Headlines News :
Home » » Memelihara Adat Dalam Pandangan Islam

Memelihara Adat Dalam Pandangan Islam

Written By MAHA KARYA on Thursday, November 7, 2013 | 11/07/2013

Tgk. Samsul Bahri, M. Ag
Islam adalah satu-satunya agama yang haq; yang diakui keberadaan dan kebenarannya oleh Allah sebagaimana firman suci-Nya yang termaktub dalam surah Ali Imran ayat 19 yang artinya: Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam…

Islam juga merupakan satu-satunya agama yang sempurna dan diridhai Allah seperti difirmankan-Nya dalam surah al-Maidah ayat 3 yang artinya; ...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu...
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran dasar Islam diposisikan sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia; sebagai bayyinat (penjelasan) terhadap petunjuk; dan sebagai al-furqan (pembeda). Hal ini disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 185 yang artinya; Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).
Oleh karena kedudukan al-Qur’an sebagai petunjuk maka di dalamnya tentu mesti mengandung semua hal yang dapat mengarahkan manusia ke jalan yang lurus. Apabila al-Qur’an dipedomani secara benar, manusia sudah cukup mudah menjalani kehidupannya tanpa harus mencari dan membuat aturan dan ajaran lainnya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar ibn al-Khattab memperlihatkan secarik kertas kepada Rasulullah yang berisikan peraturan mengenai perjanjian yang diperolehnya dari orang Yahudi di Madinah. Beliau tidak menyenangi hal itu sambil bersabda; ...Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa as. masih hidup, maka tidak ada peluang baginya kecuali mengikutiku (Islam). (H.R. Ahmad ibn Hanbal).

Hanya Islam satu-satunya agama yang benar, dan ajaran Islam sudah sempurna; masih perlukah kita kepada sesuatu yang lain? Masih perlukah kita kepada adat? Apa itu adat? Bagaimana kedudukannya?

Adat merupakan sebuah ungkapan bahasa kita; Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia yang diadopsi dari kosakata Bahasa Arab; al-‘adah yang berarti kebiasaan. Seandainya dalam sebuah komunitas terdapat suatu pekerjaan, atau ide dan gagasan, atau paham dan keyakinan yang diamalkan secara berulang-ulang dan turun temurun dalam jangka waktu yang lama, maka masyarakat tersebut akan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Dan inilah yang disebut dengan adat.

Dalam bahasa Arab, al-‘adah sering pula dipadankan dengan al-‘urf. Dari kata terakhir itulah, kata al-ma’ruf – yang sering disebut dalam Al-Qur’an – diderivasikan. Oleh karena itu, makna asli al-ma’ruf ialah segala sesuatu yang sesuai dengan adat (kepantasan). Kepantasan ini merupakan hasil penilaian hati nurani. Mengenai hati nurani, Rasulullah pernah memberikan tuntunan agar manusia bertanya kepada hati nuraninya ketika dihadapkan pada pilihan tertentu; Maka apa saja yang dilihat (dianggap) oleh orang Islam itu baik, maka di sisi Allah juga baik, dan apa yang dilihat mereka sebagai keburukan, maka di sisi Allah juga buruk (H.R. Ahmad).

Dalam perkembangannya, al-‘urf secara garis besar terbagi dua; al-‘urf al-shahih dan al-‘urf al-fasid. Al-‘urf al-shahih adalah kebiasaan, adat dan tradisi yang benar dan sejalan dengan ajaran Islam. Sementara itu al-‘urf al-fasid adalah kebiasaan, adat dan tradisi yang rusak atau salah dan tidak sejalan dengan ajaran Islam, disebut dengan fasid yang berarti rusak karena dalam kebiasaan, adat dan tradisi yang buruk itu terdapat hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan bagi kehidupan.

Disinilah diperlukan kearifan dalam mengenali dan mengidentifikasi kebiasaan dan adat istiadat yang hidup dan berlaku dalam masyarakat kita. Adakah kebiasaan tersebut sejalan dengan Islam dan mendukung terwujudnya pelaksanaan ajaran Islam ataukah sebaliknya. Jika sebuah adat dan kebiasaan yang apabila diamalkan dapat membantu memotivasi dan menyemangati seseorang untuk semakin melaksanakan ajaran Islam dalam berbagai aspeknya maka adat tersebut tentu mesti dilestarikan. Dalam konteks inilah berlaku kaedah; al-‘adatu muhakkamah, artinya: kebiasaan itu bisa menjadi sumber hukum. Sebaliknya, jika sebuah kebiasaan ataupun adat yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, yang apabila dilakukan akan melalaikan serta menjauhkan seseorang dari pengamalan ajaran Islam, tentu wajib diberantas.

Dewasa ini kita dihadapkan pada sejumlah adat dan kebiasaan yang tumbuh di tengah masyarakat. Sebagian di antaranya dihubungkan dengan kelahiran sehingga melahirkan adat tentang madeung dan turun tanah. Sebagian lainnya dihubungkan dengan pernikahan yang melahirkan adat perkawinan. Selanjutnya ada pula adat yang dihubungkan dengan permulaan pekerjaan seperti turun sawah, ek u glee dan melaut, bahkan ada juga yang dihubungkan dengan peristiwa kematian. Pertanyaannya adalah, apakah dengan menjalankan adat-adat tersebut dapat menggiring pelakunya untuk semakin ta’at dan memperhambakan diri kepada Allah ataupun tidak? Jika jawabannya; ya, maka lanjutkan. Seandainya jawabannya; tidak, segera tinggalkan.

Hal yang patut kita ingat dalam kaitan ini adalah, jangan sampai saling menyalahkan dan bertengkar. Sangatlah tidak patut dari mulut seorang muslim meluncur tuduhan kafir atau sesat terhadap muslim yang lain, hanya gara-gara masalah sederhana. Kita tentu sering membaca firman Allah dalam surah al-Nahl: 125 yang artinya; Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...”

Kita juga ingat bahwa untuk menghadapi Fir’aun saja, Allah perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun as. berdakwah dengan menggunakan kata-kata yang lembut.

Firman Allah dalam surah Thaha ayat 43 dan 44 yang artinya; Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.

Sebagian saudara-saudara kita mungkin keliru dalam menyikapi adat, maka janganlah kita katakan sesat. Mungkin karena keawamannya sehingga menyamakan adat dengan agama sehingga membelanya seperti membela agama. Ada pula yang bahkan meninggalkan pengamalan agama demi adat; dan inilah lahan dakwah dan jihad kita; memperbaiki pengetahuan, pemahaman dan pengamalan mereka. Semoga!
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin