Headlines News :
Home » » Memerdekakan Finansial Dayah

Memerdekakan Finansial Dayah

Written By MAHA KARYA on Saturday, March 26, 2011 | 3/26/2011

Aceh barangkali pantas digelar sebagai ’negeri seribu dayah’. Hampir tidak ada kabupaten/kota di Aceh yang tidak ada dayah . Data statistik dari Badan Pembinaan dan Pemberdayaan Dayah Aceh mencatat 1037 dayah besar dan kecil saat ini aktif di Aceh. Kendati pun belum diketahui jumlah konkret santri dan dewan gurunya.

Jika dieksplorasi dengan baik, potensi komunitas dayah ini akan menjadi sumber daya manusia yang besar dan berguna. Sebut saja potensi pengembangan ekonomi berbasis dayah. Jika siklus ekonomi di dayah lancar, proses belajar mengajar juga akan lancar.

Ketua Umum Yayasan Perguruan Islam Babun Najah, Drs Tgk H Muhammad Ismy Lc MA menyebutkan, selama ini proses belajar mengajar di dayah berjalan normal. Problem ekonomi boleh disebut tidak menjadi kendala yang berarti bagi berlangsungnya proses pendidikan di dayah tersebut.

Ia menjelaskan, sistem ekonomi yang sudah dijalankan selama ini mampu menopang aktivitas dayah. Sumber dan kegiatan ekonomi yang mereka lakukan terutama dengan menjalankan program iuran dari santri yang besarnya 400 ribu rupiah per orang tiap bulan.

”Iuaran ini sudah total untuk menutupi biaya listrik, telepon, honor guru, dapur umum, dan kebutuhan lain santri selama belajar,” sebut ulama yang akrab disapa Abu Madinah ini.

Sumber berikutnya dari hasil sewa kios. Harganya sewanya disesuaikan dengan luas kios dengan kisaran biaya empat, lima, hingga enam juta per-tahun. Pihak yang menyewa ada dari masyarakat umum maupun dari kalangan dayah. Kios yang dimanfaatkan oleh santri dayah dipergunakan untuk usaha jahit menjahit, bisnis fotokopi atau menjual alat-alat tulis, menjual buku/kitab pelajaran, majalah, dan sebagainya.

Dayah juga memiliki kantin (keudee kupi), warung serba ada (waserda) dan Unit Simpan Pinjam (USP). USP ini dari santri untuk santri yang kemudian dikembangkan melalui koperasi atau waserda. Disamping itu, ada sumbangan yang tidak mengikat dari wali-wali santri. ”Misalnya mereka menyumbangkan sajadah, Al-Qur’an dan lain-lain untuk keperluan Mushalla,” urai alumni Universitas Ummul Qura Mekkah ini.

Sumbangan pemerintah juga mereka terima melalui Badan Dayah. Sumbangan tersebut berbentuk bangunan dayah, kitab-kitab pelajaran, dan insentif dewan guru yang disalurkan per tahun.

Pola pengembangan ekonomi yang lain, menurut Abu Madinah, dengan membangun pabrik batu-bata. Dari usaha ini pihak dayah juga mendapatkan hasil yang terus menerus. ”Kita juga mempunyai kenderaan dumtruck sebanyak dua unit dan disewakan kepada masyarakat, dan hasilnya kita bagi tiga. Ada bagian pihak penyewa, mobil dan dayah. Begitulah cara kita menghidupkan dayah,” jelasnya.

Sementara itu, Kasi Pengembangan Santri Kemenag Provinsi Aceh, Drs Radhiuddin menyebutkan, hendaknya dayah di Aceh dapat melahirkan ulama dan intelektual-intelektual muslim yang berjiwa wirausaha. Sehingga sepulang menuntut ilmu di pesantren kelak, mereka dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakatnya. Namun, Radhiuddin mengingatkan, agar pengembangan ekonomi di pesantren jangan sampai mengganggu kegiatan rutin pesantren.


Minim dayah mandiri
Kepala Bidang Pendidikan keagamaan dan Pondok Pesantren (Pekapontren) Kemenag Provinsi Aceh, Tgk H. Abrar Zym SAg mengatakan, jumlah dayah mandiri di Aceh tergolong minim. Sebagian besar dayah masih mengandalkan bantuan dari pemerintah dan masyarakat. Makanya, kata dia, pihak Pekapontren akan terus memprogramkan kegiatan pemberdayaan ekonomi guna membantu kemandirian dayah.

”Kita berharap, kegiatan ekonomi berjalan di dayah. Tidak hanya dilakukan oleh para santri, tetapi juga didukung oleh pimpinan dan dewan guru. Agar berkurang pimpinan dayah yang membawa proposal ke pemerintah,” sebut Abrar.

Ia membandingkan dengan pesantren di luar Aceh. Ada yang sudah punya mini market. Termasuk usaha doorsmeer bahkan sampai POM bensin. Walaupun begitu, Abrar mengingatkan agar pimpinan dayah dapat membimbing dan dan mengarahkan santri selama beraktivitas. ”Jangan sampai bisnis itu membuat santri lupa belajar. Akhirnya mereka bukan lagi menjadi calon ulama, malah nanti jadi pengusaha,” selorohnya.

Abrar tidak menampik beberapa dayah yang melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi santrinya. Misalnya ada tambak ikan, ketrampilan jahit menjahit atau ketrampilan bertukang atau perabot. Tetapi jumlahnya belum signifikan. Pihak Kemenag mendukung mereka melalui pelatihan life skill dan magang bagi para santri.

Di lain pihak, Marketting Account Manager Bank Muamalat Cabang Banda Aceh, Drs. Zulkarnaen menyebutkan, pihaknya mempunyai sebuah lembaga yang berhubungan langsung dengan komunitas masjid atau dayah. Lembaga ini secara struktural adalah bentukan dari Bank Muamalat Indonesia, yang khusus mengurus produk sosial dari Bank Muamalat.

Di sini terdapat program tijarah dan tabarruk yang disalurkan melalui program Komunitas Usaha Mikro (KUM). Para santri dayah maupun jamaah dan pengurus masjid berpeluang untuk mendapatkan bantuan dari baitul Mal Mu’amalah ini.

”Jumlahnya memang tidak terlalu besar. Sepuluh juta ke bawah. Namun syarat utamanya si peminjam adalah jamaah yang aktif melaksanakan shalat berjamaah lima waktu di masjid,” sebut Zulkarnaen.

Ia mengaharapkan, agar dayah-dayah di Aceh memasukkan mata pelajaran ekonomi Islam dan praktiknya ke dalam kurikulum dayah. Santri dayah juga perlu diberdayaka dengan menghidupakan kegiatan home industri dan mereka harus menerapkan sistem ekonomi Islam.

”Kami siap terjun ke dayah-dayah di Aceh, untuk melakukan survey dan evaluasi dayah mana yang layak dibantu. Saya akan masukkan program ini ke dalam rapat evaluasi di hadapan pimpinan Bank Mu’malat Banda Aceh,” cetus Zulkarnaen. muhammad meflin
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin