Headlines News :
Home » » Ketika Catin “Dipaksa” Belajar

Ketika Catin “Dipaksa” Belajar

Written By MAHA KARYA on Tuesday, April 5, 2011 | 4/05/2011

Sebuah institusi keluarga da’wah, dalam catatan Salim A Fillah, sedikitnya memiliki tujuh makna. Empat diantaranya: bersatunya dua potensi besar pribadi Islam produk tarbiyah; bagian dari proyek besar pembentukan masyarakat Islami; prototipe pembangunan peradaban baru; dan sarana menjaga kesinambungan da’wah.

Sehingga Hasan Al Banna, meletakkan pembinaan rumah tangga islami sebagai maraatibul ‘amaal kedua yang dituntut dari setiap insan yang benar, setelah perbaikan diri.

Proses menjadi insan yang benar, salah satunya adalah dengan shidqul ‘amaal. Yaitu benar dalam proses kerja. Benar dalam cara dan tidak mengacaukan batu bata bangunan syariat. Karenanya, rumah tangga islami bagi insan yang benar, tentulah institusi yang gerak di dalamnya sesuai dengan arahan syariat. Dari sanalah barakah itu digapai. Sesuatu yang dibahasakan Aa Gym sebagai kepekaan untuk bersikap benar ketika menghadapi masalah.

Tapi apa yang terjadi pada banyak keluarga muslim? Rentetan persoalan yang berujung perpisahan. Keputusan kawin-cerai semudah menekan tombol on-off televisi. Data yang dihimpun Badan Peradilan Agama Pusat 2009 lalu, perkara perceraian yang diputus Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah mencapai 223.371 perkara. Selama sembilan tahun terakhir, tiap tahun rata-rata terdapat 161.656 perceraian. Artinya, jika diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan, maka 8% diantaranya berakhir dengan perceraian.

Kegagalan rumah tangga banyak dipengaruhi oleh terbatasnya pengetahuan pasangan tentang kehidupan berkeluarga. Dari sinilah kursus pranikah beranjak. Kemenag mengubah status belajar sebelum nikah dari imbauan menjadi keharusan. Calon pengantin (catin) sengaja “dipaksa” agar mau belajar. Lewat kursus catin, seluk beluk kehidupan rumah tangga diperkenalkan. Tak hanya sisi manis, tapi juga sisi pahitnya.

Kursus serupa ini sudah mulai berlaku di Malaysia pada 1992. Sejak itu, pasangan yang hendak menikah hanya dapat diproses “qadhi“ jika sudah mengantongi sertifikat kursus. Kabarnya, lewat jalan ini, konflik rumah tangga dan angka perceraian dapat ditekan.

Dari sisi persiapan pernikahan, keberadaan kursus catin sesuai untuk membekali ruhiyah dan fikriyah pasangan yang hendak menikah. Tetapi kasus perceraian tidak serta merta hilang. Sebab krisis dalam ikatan perkawinan, berdasarkan psikologi rumah tangga, tetap mengancam pada usia pernikahan lima tahun, sepuluh tahun, dan 15 tahun.

Karenanya, pendidikan keluarga tidak dapat dianggap selesai oleh kursus catin. Pembekalan pranikah bukan terminal perhentian untuk belajar. Ilmu bertahan dalam krisis keluarga harus terus diperbaharui sepanjang usia perkawinan. Wallahua’lam. rizarahmi
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin