allah yang sangat mulia dimanapun dia berada. Mereka sadar, bahwa segala apa yang dianugerahkan oleh Allah tidak akan membawa manfaat, bila segala sesuatu yang ia miliki itu, baik ilmu, harta, pangkat bahkan ibadah yang dijalankan tidak dilandasi ketaqwaaan kepada Allah SWT. “Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling tinggi nilai ketakwaannya.”
Semua teori terbukti gagal dalam mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan bagi umat manusia. Dunia tidak bisa meraih kemuliaan dan kebahagiaan kecuali dengan Islam. “Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kalian bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi.” (QS An-Nur: 55).
Allah SWT memberikan pertolongan kepada orang yang bertaqwa, bukan hanya ada kemudahan dalam urusan kehidupannya, tetapi juga memberikan perlindungan di hari yang keberadaan matahari sangat dekat di atas kepala. “Kami pasti menolong para rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya qiamat” (QS Ghafir: 51)
Shalat
Islam diturunkan untuk membentuk manusia yang sadar akan jati dirinya sebagai seorang hamba sekaligus sebagai agama yang menjamin kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Kualitas keimanan dalam Islam selalu dikaitkan dengan amal seleh. Memakmurkan masjid bahagian dari amal saleh yang dilekatkan dengan simbol-simbol kemegahan dan ketakwaan yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar serta menjadi spirit kesetaraan antara sesama manusia.
Filosofi shalat Jumat sekiranya diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan, insya Allah, kita akan makmur dan memperoleh kembali kehormatan yang terinjak. Ada tiga hal yang menjadi tinjaun dalam pelaksanaan shalat Jumat. Pertama, adanya khatib yang menyampaikan pengajaran yang dalam unsur pemerintahan adalah ulama yang menyampaikan pertimbangan dan nasihat kepada pemimpin dan masyarakat.
Kedua, adalah imam, yang dalam struktur pemerintahan adalah pimpinan. Seorang pemimpin haruslah peka dan sensitif terhadap keadaan makmum yang terdiri dari berbagai kelompok. Khatib termasuk salah seorang yang mendoakan supaya terwujud apa yang disampaikan oleh Gubernur Zaini Abdullah. Pesan gubernur kepada pemimpin di seluruh Aceh supaya tidak bersikap sombong, angkuh dan berfoya-foya di atas penderitaan rakyat. Pemimpin harus santun dan beretika serta bekerja keras untuk meringankan beban masyarakat, bukan malah menambah beban masyarakat.
Ketiga, makmum yang di dalam kehidupan lain adalah rakyat yang dituntut untuk senantiasa mendengar serta mangamalkan tausiah ulama dan selain itu ada hal penting yang tidak boleh diabaikan oleh rakyat yaitu harus memberikan dukungan, doa dan menjaga keterpaduan gerak dengan pemimpin. Gerakan dan bacaan shalat makmum tidak boleh mendahului gerakan dan bacaan shalat imam. Filosofi ini semestinya tidak terpisahkan dengan aktifitas keseharian kita.
Masjid adalah “rumah Allah”, tempat umat Islam menjalin pertalian ruhaniyah dengan Allah Swt dan masjid juga tempat dimana umat Islam menjalin hubungan dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, secara lahir dan batin.merajut persaudaraan sejati sebagai sesama hamba,sebagai makhluk yang paling dimuliakan-Nya.Persaudaran sejati seperti ini adalah modal yang sangat kokoh untuk misi ke-khalifahan manusia untuk memakmurkan bumi Allah dengan mewujudkan kesejahteraan,kemajuan dan keadilan bagi semua.
Masjid
Masjid pada hakikat utamanya adalah sebuah tempat untuk manifestasi ketundukan dan ketaatan seorang mukmin kepada Allah SWT. Dengan kata lain, masjid merupakan ekspresi ibadah seorang muslim.
Manusia yang dinilai mempunyai kecerdasan emosi adalah yang mempunyai etika berhubungan dengan orang lain, penghargaan terhadap nilai–nilai keindahan, jiwa yang baik, pribadi yang sensitif, teratur, bersih dan ketajaman jiwa yang mampu memahami satu kesalahan dan mampu mendeteksi kapan itu terjadi.
Dalam Al-Quran terdapat dua perintah memakmurkan. Memakmurkan masjid termasuk menjadikan masjid sebagai sekolah untuk internalisasi nilai-nilai kebaikan dan kebajikan serta ilmu pengetahuan.
Atas dasar ilmu pengetahuan inilah peradaban Islam tumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap peradaban dunia. “Sesungguhnya yang mau memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta tidak takut kecuali kepada Allah, maka besar harapan mereka akan menjadi orang-orang yang terbimbing. (QS. At-Taubah: 18).
Dalam ayat di atas, Allah menghubungkan keimanan dan derajat ketinggian iman seseorang tergantung sejauh mana usahanya memakmurkan masjid sebagai rumah Allah. Untuk lebih memotivasi kita dalam memakmurkan masjid, menarik juga untuk kita perhatikan hadits Rasulullah berikut ini: Dari Abî Umâmah, dari Nabi SAW bersabda, ”Siapapun berangkat menuju masjid dan ia tidak menginginkan kecuali untuk belajar kebaikan atau mengetahui kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang hajinya sempurna.” (HR Al-Thabrânî)
Dan yang kedua adalah perintah memakmurkan bumi sebagaimana Allah berfirman: “Dia (Allah) yang telah menciptakan kalian dari bumi dan menuntut kalian memakmurkannya, lalu bermohonlah ampun kepada-Nya dan kembalilah kepada-Nya, sungguh Tuhanku Mahadekat lagi Maha Mengabulkan permohonan. (QS Hud: 61)
Memakmurkan masjid
Harga diri ummat Islam di satu negeri tercermin pada sejauh mana kondisi dan keadaan serta kemakmuran masjidnya. Jika masjidnya buruk atau bagus tapi kosong dari aktivitas maka buruk jugalah harga diri ummat di negeri itu. Namun, jika masjidnya baik, rapi dan makmur, maka menjadi tinggilah harga diri ummat di daerah itu. Umar bin Khattab RA dalam satu khutbahnya, menambahkan bahwa ciri-ciri orang munafik adalah orang yang membangun rumah pribadinya lebih besar dan lebih indah dari masjid di kampungnya.
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa membangun masjid, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah istana di surga.”
Konsep Islam atas pembentukan masyarakat itu dapat disebut sebagai konsep madanî, yakni sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah SAW membangun kerangka masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun atas tiga landasan utama yaitu: masyarakat yang berbasis masjid; berdasarkan persaudaran; dan masyarakat yang diatur oleh hukum yaitu Piagam Madinah.
Agama yang kita pahami, bukanlah agama yang sekadar mengatur kehidupan pribadi seorang manusia dengan Allah SWT. Namun kita meyakini bahwa Islam sebagai sebuah entitas agama, adalah juga manhâj yang mengatur hubungan antar sesama. Oleh sebab itu, selain untuk mengantarkan individu muslim menjadi pribadi yang saleh, Islam juga memiliki konsep untuk mengantarkan sebuah masyarakat yang saleh, baik itu secara material maupun spiritual, jasmani ataupun rohani.
Yang perlu ada jawaban dari kita adalah: kenapa langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah adalah memulainya dari masjid? Maka, jawabannya adalah karena masjid bukan hanya berfungsi menciptakan kesalehan lahiriyah saja tetapi masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk mematikan virus-virus kesombongan,keangkuhan dan keserakahan yang berakibat kepada hilangnya kehormatan diri,keluarga dan agamanya.
Adalah sangat disayangkan, masih ada di kalangan umat Islam yang menempatkan masjid sebagai elemen bagian dari kehidupan masyarakat, bukan elemen utama dalam membangun masyarakat. Cara pandang seperti itu dikarenakan adanya ideologi sekular yang menafikan peran agama dalam pembangunan masyarakat. Padahal sejak awal kemunculannya, bahwa sebenarnya Islam merupakan lebih dari sekadar suatu sistem teologi saja, Islam adalah suatu peradaban yang komplit.
Seseorang yang memulai pekerjaannya dengan semangat kemegahan masjid mampu menepis rasa takut untuk berbuat dan menghapus gentar dalam menghadapi resiko hidup. Dipastikan hilangnya nilai kesakralan masjid didalam sanubari seorang muslim akan melahirkan fatalistis yang menyerahkan diri kepada nasib, atau bersikap apatis dan pesimis. Keyakinan kesucian masjid menambah kekuatan besar berupa energi rohaniah yang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.
Rasulullah Saw bersabda: “Siapa mendatangi masjid berarti dia menjadi tamu Allah.” Melalui nilai-nilai spiritual masjid dapat kita bangun karakter yang kuat yang didasarkan pada akhlak mulia dan senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Karakter yang seperti itulah menjadi modal dasar dalam melaksanakan pembangunan. Karena dengan jiwa yang didasari pada ketakwaan maka pembangunan dapat berjalan dengan baik yang menghadirkan nilai kejujuran dan anti pengkhianatan.
Dibalik pemikiran umat Islam khususnya Aceh sekarang yang hanya terfokus pada pembangunan dan keindahan fisik masjid semata tanpa memikirkan langkah-langkah untuk memakmurkannya, muncul kekhawatiran, sejarah kelam terkait perebutan dan pembumihangusan masjid beberapa abad lalu di benua Europa, tidak mustahil akan terjadi di daerah yang dijuluki dengan Serambi Mekkah ini.
Oleh karena itu, hendaknya kita kembali mengoreksi cara pandang kita terhadap Islam, yang dengan cara itu niscaya kita dapat kembali menempatkan masjid seperti yang telah difungsikan oleh Rasulullah dan generasi emas setelahnya. ”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping menyembah Allah.”(Q.S.al-Jin.18).
Dengan semangat ketakwaan, marilah kita bersama-sama menjadikan masjid sebagai pintu utama untuk melakukan perubahan dalam berbagai segmen kehidupan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, memberikan jalan yang lurus kepada kita semua serta menuntun kita dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wassalam.
Wasiat Rasulullah SAW tersebut berlandaskan kepada firman Allah SWT: “Orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa, bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
Bila manusia senantiasa membekali diri dengan taqwa kepada Allah, maka ia akan senantiasa dapat memelihara dirinya dari segala macam perbuatan tercela dan menyimpang, yang dapat mencelakakan dirinya dan orang lain. Orang bertaqwa tidak akan mudah terbujuk dan terjerat rayuan dan godaan setan, serta tidak akan mudah terpengaruh oleh kerusakan zaman. Tidak mudah terlena dengan gemerlap dan kemewahan dunia.
Orang yang bertaqwa akan senantiasa mengisi lembaran-lembaran hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Tipe orang taqwa adalah tipe orang sederhana dalam hidupnya, gemar melakukan amal saleh dan hatinya tidak terpisah dengan rumah Allah yang sangat mulia dimanapun dia berada. Mereka sadar, bahwa segala apa yang dianugerahkan oleh Allah tidak akan membawa manfaat, bila segala sesuatu yang ia miliki itu, baik ilmu, harta, pangkat bahkan ibadah yang dijalankan tidak dilandasi ketaqwaaan kepada Allah SWT. “Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling tinggi nilai ketakwaannya.”
Semua teori terbukti gagal dalam mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan bagi umat manusia. Dunia tidak bisa meraih kemuliaan dan kebahagiaan kecuali dengan Islam. “Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kalian bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi.” (QS An-Nur: 55).
Allah SWT memberikan pertolongan kepada orang yang bertaqwa, bukan hanya ada kemudahan dalam urusan kehidupannya, tetapi juga memberikan perlindungan di hari yang keberadaan matahari sangat dekat di atas kepala. “Kami pasti menolong para rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya qiamat” (QS Ghafir: 51)
Shalat
Islam diturunkan untuk membentuk manusia yang sadar akan jati dirinya sebagai seorang hamba sekaligus sebagai agama yang menjamin kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Kualitas keimanan dalam Islam selalu dikaitkan dengan amal seleh. Memakmurkan masjid bahagian dari amal saleh yang dilekatkan dengan simbol-simbol kemegahan dan ketakwaan yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar serta menjadi spirit kesetaraan antara sesama manusia.
Filosofi shalat Jumat sekiranya diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan, insya Allah, kita akan makmur dan memperoleh kembali kehormatan yang terinjak. Ada tiga hal yang menjadi tinjaun dalam pelaksanaan shalat Jumat. Pertama, adanya khatib yang menyampaikan pengajaran yang dalam unsur pemerintahan adalah ulama yang menyampaikan pertimbangan dan nasihat kepada pemimpin dan masyarakat.
Kedua, adalah imam, yang dalam struktur pemerintahan adalah pimpinan. Seorang pemimpin haruslah peka dan sensitif terhadap keadaan makmum yang terdiri dari berbagai kelompok. Khatib termasuk salah seorang yang mendoakan supaya terwujud apa yang disampaikan oleh Gubernur Zaini Abdullah. Pesan gubernur kepada pemimpin di seluruh Aceh supaya tidak bersikap sombong, angkuh dan berfoya-foya di atas penderitaan rakyat. Pemimpin harus santun dan beretika serta bekerja keras untuk meringankan beban masyarakat, bukan malah menambah beban masyarakat.
Ketiga, makmum yang di dalam kehidupan lain adalah rakyat yang dituntut untuk senantiasa mendengar serta mangamalkan tausiah ulama dan selain itu ada hal penting yang tidak boleh diabaikan oleh rakyat yaitu harus memberikan dukungan, doa dan menjaga keterpaduan gerak dengan pemimpin. Gerakan dan bacaan shalat makmum tidak boleh mendahului gerakan dan bacaan shalat imam. Filosofi ini semestinya tidak terpisahkan dengan aktifitas keseharian kita.
Masjid adalah “rumah Allah”, tempat umat Islam menjalin pertalian ruhaniyah dengan Allah Swt dan masjid juga tempat dimana umat Islam menjalin hubungan dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, secara lahir dan batin.merajut persaudaraan sejati sebagai sesama hamba,sebagai makhluk yang paling dimuliakan-Nya.Persaudaran sejati seperti ini adalah modal yang sangat kokoh untuk misi ke-khalifahan manusia untuk memakmurkan bumi Allah dengan mewujudkan kesejahteraan,kemajuan dan keadilan bagi semua.
Masjid
Masjid pada hakikat utamanya adalah sebuah tempat untuk manifestasi ketundukan dan ketaatan seorang mukmin kepada Allah SWT. Dengan kata lain, masjid merupakan ekspresi ibadah seorang muslim.
Manusia yang dinilai mempunyai kecerdasan emosi adalah yang mempunyai etika berhubungan dengan orang lain, penghargaan terhadap nilai–nilai keindahan, jiwa yang baik, pribadi yang sensitif, teratur, bersih dan ketajaman jiwa yang mampu memahami satu kesalahan dan mampu mendeteksi kapan itu terjadi.
Dalam Al-Quran terdapat dua perintah memakmurkan. Memakmurkan masjid termasuk menjadikan masjid sebagai sekolah untuk internalisasi nilai-nilai kebaikan dan kebajikan serta ilmu pengetahuan.
Atas dasar ilmu pengetahuan inilah peradaban Islam tumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap peradaban dunia. “Sesungguhnya yang mau memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta tidak takut kecuali kepada Allah, maka besar harapan mereka akan menjadi orang-orang yang terbimbing. (QS. At-Taubah: 18).
Dalam ayat di atas, Allah menghubungkan keimanan dan derajat ketinggian iman seseorang tergantung sejauh mana usahanya memakmurkan masjid sebagai rumah Allah. Untuk lebih memotivasi kita dalam memakmurkan masjid, menarik juga untuk kita perhatikan hadits Rasulullah berikut ini: Dari Abî Umâmah, dari Nabi SAW bersabda, ”Siapapun berangkat menuju masjid dan ia tidak menginginkan kecuali untuk belajar kebaikan atau mengetahui kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang hajinya sempurna.” (HR Al-Thabrânî)
Dan yang kedua adalah perintah memakmurkan bumi sebagaimana Allah berfirman: “Dia (Allah) yang telah menciptakan kalian dari bumi dan menuntut kalian memakmurkannya, lalu bermohonlah ampun kepada-Nya dan kembalilah kepada-Nya, sungguh Tuhanku Mahadekat lagi Maha Mengabulkan permohonan. (QS Hud: 61)
Memakmurkan masjid
Harga diri ummat Islam di satu negeri tercermin pada sejauh mana kondisi dan keadaan serta kemakmuran masjidnya. Jika masjidnya buruk atau bagus tapi kosong dari aktivitas maka buruk jugalah harga diri ummat di negeri itu. Namun, jika masjidnya baik, rapi dan makmur, maka menjadi tinggilah harga diri ummat di daerah itu. Umar bin Khattab RA dalam satu khutbahnya, menambahkan bahwa ciri-ciri orang munafik adalah orang yang membangun rumah pribadinya lebih besar dan lebih indah dari masjid di kampungnya.
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa membangun masjid, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah istana di surga.”
Konsep Islam atas pembentukan masyarakat itu dapat disebut sebagai konsep madanî, yakni sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah SAW membangun kerangka masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun atas tiga landasan utama yaitu: masyarakat yang berbasis masjid; berdasarkan persaudaran; dan masyarakat yang diatur oleh hukum yaitu Piagam Madinah.
Agama yang kita pahami, bukanlah agama yang sekadar mengatur kehidupan pribadi seorang manusia dengan Allah SWT. Namun kita meyakini bahwa Islam sebagai sebuah entitas agama, adalah juga manhâj yang mengatur hubungan antar sesama. Oleh sebab itu, selain untuk mengantarkan individu muslim menjadi pribadi yang saleh, Islam juga memiliki konsep untuk mengantarkan sebuah masyarakat yang saleh, baik itu secara material maupun spiritual, jasmani ataupun rohani.
Yang perlu ada jawaban dari kita adalah: kenapa langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah adalah memulainya dari masjid? Maka, jawabannya adalah karena masjid bukan hanya berfungsi menciptakan kesalehan lahiriyah saja tetapi masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk mematikan virus-virus kesombongan,keangkuhan dan keserakahan yang berakibat kepada hilangnya kehormatan diri,keluarga dan agamanya.
Adalah sangat disayangkan, masih ada di kalangan umat Islam yang menempatkan masjid sebagai elemen bagian dari kehidupan masyarakat, bukan elemen utama dalam membangun masyarakat. Cara pandang seperti itu dikarenakan adanya ideologi sekular yang menafikan peran agama dalam pembangunan masyarakat. Padahal sejak awal kemunculannya, bahwa sebenarnya Islam merupakan lebih dari sekadar suatu sistem teologi saja, Islam adalah suatu peradaban yang komplit.
Seseorang yang memulai pekerjaannya dengan semangat kemegahan masjid mampu menepis rasa takut untuk berbuat dan menghapus gentar dalam menghadapi resiko hidup. Dipastikan hilangnya nilai kesakralan masjid didalam sanubari seorang muslim akan melahirkan fatalistis yang menyerahkan diri kepada nasib, atau bersikap apatis dan pesimis. Keyakinan kesucian masjid menambah kekuatan besar berupa energi rohaniah yang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.
Rasulullah Saw bersabda: “Siapa mendatangi masjid berarti dia menjadi tamu Allah.” Melalui nilai-nilai spiritual masjid dapat kita bangun karakter yang kuat yang didasarkan pada akhlak mulia dan senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Karakter yang seperti itulah menjadi modal dasar dalam melaksanakan pembangunan. Karena dengan jiwa yang didasari pada ketakwaan maka pembangunan dapat berjalan dengan baik yang menghadirkan nilai kejujuran dan anti pengkhianatan.
Dibalik pemikiran umat Islam khususnya Aceh sekarang yang hanya terfokus pada pembangunan dan keindahan fisik masjid semata tanpa memikirkan langkah-langkah untuk memakmurkannya, muncul kekhawatiran, sejarah kelam terkait perebutan dan pembumihangusan masjid beberapa abad lalu di benua Europa, tidak mustahil akan terjadi di daerah yang dijuluki dengan Serambi Mekkah ini.
Oleh karena itu, hendaknya kita kembali mengoreksi cara pandang kita terhadap Islam, yang dengan cara itu niscaya kita dapat kembali menempatkan masjid seperti yang telah difungsikan oleh Rasulullah dan generasi emas setelahnya. ”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping menyembah Allah.”(Q.S.al-Jin.18).
Dengan semangat ketakwaan, marilah kita bersama-sama menjadikan masjid sebagai pintu utama untuk melakukan perubahan dalam berbagai segmen kehidupan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, memberikan jalan yang lurus kepada kita semua serta menuntun kita dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wassalam.
Khatib, Wakil Ketua MPU Aceh
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !