Setiap tanggal 10 November, bangsa kita selalu mengenang Hari Pahlawan. Peringatan tersebut tidak saja dijalankan oleh instansi pemerintah, banyak juga lapisan masyarakat melakukan perayaan di sudut desa dan perkampungan. Kita ingat jasa-jasa mereka dan selebihnya para tetua memberi nasehat bagi kaum muda agar meneruskan perjuangan para pahlawan, menjaga, dan meniru semangat yang dimiliki para kusuma bangsa tersebut.
“Pahlawan” adalah sebuah kata benda begitu tulis. Secara etimologi kata “pahlawan” berasal dari bahasa Sanskerta “phala”, yang bermakna hasil atau buah. Pahlawan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, ia juga eorang pejuang yang gagah berani.
Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.
Meninjau defenisi dan makna seorang pahlawan, sungguh benar-benar sangat sukar dicari dan ditemui di jaman sekarang. Bahkan, seperti hilang ditelan waktu. Sehingga, suatu sikap dan prilaku perjuangan yang mempunyai mutu dan jasa pengabdian serta pengorbanan terhadap bangsa dan Negara perlu dilahirkan kembali sesuai dengan nilai dan semangat perjuangan. Jadi, siapakah sebenarnya pahlawan itu?
Sesuai Undang Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK). Kementrian Sosial Republik Indonesia sendiri, memberi beberapa kriteria dan prosedur dalam pengusulan gelar pahlawan nasional.
Sebagaiman kutipan di laman Kemensos RI, syaratnya yang dipenuhi misalnya, Usulan Calon Pahlawan Nasional diajukan tertulis secara hirarki dan berjenjang. Surat usulan Calon Pahlawan Nasional dilengkapi lampiran-lampiran antara lain: Daftar uraian riwayat hidup dan perjuangan Calon Pahlawan yang bersangkutan yang ditulis secara ilmiah, disusun sistematis, berdasarkan data yang akurat, melalui proses seminar, sarasehan dan diskusi.
Daftar dan bukti Tanda Kehormatan yang pernah diterima dan diperoleh. Elain itu juga memiliki catatan pandangan serta pendapat orang dan tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan. Serta dilengkapi foto-foto dan gambar dokumentasi yang menjadi perjuangan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan. Serta Telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fadel Muhammad mengatakan, berbicara pahlawan, tak lain dan tak bukan pikiran kita mengarah kepada bunyi desing senjata dan letupan bom yang terjadi di Tanah Air sekian tahun silam. Ketika berbicara pahlawan, sebuah aksi heroik terus menerus berkumandang memenuhi pikiran kita. Ketika berbicara pahlawan, deretan tanda jasa langsung terasa muncul di depan pelupuk mata kita.
Menurut dia, pahlawan yang paling jelas adalah ketika dia bisa memulai perubahan dari dirinya sendiri, lalu membuat perubahan pada kiri-kanannya. Membuat perubahan di lingkungan rumahnya, membuat perubahan di kotanya, negerinya, dunianya. Pahlawan adalah seseorang yang mampu berbuat sesuatu tanpa cakap belaka. Apabila mengingat Jenderal Sudirman, tanpa disadari, ia telah memulai sebuah perjuangan sejak menjadi guru di sebuah sekolah. Secara langsung dan meyakinkan dia membuat perubahan pada murid-muridnya.
Seiring perubahan zaman, pergeseran nilai etika, adat istiadat sampai dengan teknologi mulai merasuki setiap jenjang kehidupan bangsa ini. Sebuah zaman ketika masyarakat Indonesia merasakan kuatnya cengkraman globalisasi yang berkedok modernisasi. Adakalanya perubahan tersebut memicu ke arah positif, namun tidak dapat dimungkiri, bahwa ada perubahan negatif yang mengkhawatirkan. Pengaruh negatif tersebut akan tampak dalam kehidupan generasi muda dewasa ini, terutama dalam menghayati dan mengamalkan nilai kepahlawanan.
Hendri R.H dalam ebuah tulisannya di Kompas tahun 2009 lalu, ia menyebutkan bahwa pada prinsipnya pemasukan nilai-nilai kepahlawanan dalam generasi muda harus dilakukan sejak dini. Urgensi harus dicapai mengingat perubahan zaman yang semakin nyata. Kemunculan komik, TV, internet dan media massa lainnya lambat laun mengikis nasionalisme generasi muda. Pengikisan tersebut terwujud dalam etika, budaya, perilaku sosial dan gaya hidup. Kecenderungan gaya materialisme dan hedonisme menghapus habis tinta sejarah bangsa ini, akan nilai-nilai kepahlawanan.
Menurutnya, penerapan nilai-nilai kepahlawanan sudah sepatutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika para politisi tahu dan mengerti arti sebuah kepahlawanan bangsa ini tentu tidak akan mengenal korupsi. Nilai kepahlawanan tentu tidak akan mengkhianati amanat dan menjunjung tinggi pengabdian untuk rakyat. Kenyataan seperti inilah yang harus dipupuk dalam benak generasi muda.
Semangat menghargai keteladanan sosok pahlawan merupakan implementasi jiwa patriotisme. Kekuatan Agama, keutuhan bangsa negara akan terjaga jika generasi mudanya bisa meniru semangat juang pahlawan pendahulunya. Bukankah, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya” begitu pesan presiden pertama RI, Soekarno dalam Pidato pada Hari Pahlawan 10 November 1961.(marmuz/dbs)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !