Oleh: Tgk. H. Ibrahim Hasyim Samahani
Allah SWT telah bersumpah dalam surat At-Tiin bahwa Ia menciptakan umat manusia sebagai mahkluk terindah diantara semua mahkluk-Nya. Artinya indah bentuk jasmaniahnya, indah kedudukan, serta indah kemuliaannya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 70: “Sesungguhnya telah kami muliakan manusia dan telah kami lebihkan mereka diatas kebanyakan ciptaan kami dengan kelebihan yang sempurna”.
Lantas, mengapa manusia memiliki kemuliaan dan kelebihan yang sempurna? Jawabannya, karena manusia dengan keindahan jasmaninya juga dianugerahi nafsu, ilmu dan akal. Maka layaklah manusia menjadi khalifah di dunia ini dan penghulu di akhirat nanti.
Para malaikat dianugerahi ilmu dan akal saja, maka layaklah ia bergelar dengan hamba yang taat sepenuhnya kepada Allah. Sedangkan binatang diberikan nafsu birahi saja, maka tiada tanggung jawab apa-apa mereka kepada Allah. Adapun jin diberikan ilmu dan akal serta nafsu tetapi jasmaninya tak seindah manusia. Maka ia diminta pertanggung jawaban pula dihari kiamat seperti halnya manusia.
Kemudian Allah menguji malaikat dan jin dengan perintah sujud kepada nabi Adam. Malaikat pun sujud padanya. Sedangkan jin yang diwakili oleh ‘Izazil (Iblis), enggan bersujud. Karena takabur dan keangkuhannya, akhirnya ‘Izazil dilaknat oleh Allah dan mendapat gelar IBLIS “alahilaknatullah’. Maka selamatlah malaikat dan Iblis pun celaka.
Kemudian sesudah Allah jodohkan Adam dengan Hawa di dalam surga yang penuh kenikmatan dan kebebasan bagi keduanya, lalu Allah menguji keduanya dengan larangan mendekati dan menikmati sejenis buah-buahan di dalam surga. Tapi keduanya malah memakannya karena lalai dari larangan Allah.
Karena nafsu dan sedikit tamak yang tidak dapat dikendalikan, lalu keduanya dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia untuk bertaubat dan beribadat kepada Allah, serta berbuat baik kepada semua mahluk disekelilingnya. Akhirnya sesudah tiga ratus tahun lamanya (menurut satu riwayat), Adam mandi dengan air mata serta bertawasul dengan Muhammad SAW, Allah menerima taubatnya lalu ia diangkat menjadi nabi dan khalifah pertama di bumi. Demikian sebagian kisah ringkas dalam Al-Quran (Al Baqarah ayat : 34-37 dan HR. Baihaqi wal Hakim).
Iblis dikutuk karena ‘ujub dan takaburnya. Adam diturunkan dari surga karena kelalaian dan sedikit tamaknya. Meski pada akhirnya dengan rahmat Allah beliau mendapat ampunan dan kembali ke Syurga. Syair aceh mengatakan: ‘Ujub tum’a riya teukab;Disinan yang lee ureung binasa’.
Al-Hujjatul Islam Al-Ghazali mengatakan :”Sungguh dijadikan manusia bersifat tamak dan rakus dan sedikit Qana’ah”. Adapun qana’ah itu sendiri adalah suatu sifat menerima apa adanya, senang hati dan bersyukur atas apa yang diberi Allah padanya dan bersabar atas kekurangan. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda : “ Andaikata manusia memiliki dua lembah hartanya daripada emas, sungguh ia menuntut lagi yang ketiga, dan tiada penuh perut manusia kecuali tanah (mati). Dan Allah menerima taubat orang yang rakus dan tamak dalam menghimpun mata benda dunia yang tidak diinfaqkan di jalan Allah. ( Syaikhani dari Ibnu Abbas ra. )
Dan riwayat yang lain oleh Bukhari “Ada dua hal tidak pernah tua pada diri manusia :pertama, rakus dalam mengumpulkan harta. kedua, panjang umur “. (Ittihaf juz 9/hal 693 ).
Nabiyullah Adam dikeluarkan dari surga sebab lalai dan sedikit rakus, juga karena tidak sempurna qana’ahnya, maka oleh karena itu Imamuzzahidin, Muhammad SAW memuji orang-orang qana’ah (orang yang selalu merasa cukup dan senang hati atas rizki yang diberi Allah kepadanya). Beliau bersabda yang artinya: “Sungguh kemenangan dan keberuntungan seorang muslim, padahal hatinya merasa kaya dengan sedikit rizki yang diberikan Allah kepadanya.”(HR. Muslim).
Inilah makna dari sabda Nabi SAW Artinya :“Bukanlah kaya, kayanya harta. Tetapi sebenarnya kaya,kayanya jiwa”. Artinya apabila ia mendapat sedikit, ia sabar dan ridha, apabila cukup ia memuji Allah dan apabila lebih, sebagiannya ia sedekahkan ke jalan Allah. Inilah yang sebenarnya rizki bagi hamba Allah.
Rasullullah SAW bersabda yang artinya “Telah melalaikan kamu oleh bermegah-megah ( dengan anak dan banyak pengikut dan dengan menimbunkan harta benda). Manusia berkata :“ini hartaku,ini harta ku”, padahal tiada bagimu harta kecuali apa saja yang telah engkau makan dan yang sudah engkau pakai atau yang sudah engkau sedekahkan, maka engkau kekalkan”. (Riwayat Muslim di Abdullah bin Syahir /Ittihaf: Juz 9/ hal 544)
Islam membenarkan, bahkan menyuruh umatnya untuk mengumpulkan harta dengan cara-cara yang halal dan tetapi tidak memberatkan diri, dan sangat melarang menempuh cara-cara yang haram.
Tamak dan rakus dalam mengumpulkan harta dan segala macam kelebihan hidup duniawi pada hakikatnya tiada membawa faedah, karena yang kita peroleh hanya kadar yang telah dibagikan Allah kepada kita. Perhatikanlah firman Allah : Artinya: “Kami telah membagikan diantara mereka bahagian kehidupan di dunia ini, dan kami telah mengangkat derajat sebahagian mereka atas sebahagian yang lain ( sebagai upahan)". (QS : AZ-Zuhkruf :31)
Dalam hal ini Rasullullah SAW menegaskan pula dengan haditsnya: “ Wahai manusia, tuntulah rizki dan harta benda dunia, dengan cara-cara yang baik. Artinya: tidak memaksa kehendak, menghalalkan semua cara, karena tamak dan rakus, karena yang kamu peroleh adalah kadar yang telah ditetapkan Allah bagimu”.(Ittihaf: Jilid 4:697)
Rasulullah mensyariatkan ummatnya untuk mencari rezeki yang halal dan secara halal pula. Karena menuntut yang halal adalah ibadah. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezki ku dibawah naungan pedangku ( HR. Ahmad dari Hadist Ibnu Umar ).
Hadist ini mengisyarahkan bahwa usaha yang paling baik adalah jihad fi sabilillah. Dan harta rampasan perang adalah rezki yang paling halal (Ittihaf. Juz 6/ hal 260). Marilah kita melihat zuhud dan qana’ahnya Rasulullah serta sahabatnya, para tabi’in,tabi’ tabi’in, hingga masa keemasan islam di Aceh Darussalam ini.
Ummul Mu’minin Aisyah mengatakan : “Tidak pernah Rasulullah dan keluarganya tiga hari kenyang berturut-turut ketika berada di Madinah hingga beliau wafat. ‘Aisyah berkata : “Aku meneteskan air mata waktu ku lihat Rasulullah kelaparan. Dan aku menghimbau, Wahai Rasulullah:’Kiranya engkau minta makanan kepada Allah dan Allah memberikannya. Beliau menjawab: “ Demi Allah yang jiwaku ditangannya, jika aku mohon pada Tuhan ku agar gunung emas berjalan sertaku, niscaya Allah berikan. Allah telah menawarkan demikian kepada ku tetapi aku memilih lapar di dunia atas kenyangnya, fakir dunia atas kayanya, gundah dunia atas gembiranya. Ketika lapar aku sabar dan ketika kenyang aku syukur kepada Allah”.
Rezeki dan harta yang beliau dapat waktu siang hari telah habis beliau sedekahkan sebelum malam harinya, begitulah zahid dan qana’ahnya Rasulullah SAW. Sejarah mencatat, Khalifah teladan Umar Abdul Azis ra. pada hari wafatnya tinggal pakaian hanya yang ada pada tubuhnya. Padahal pada tangannya harta baitul mal yang melimpah ruah. Imam Syafi’i Rahimahullah memiliki sangat banyak pendapatan dari hadiah-hadiah, sedekah, dan gaji dari kerjanya, tetapi pada hari beliau wafat di Mesir, tinggal hutangnya yang belum beliau bayar tujuh puluh ribu dirham. Lalu dibayar oleh muridnya Abdullah bin Hakam. Ini menunjukkan betapa zahid, qana’ah, dan dermanya beliau dalam membelanjakan harta di jalan Allah.
Mereka tidak meninggalkan pusaka harta kepada anak-anaknya. Demikian pula halnya ulama-ulama Aceh dimasa lalu, seperti Syiah Kuala, Tgk Chik Dianjung di Pelanggahan. Pendapatan mereka sangat besar dari hadiah-hadiah, sedekah, dan ujrah amaliahnya dari kerajaan Aceh. Semua pendapatan yang begitu besar diinfakkan pada jalan Allah. Mereka tiada meninggalkan apa-apa dari hartanya kecuali maqamnya saja yang dibangun oleh kaum muslimin. Inilah ulama warasatul anbiya yang menjadi teladan dan panutan bagi kita dalam mengikuti sunnah Rasullullah SAW pada agama.
Penulis adalah pimpinan Dayah Ruhul Falah Samahani
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !