Bagaimana pengetahuan masyarakat
kita tentang ekonomi syariah?
Salah satu faktor adalah
pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan
kapitalis, praktek perbankan juga kapitalis, termasuk hanya dana pemerintah
Aceh masih disimpan di Bank Aceh yang juga masih menganut sistem konvensional,
yang merupakan sistem kapitalis-liberal, dimana sistemnya tidak bersumber dari
Syariat Islam.
Selain itu, masyarakat dipaksa
untuk berhubungan dengan sistem ekonomi konvensional. Hampir semua PNS yang
gaji-nya di Bank konvensional dan umumnya bagi mereka yang bertransaksi hutang
dengan bank konvensional juga. Begitu juga berbagai praktek haram dalam
hubungan ekonomi tersebut tidak ada lembaga pemerintah yang berwenang untuk
meluruskan dan menghukum pihak-pihak yang terus melakukan praktek haram
tersebut.
Menurut anda, bagimana praktek
ekonomi syariah dalam masyarakat Aceh?
Secara praktek masyarakat Aceh
sudah mempraktekkan ekonomi syariah dalam berhubuugan satu sama lain, contohnya
dalam konteks pertanian, dimana masyarakat sudah mempraktekkan konsep
muza’raah. Yaitu perjanjiaan pengelolaan tanah sawah antara pemilik sawah
dengan pengelola, dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
Disisi lain, dalam hal hutang
piutang, umumnya tradisi masyarakat kita menggunakan emas sebagai standar untuk
berhutang (meminjam), bukan dalam bentuk uang kertas. Sehingga kapanpun emas
itu dikembalikan, maka nilai-nya akan sama, tidak seperti uang kertas yang
mengalami defisit nilai.
Apakah ada praktik menyimpang?
Ada beberapa praktek juga mengandung praktek
haram, seperti dalam hal ‘gala’ atau gadai. Misalnya, si A meminjam sejumlah
uang atau emas pada si B, dan si A “menggala” atau menggadaikan kebun kelapa
kepada si B sebagai barang jaminan, sampai ia melunasi hutangnya. Praktek yang
berkembang, kebun kelapa tersebut dikuasai dan dimanfaatkan oleh si B, dan
seringkali si A tidak diperbolehkan lagi memanfaatkan kebunnya tersebut.
Padahal dalam Bidayatul Mujtahis, para Jumhur Ulama bersepekat bahwa “barang
yang sedang digadaikan tidak boleh dimanfaatkan oleh pemegang barang kecuali
dengan se-izin pemilik barang. Seperti hadist Nabi “Tidak halal seorang muslim
kecuali dengan kerelaan dari (pemilik)-nya (Hadist Sahih).
Apa yang harus dilakukan?
Yang harus dilakukan pertama
sekali adalah, pemerintah sendiri harus menghidupkan sektor-sektor ekonomi
syariah. Pemerintah Aceh harus meng-Islamkam (mensyahadatkan) Bank Aceh yang
konvensional, dan semua dana APBA harus ditempatkan di bank-bank yang berbasis
syariah. begitu juga MPU harus mengeluarkan fatwa haram menempatkan uang Aceh
dibank konvensional baik bank Aceh maupun bank konvensional lainnya. Meskipun
Bank Aceh sudah ada UUS (Unit Usaha Syariah), namun aktiva dan pasiva masih
bercampur antara syariah dan konvensional. artinya masih bercampur pengelolaan
dana dalam sistem yang halal dan sistem yang haram.
Kedua, tokoh agama dan tokoh adat
juga harus mampu meluruskan kembali praktek-praktek transaksi ekonomi yang
haram dimasyarakat yang sudah mentradisi. hal ini bisa dijelaskan dalam
berbagai pengajian di desa-desa.
Ketika, perlu dibentuk regulasi
dan instansi penegak hukum terhadap berbagai pelanggaran praktek transaksi
ekonomi syariah. Seperti praktek transaksi valas (forex) yang menganut sistem
SWAP, karena mengandung ketidakpastiaan (gharar). karena transaksi tersebut
cenderung seperti perjudian (gambling).
Bagaimana mempercepat
implementasinya?
Pemerintah harus menempatkan dulu
sumber-sumber dana APBA di Bank yang berbasis syariah, kedua, pemerintah harus
membentuk regulasi sistem ekonomi syariah, termasuk regulasi mensyariatkan
berbagai lembaga perbankan di Aceh. Ketiga, masyarakat adat harus
diperkuat lagi untuk menjelaskan berbagai praktek yang tidak syari’i di
komunitas masyarakat, keempat, MPU harus lebih banyak berperan dalam mengontrol
berbagai praktek ekonomi yang bertenangan dengan syariat.indra
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !