Sebutan Isra dan Mi’raj sudah dipahami bersama. Selasa lalu, umat Islam mengenang peringatan Isra dan Mi’raj. Sekedar ulang kaji, Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan Nabi Muhammad pada satu malam. Ini mukjizat terbesar yang hanya bisa diterima dengan keimanan bukan rasional akal manusia.
Isra dan Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Mayoritas ulama berkeyakinan, Isra dan Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M dan terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.
Melalui Isra, Nabi “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Sedangkan melalui Mi’raj, Nabi dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Kemudian menerima perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan shalat lima waktu. Lazimnya perjalanan ke sana ditempuh berhari-hari dengan unta. namun dengan mengendarai buraq bersama Jibril, bisa tiba dalam sekejab. Tentu saja, warga tidak percaya dengan kabar tersebut. Dalam hal ini, sekali lagi keimanan yang berbicara bukan rasional. Menguji ketaqwaan melalui mukjizat.
Tur dilanjutkan ke ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu. Jibril membimbing Rasul ke sebuah batu besar dan Rasul melihat tangga yang sangat indah yang pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju ke langit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.
“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13–18).
Dalam tur semalam hingga ke langit, Rasulullah diajak ke surga. Jibril berkata: “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke Masjidil Haram menjelang Shalat Subuh.
Hikmah dari Isra dan Mi’raj yakni tidak semua hal bisa diyakini secara kasat mata, logika, pendapat dan sebagainya. Kadangkala ada hal-hal tertentu yang ghaib bagi manusia dan harus dipercaya apa adanya. Membumikan peristiwa Isra dan Mi’raj dengan menunaikan ibadah shalat
bukan sekedar mendirikan shalat. Salah satu indikasi kita telah menunaikan shalat yakni tidak melakukan perbuatan munkar serta selalu menempatkan Allah dalam posisi teratas. tidak melakukan syirik atau menomorduakan Allah SWT. Kita yakin setiap umat Islam sehari paling kurang membaca doa yakni sesungguhnya hidup dan mati aku hanya untuk Allah SWT.
Jika kita sudah komit pada kalimat sesungguhnya hidup dan mati aku hanya untuk Allah SWT, maka kita sudah bergantug pada Tali Allah SWT. Kita tidak takut kelaparan, kemiskinan harta dan sebagainya karena kita percaya Allah SWT Maha Pemurah dengan usaha kita sebagai hamba-Nya. Dan itulah makna dari membumikan semangat membumikan Isra dan Mi’raj. Murizal Hamzah
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !