Senja hampir tiba, keriuhan dan keributan semakin menjadi-jadi. Para ibu-ibu rumah tanggapun sibuk menyediakan menu berbuka dari yang berat sampai ringan. Meja yang tersedia tidak tercukupi, bahkan terkadang terpikir masih ada yang kurang terpenuhi.
Di jalan lalu lalang sibuk mencukupi kebutuhan berbuka. Para pedagang sibuk memperdagangkan barang dagangannya, riuh pikuk kotaku dalam melewati hari-hari di bulan suci.
Lain halnya dengan sebagian masjid di Aceh terkadang menyediakan menu berbuka ringan untuk jamaah atau tamu yang datang. Tetapi tidak semua menu tersedia di masjid, hanya untuk makanan ringan saja dan tidak semua masjid memiliki program menyediakan menu berbuka bagi jama'ah yang mendatangi masjid saat berbuka. Entah anggarannya tidak terkecukupi ataukah tidak ada dermawan yang menyumbangnya.
Berbeda dengan negeri Mesir yang notabene pemerintah sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, sampai-sampai menu berbukapun tersedia di masjid-masjid untuk seluruh fakir miskin warga Mesir, yang merupakan sumbangan orang-orang mampu di Mesir. Tidak hanya itu, ada juga yang membagi-bagikan makanan berbuka untuk masyarakat yang lewat di jalan pada saat berbuka.
Bahkan menurut laporan warga Mesir mahasiswi Al-Azhar, Mulia Nuvara, bahwa fakir miskin di Mesir tidak disibukkan mempersiapkan masakan, karena semua menu berbuka sudah disiapkan di masjid, tinggal ambil saja. Bahkan bagi warga Mesir yang mampu, sebelum waktunya berbuka mereka membagi-bagikan minuman dan kurma untuk bagi warga yang melintas di jalan itu.
Dengan demikian kita melihat ada kesamaan budaya antara Mesir dan Aceh, tetapi masih banyak hal yang perlu dicontoh dari Mesir, seperti ketika tiba bulan Ramadhan mereka sangat gembira bahkan kegembiraannya melebihi Idul Fitri. Kondisi cuaca yang panas dengan hamparan padang pasir tidak membuat mereka mengeluh.
Berbeda dengan kita, cuaca alam yang adem dengan curahan hujan sepanjang tahun, tetapi masih ada yang mengeluh ketika melaksanakan ibadah puasa. Hal ini menjadikan hati kita iri pada Mesir. (Jannah)
Di jalan lalu lalang sibuk mencukupi kebutuhan berbuka. Para pedagang sibuk memperdagangkan barang dagangannya, riuh pikuk kotaku dalam melewati hari-hari di bulan suci.
Lain halnya dengan sebagian masjid di Aceh terkadang menyediakan menu berbuka ringan untuk jamaah atau tamu yang datang. Tetapi tidak semua menu tersedia di masjid, hanya untuk makanan ringan saja dan tidak semua masjid memiliki program menyediakan menu berbuka bagi jama'ah yang mendatangi masjid saat berbuka. Entah anggarannya tidak terkecukupi ataukah tidak ada dermawan yang menyumbangnya.
Berbeda dengan negeri Mesir yang notabene pemerintah sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, sampai-sampai menu berbukapun tersedia di masjid-masjid untuk seluruh fakir miskin warga Mesir, yang merupakan sumbangan orang-orang mampu di Mesir. Tidak hanya itu, ada juga yang membagi-bagikan makanan berbuka untuk masyarakat yang lewat di jalan pada saat berbuka.
Bahkan menurut laporan warga Mesir mahasiswi Al-Azhar, Mulia Nuvara, bahwa fakir miskin di Mesir tidak disibukkan mempersiapkan masakan, karena semua menu berbuka sudah disiapkan di masjid, tinggal ambil saja. Bahkan bagi warga Mesir yang mampu, sebelum waktunya berbuka mereka membagi-bagikan minuman dan kurma untuk bagi warga yang melintas di jalan itu.
Dengan demikian kita melihat ada kesamaan budaya antara Mesir dan Aceh, tetapi masih banyak hal yang perlu dicontoh dari Mesir, seperti ketika tiba bulan Ramadhan mereka sangat gembira bahkan kegembiraannya melebihi Idul Fitri. Kondisi cuaca yang panas dengan hamparan padang pasir tidak membuat mereka mengeluh.
Berbeda dengan kita, cuaca alam yang adem dengan curahan hujan sepanjang tahun, tetapi masih ada yang mengeluh ketika melaksanakan ibadah puasa. Hal ini menjadikan hati kita iri pada Mesir. (Jannah)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !