Sejak bulan lalu lokasi wisata Ulee Lheue ditutup masyarakat setempat. Pasalnya, di sana kerap terjadi laku maksiat khususnya oleh kalangan muda-mudi. Dari pandangan Syariat hal ini memang ada benarnya. Tetapi, dalam pandangan ekonomi hal ini merugikan masyarakat setempat. Lantas, bagaimana solusi untuk masalah ini? Dan bagaimana sebenarnya konsep wisata yang islami itu? Berikut petikan wawancara Ibnu Syahri Ramadhan dengan Dr. Iskandarsyah Madjid, SE, MM
Bagaimana Anda melihat masalah wisata Ulee Lheue ini?
Hal ini tidak merugikan siapa pun. Kita harus lihat terlebih dulu mengapa lokasi wisata ini ditutup. Apa penyebabnya. Kalau karena maksiat, hal tersebut memang jelas kewajiban kita semua. Agama juga mengajarkan kalau kita tidak boleh mendiamkan kemungkaran. Saya sangat mendukung apa yang dilakukan masyarakat Ulee Lheue menutup kawasan wisata tersebut. Sebab, banyak daerah lain yang justru mendiamkan kemaksiatan semacam itu. Nah, permasalahannya sekarang adalah mengapa hal buruk demikian bisa terjadi?
Menurut Anda, mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Untuk mengembangkan wisata, hal penting yang harus dipenuhi adalah fasilitas. Nah, inilah yang saya rasa kurang di Ulee Lheue. Kita bisa melihat, kalau malam hari daerah itu remang-remang. Tentu saja kondisi ini memberikan peluang untuk bermaksiat. Karena itu pemerintah harus menyediakan lampu penerangan yang baik. Tidak hanya di Ulee Lheue, beberapa daerah lain juga demikian. Seperti jalan ke Blang Bintang, di sana banyak juga orang yang pacaran. Sebabnya juga karena kondisinya yang remang-remang. Jika pemerintah tidak menyediakan fasilitas semacam itu, bisa juga dengan memberikan syarat kepada pedagang. Seperti harus ada lampu penerangan tambahan. Sehingga orang tidak punya kesempatan untuk maksiat. Kuncinya tetap penyediaan fasilitas.
Bagaimana konsep wisata yang islami seharusnya?
Kita sering salah tanggap dalam menilai konsep wisata islami. Kita sering menilai konsep wisata islami itu dalam makna sempit. Menurut saya, konsep wisata islami itu lebih kepada wisata keluarga. Di mana kenyaman dan keamanan itu menjadi hal penting yang harus ada.
Kalau orang pergi wisata bersama keluarganya, mereka tentu saja tidak akan melakukan hal yang macam-macam. Seperti, tidak minum-minuman keras atau narkoba. Sebab, saat pergi wisata mereka bersama anak dan istrinya.
Hal apa saja yang harus dipenuhi?
Hal paling penting adalah fasilitas, seperti mushalla, sehingga ketika waktu shalat tiba orang-orang bisa shalat. Jika di pantai, pemerintah harus menyediakan tempat ganti pakaian yang baik. Lokasi perempuan dan lelaki dipisah. Penyediaan fasilitas yang baik akan menciptakan kondisi wisata yang aman dan nyaman. Saya mencontohkan bagaimana di Malaysia banyak mesjid- yang menjadi objek wisata. Bagi non muslim, mereka disediakan fasilitas yaitu pakaian yang sopan kalau ingin masuk pekarangan mesjid. Lalu, ada guide yang menjelaskan mengapa mereka tidak boleh masuk dalam mesjid. Sehingga para turis ini bisa mengerti dengan baik.
Selain itu?
Setelah tersedianya fasilitas wisata yang baik. Selanjutnya adalah pembinaan masyarakat setempat tentang konsep wisata islami itu sendiri. Jangan sampai kita menyebut-nyebut wisata islami tapi perilaku dan moral kita justru sebaliknya. Kita ambil contoh, di Jakarta ada namanya pasar Madinah. Di pintu pasar tersebut tertulis syarat-syarat yang harus dipenuhi para pedagang. Seperti jujur, tidak mengurangi timbangan, dan sebagainya. Hal ini kan sebenarnya memang harus kita penuhi, tapi hal tersebut ditegaskan kembali melalui peraturan yang tertulis.
Solusi untuk masalah Ulee Lheue?
Pemerintah dan masyarakat harus duduk bersama, membicarakan masalah ini dengan baik. Tidak ada pihak yang harus kita salahkan. Pemerintah juga harus menyediakan fasilitas-fasilitas wisata yang baik, sehingga tidak ada peluang bagi orang untuk bermaksiat. Selain itu, dengan kondisi demikian orang-orang tentu saja akan menjadi nyaman dan aman dalam berwisata.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !