Anak shaleh adalah aset yang sangat mahal. Saking mahalnya sampai-sampai data yang mengungkapkan keberadaan mereka sulit ditemukan. Anak shaleh nampaknya seperti misteri, kabarnya ada tapi keberadaannya tiada. Yang lebih banyak terdengar dan menghiasi lembaran informasi dunia justru aktivitas anak-anak yang disebut nakal. Sehingga yang banyak tampak bukan anak shaleh tapi ‘anak salah’.
Menurut istilah agama, anak shaleh disebut qurrata a’yun. Mereka menyedapkan mata siapa saja yang melihatnya. Menjadikan orang tua bangga, sekaligus memberikan jaminan kepada mereka bahwa anak-anaknya nantinya tidak akan menjadi beban masyarakat. Mereka menjadi kekayaan dan sumber hidayah. Mereka adalah anak-anak pilihan. Seperti yang termaktub dalam QS Shaad: 47, “Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.”
Ciri yang menonjol dalam diri mereka adalah sifatnya yang mencerminkan sifat al-Qur’an. Sehingga mereka juga disebut sebagai generasi Qur’ani, yang oleh Ust. Zubeir Syafawi dicirikan memiliki empat karakter.
Pertama, karakter Tauhid. Karakter ini harus ditanamkan sejak awal, seperti tentang sifat dan nama-nama Allah yang akan menjadi landasan utama untuk bisa memahami Al-Qur’an secara utuh. Kedua, karakter sami’na wa atha’na (Ketaatan kepada perintah Allah) yang akan terbentuk setelah memahami tauhid.
Ketiga, karakter tazkiyatun nafs (Membersihkan Jiwa), yang dilakukan kepada orang-orang yang suka membersihkan diri dan bisa diawali dengan pemahaman serta pemikiran yang benar. Terakhir, karakter memberikan manfaat kepada orang lain. Seperti sabda Rasul, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”.
Anak yang shaleh adalah kekayaan yang mahal. Merekalah bakal manusia shaleh setelah dewasa. Tetapi potensi keshalehan itu tidak akan muncul seutuhnya jika tidak ditumbuhkan oleh orang tuanya. Yaitu orang tua yang memiliki kematangan intelektual, kematangan psikologis, dan kematangan ruhiyah.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !