Inalillahi Wainalilahi Rajiun.
Duka kembali meruak dari dataran tinggi Tangse, Pidie pada Selasa (22/10).
Hentakan bumi berkekuatan 5,6 SR pukul 12.40 WIB mengejutkan penduduk. Tak
pelak, masyarakat berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Sering
terjadi, ketika keluar rumah, warga terjatuh atau tertimpa benda lain yang bisa
menyebabkan meninggal dunia. Kita menyadari, gempa bumi tidak pernah membunuh
manusia. Berbeda dengan gerhana bulan, gerhana matahari, badai dan lain-lain
bisa dihitung kapan terjadi hingga pada hitungan detik. Namun hal ini tidak
dapat diperkirakan pada peristiwa alam gempa bumi.
Kemampuan intelektual hanya
pada perkiraaan daerah-daerah yang berpeluang besar akan terjadi gempa bumi berdasarkan
struktur bumi dan lain-lain. Untuk kasus Aceh, maka Simeulue termasuk kawasan
langganan gempa bumi. pada dimensi lain, ada negara yang jarang terjadi gempa
karena bukan berada pada wilayah gempa bumi. Kita semua menunduk kepala
mendoakan agar yang ratusan warga yang tertimpa reruntuhan rumah bisa cepat
sembuh. Akibat gempa yang berlangsung 8-10 detik itu telah meruntuhkan 368
rumah, sembilan masjid, delapan meunasah, 13 sekolah, dua jembatan, 36 unit
ruko, satu puskesmas pembantu, dan tiga kantor pemerintah serta warga yang luka
dan meninggal dunia.
Dalam tahun ini, daerah yang indah itu dengan kandungna
emas, uraniun dan lain-lain telah dihayak banjir bandang 10 Maret 2011, banjir
luapan 25 Februari 2012, gempa 6,0 SR pada 22 Januari 2013. Ada yang menyebutkan, Tangse termasuk di atas
punggung patahan Bukit Barisan.
Dalam bahasa pengetahuan, gempa bumi adalah
cara alam melepaskan energi karena tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang
bergerak. Tekanan yang tidak dapat ditahan oleh lempeng bumi itulah yang
disebut gempa bumi dan ini sering terjadi di perbatasan lempengan-lempengan.
Menariknya Aceh dikepung oleh lempengan di laut dan darat.
Untuk itu, warga
mesti menyadari bahwa Tanoh Endatu ini berada di wilayah rawan gempa bumi. Siap
tinggal di daerah rawan gempa, maka siaga menghadapi getaran-getaran gempa.
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:
“Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu)
kepadanya. (Al-Zalzalah:1-5)
Dalam hal ini, kita perlu kembali pada kearifan
lokal yakni membangun rumah panggung seperti rumah adat Aceh. Kita percaya, tidak
ada rumah adat Aceh yang hancur karena gempa sebab dapat mengikuti gerakan
gempa. Inilah kearifan lokal warisan endatu yang kita lupakan. Setelah gempa di
Tangse yang kedua kali tahun ini, langkah selanjutnya pemerintah dan masyarakat
perlu mempertimbangkan bangunan di Tangse yang kokoh serta berbahan ringan
untuk mengurangi hentak gempa.
Jangan ada korupsi semen atau besi dalam
membangun gedung sekolah, kantor pemerintah dan sebagainya yang menyebabkan
gedung ambruk dan bisa menelan korban karena tangan-tangan manusia yang
mengurangi bahan baku
Akhirukalam, duka yang dialami oleh warga Tangse adalah duka kita sesama
muslim. Jika kita tidak merasakan kesedihan serta membantunya, berarti kita
sudah mati rasa ukhuwah Islam. Muslim itu satu tubuh yang merasakan kesedihan
yang dialami oleh umat Islam lain di benua mana pun. Murizal Hamzah
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !