Ketua Ikatan Persaudaraan Qari-qariah dan Hafizh-hafidzah (IPQAH)
Untuk meningkatkan kualitas para qari-qariah Aceh, harus selalu ada pembinaan dari para pelatih dan keseriusan pemerintah daerah, karena Aceh pernah jaya di even MTQ Nasional XII tahun 1981. Selama ini pembinaan hanya gencar dilakukan menjelang keberangkatan ke arena, padahal untuk mendapatkan keberhasilan perlu kerja keras dan pembinaan yang kontinyu. Sejauh mana potensi dan peluang tim Aceh di even MTQ Nasional yang akan berlangsung di Ambon 9 – 18 Juni 2012, simak wawancara Eriza dengan Dr. Ir. H. Agussabti Abbas, M.Si, Dekan Fakultas Pertanian Unsyiah yang juga Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Qari-qariah dan Hafizh-hafidzah (IPQAH) Provinsi Aceh.
Sudah sejauhmana persiapan tim Aceh dalam menghadapi MTQN ke 36 di Ambon?
Saya melihat bahwa dua bulan terakhir ini sudah mulai gencar dengan pelatihan. Pelatihnya juga diundang dari Jakarta untuk melatih peserta dari berbagai cabang yang akan dipertandingkan, di samping itu ada juga pelatih asal Aceh. Memang yang kita lihat sekarang, kita sudah ada persiapan-persiapan, meskipun belum secara optimal. Namun jika dibandingkan dengan kontingen-kontingen provinsi lain, saat ini mereka sudah berada di Jakarta. Kalau dihitung sejak sekarang, waktunya tinggal satu bulan lagi bagi kita untuk melakukan persiapan. Kebetulan saya di bagian evaluasi, satu bulan sekali kita adakan evaluasi tentang kemajuan yang dicapai.
Bagaimana hasil evaluasi tersebut?
Sebuah organisasi itu tentu saja ada proses input dan ouputnya. Dalam hal proses mungkin sudah berjalan, tetapi inputnya belum kelihatan secara jelas. Misalnya kita bicara tingkat anak-anak, remaja, dewasa dan lain sebagainya. Apakah tingkat pontensialnya tinggal kita poles sedikit atau masih jauh dari harapan. Kemarin juga sudah ada trayout yang dilakukan di Aceh Jaya. Trayout itu merupakan ujicoba untuk melihat apakah kita sudah lebih baik atau belum ada peningkatan. Memang peningkatan itu pasti ada, tetapi seni itu tidak bisa hanya dibina saat mau MTQ saja. Kita umumnya seperti itu ketika mau dekat-dekat MTQ, sibuk dengan pembinaan.Idealnya, pelatih-pelatih dari pusat itu agak lama di Aceh membina qari-qariah kita.
Kriteria pelatih?
Pelatihnya harus lebih banyak dari propesinya masing-masing yang memang mereka sudah paham dan mengerti dengan MTQ, sebab mereka dulunya juga terlibat dan bahkan juga ada ikut sebagai peserta di ajang MTQ bahkan pernah menjuarai. Kualitas pelatih tentu saja sangat menentukan mutu qari-qariah kita di even nasional.
Target apa saja yang ingin di capai tahun ini?
Kalau saya lihat di cabang Tilawah, kita optimis kualitas remaja putri, namun golongan dewasa agaknya perlu ditingkatkan lagi. Secara umum semuanya sudah lumayan meski harus terus dibina. Demmikian pula cabang kaligrafi, kita punya kaligrafer yang patut diandalkan. Saya melihat memang hal yang lebih penting adalah membina anak-anak yang punya pontensi secara kontinyu. IPQAH harus dihidupkan dan diaktifkan kembali. Persoalannya kita pertahun dananya hanya seratus juta.
Lalu bagaimana keberadaan IPQAH dalam melakukan pembinaan?
Kalau kita bicarakan pembinaan di daerah tidak ada hal yang banyak bisa kita lakukan. Misalnya di bulan puasa itu sudah jelas kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Ada pelantikan di kabupaten/ kota itu juga sudah jelas. Tetapi untuk membina teknis itu sendiri dengan dana minim sulit di lakukan. Kita ada buka dua titik pengajian di Masjid Syuhada Lamgugop dan Masjid Baitul Musyahadah di bawah IPQAH propinsi. Satu titik saja sudah sepuluh juta. Ini ada dua titik berarti dua puluh juta. Kita bisa melihat secara Syariat Islam sebenarnya pemerintah tidak konsen dalam hal itu, mungkin lebih konsen ke cabang bola yang membutuhkan dana banyak.
Anggaran yang diplotkan darimana?
Anggaran untuk MTQ itu semuanya dari Pemerintah. Semua ditanggung sampai ke tempat acara dan sampai selesai acara. Dananya dari alokasi DIPA.
Harapan untuk kontingen Aceh ke depannya?
Kita berharap, bagaimana nantinya harus menjadi program berkelanjutan, jangan hanya ketika ada MTQ saja ada pembinaan dan pembenahan. Yang lebih penting bagaimana bisa menyentuh ke berbagai pelosok, karena kita punya pontensi ke arah itu. Kadang-kadang peserta Gayo Luwes, Singkil dan Siuleulu suaranya bagus, namun kurang dalam hal tajwid sehingga saat ikut MTQ kalah. Kalau di Banda Aceh sering ada pembinaan. Saya berharap kita buka sebuah titik pengajian yang nantinya boleh diikuti oleh siapapun. Dan itu diajarkan oleh qari internasional kita Ustadz Hamli Yunus dari Masjid Raya Baiturrahman. Dan berbagai binaan lainnya akan diajarkan. Pemerintah harus merasa memiliki dan memberikan perhatian dalam pembinaan qari-qariah Aceh. Semoga saja ke depan dengan terpilihnya gubernur baru, hal ini lebih diperhatikan.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !