
Dewan Syura DDII Aceh
Pengantar
Amnesty International (AI), melalui Direktur Asia Pasifik Amnesty International Sam Zarifi, meminta Pemerintah Pusat mencabut hukuman cambuk yang diberlakukan di Aceh. AI menilai, hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB Melawan Penyiksaan, yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1998. Komite Melawan Penyiksaan juga telah mengajukan kekhawatiran soal tak dijaminnya hak-hak dasar orang-orang yang ditahan berdasarkan qanun (hukum syariah)
Aceh. Bagaimana tanggapan pegiat dakwah di Aceh? Berikut petikan wawancara Jumarto dengan Ghazali Abbas Adan.

Tanggapan Anda terkait desakan Amnesty International untuk hukum cambuk?
Hukuman cambuk merupakan hudud yang baku dari delik tertentu seperti khalwat, maisir dan khamar yang berperdomankan hadits. Hal tersebut merupakan jarimah, sangat berbeda dengan hukum barat yang hanya sebatas pola pikir dari mereka saja. Secara legal formal Aceh memiliki hukum syari’at Islam, akan tetapi mereka yang tidak setuju memaksa kita harus tunduk dalam aturan yang mereka buat sendiri. Tetapi kita memiliki hak untuk mempertahankan dan tidak dengan mudah memberi kesempatan orang lain untuk ikut campur dalam hukum kita sekarang ini. Dalam hal ini tanggapan dari Menteri Dalam Negeri sangatlah baik. Sebenarnya mudah saja. Jika kita tidak ingin terkena hukum cambuk, jangan kita lakukan perbuatan yang menyebabkan kita dihukum cambuk .
Terkait pemberlakuan hukum cambuk yang selama ini terjadi di Aceh?
Saya melihat masih adanya tebang pilih dalam penerapan hukuman tersebut. Saya harap aparat penegak hukum memiliki wibawa. Selama ini penegak hukum masih kurang berwibawa. Tidak ada ketegasan terhadap orang besar dalam menegakkan hukum Islam di Aceh. Semestinya kita semua mengontrol syari’at Islam di Aceh apa lagi peran dari parlemen Aceh kurang berfungsi dalam mendukung syari’at Islam di Aceh. Mereka hanya mencari dana aspirasi atau pun pelesiran yang dilakukan untuk kepentingan mereka sendiri. Harusnya jangan mudah diintervensi oleh pihak-pihak lain yang tidak setuju dengan syari’at Islam di Aceh.
Sisi lain dari penerapan syari’at Islam?
Harus dipahami, bahwa penegakan syari,at Islam di Aceh tidak sebatas beberapa qanun yang sudah ada, tapi juga menebar kebaikan kepada sesama manusia, alam sekitar. Jangan dengan pongah, arogan dan sewenang-wenang melakukan kekacauan, kerusakan dan keresahan di bumi ini, yang membuat umat manusia tidak tenang dan tidak aman hidup dan mencari penghidupan. Perilaku demikian merupakan sisi lain dari pembangkangan syari’at islam. Oleh karena itu, adalah tanggung jawab setiap muslim, komunitas dan pemerintah untuk meluruskan, menghentikan dan sesuai dengan ketentuan syari’at dan hukum yang berlaku menindak tegas dan transparan para pembangkang syari’at Islam tersebut. Membiarkan mereka merajalela dalam masyarakat, berarti membiarkan para perusak itu menodai salah satu misi dan prinsip dasar ajaran Islam, yakni menebar kasih sayang bagi sesama manusia dan segenap isi alam raya.
Yang sebaiknya dilakukan pemerintah?
Saya pikir kita semua harus memiliki tanggungjawab dalam mempertahankan syari’at Islam dan yang paling bertanggung jawab dalam hal tersebut adalah sikap individu muslim. Semestinya kesadaran dari setiap muslim sendirilah dalam berperilaku yang baik dan yang buruk. Setelah itu pemerintah juga harus bertanggungjawab secara penuh dengan memahami syari’at Islam sendiri, jangan saja menjadi oknum pemerintah yang tidak tahu dengan syari’at Islam. Setelah itu sosialisasi terhadap masyarakat harus dikuatkan dan pantas dicontoh Pemko Banda Aceh yang telah membuat KPA-PAI untuk mendukung syari’at Islam. Terakhir pemerintah harus mampu memfasilitasi dan memberi dukungan terhadap majunya syari’at Islam di Aceh.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !