Headlines News :
Home » » Menyahuti Desakan Penghapusan Hudud

Menyahuti Desakan Penghapusan Hudud

Written By MAHA KARYA on Friday, June 3, 2011 | 6/03/2011

Amnesty International (AI), melalui Direktur Asia Pasifik Amnesty International Sam Zarifi, mengeluarkan pernyataan kontroversi dengan mendesak penghapusan hukuman cambuk di Aceh. Sebagaimana siaran pers yang diterima Antara London, Minggu (22/5), AI menilai hukuman cambuk melanggar HAM dan bertentangan dengan konvensi PBB Melawan Penyiksaan. AI menyerukan kepada pemerintah pusat Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal untuk menjamin keselarasan dengan hukum dan HAM internasional, juga dengan ketentuan-ketentuan HAM dalam undang-undang domestik.

Pegiat HAM Aceh, Affan Ramli menyatakan, meski dirinya menganggap wajar desakan AI atas nama pembelaan HAM, ia juga menyesalkan sikap Amnesty International yang terlampau agresif menyerang kebudayaan lokal. “Ini merupakan kendala serius bagi aktivis HAM,” sebut Affan. Semestinya, menurut Affan, Amnesty International lebih dulu membuka ruang dialog.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Muslim Ibrahim, juga sangat menyayangkan desakan AI. Menurutnya, permintaan itu tidak pada tempatnya. Peraturan hukum cambuk sudah menjadi hukum positif. Muslim pun membantah jika dikatakan hukuman cambuk berseberangan dengan undang-undang di Indonesia.

Ia menjelaskan, hukum cambuk adala yang diterapkan di Aceh dilegalkan qanun yang merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sehingga tidak ada yang bertentangan dengan peraturan nasional mana pun.

Dikatakan, esensi dari pelaksanaan hukuman cambuk bukanlah pada pelaksanaan hukumannya, melainkan efek jera dan edukasi kepada masyarakat yang melawan hukum. Selain itu, dari sisi keagamaan, ini adalah peraturan yang memang berlaku bagi warga yang beragama Islam dan hukuman tersebut tidak berlaku bagi warga non-Islam. “Seharusnya mereka bisa melihat dari segi aturan agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk di Aceh,” katanya.

Terlalu ikut campur

Pakar hukum Unsyiah, Dr H Taqwaddin SH SE MS menganggap, Amnesy International terlalu ikut campur dalam masalah domestik Aceh. Semestinya sebagai lembaga luar, AI tidak perlu ikut campur. Menurutnya, kebutuhan hukum di Aceh yang tahu hanyalah orang Aceh sendiri.

Di sisi lain, terang Taqwaddin, hukum cambuk bukan hanya berlaku di Aceh. Di negara lain, seperti Malaysia dan Singapura, juga diberlakukan hukuman cambuk. “Tapi mengapa Aceh paling disorot dalam hal itu? seperti ada hal lain dalam ikut campurnya AI di sini,” terka Taqwaddin.

Mantan ketua Pemuda Muhammadiyah Aceh ini juga menyatakan, HAM bisa dianggap universal dan untuk Indonesia, khususnya Aceh, harus melihat kondisi nasional dan lokal. Banyak aktivis penggiat HAM yang tidak mengerti permasalahan ratifikasi HAM yang diikuti Indonesia. Indonesia punya kedaulatan hukum sendiri dan HAM harus menyesuaikan diri dengan kondisi lokal tersebut.

“Hukum cambuk merupakan hukum positif di Aceh dan harus diikuti sebagi warga negara. Permasalahan adanya tumpang tindih antara implementasi hukum, bagi saya memang merupakan satu hal yang harus dibenahi,” jelasnya.

Ia menuturkan, hukuman cambuk ada aturannya. Esensi dari hukum cambuk bukanlah untuk menimbulkan jera, tapi lebih kepada membuat malu. Jika berbicara tentang pelanggaran HAM, setiap hukuman yang dilakukan merupakan pelanggaran HAM karena terdapat perampasan kemerdekaan. Ketika hukuman cambuk dilakukan bukan memberikan rasa sakit yang berlebihan, tapi rasa malu yang dikirim atas hukuman tersebut. Diharapkan, rakyat akan takut melakukan tindakan melanggar hukum.

Taqwaddin mengakui sejak berlakunya keistimewaan Aceh, terutama tentang penggunaan syari’at Islam, belum ada perubahan kondisi sosial yang signifikan di Aceh. Dari itu, kita harus memperkuat syari’at Islam, dan yang utama dibenahi adalah masyarakat Aceh sendiri. Setelah itu baru masuk ke ranah hukum formil dan materil. Hukuman adalah senjata terakhir.

“Tidak perlu melakukan dikotomi. Semuanya harus berjalan simultan. Syari’at Islam juga mengatur perkara kesejahteraan, ekonomi, dan pendidikan,” cecar Taqwaddin. fiqh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin