
Seharusnya kita mengggunakan setiap kesempatan yang ada untuk mempertebal keimanan, memperbanyak amal shalih yang semuanya itu berguna untuk kehidupan kita di dunia dan insya Allah akan berguna pula di akhirat kelak.
Saya kira, semua kita bangga dilahirkan di Aceh ini, walaupun kalau kita banding dengan tempat-tempat lain, yang jauh lebih makmur dibandingkan dengan Aceh ini, namun demikian, kita berbangga hati, karena kita orang Aceh.
Orang Aceh tidak perlu ditanyakan lagi apa agamanya, sudah pasti agamanya Islam, dimana agama Islam telah mengantarkan orang Aceh menjadi orang terkenal di dunia ini. Kalau kita berada di luar Aceh tiba waktu shalat misalnya, kita dipersilakan menjadi muazzin, atau menjadi imam.
Ini kesan yang ada pada orang Aceh, kesan itu itu berkat usaha dari orang-orang terdahulu yang mengangkat nilai dan martabat orang Aceh, sehingga demikian adanya dalam pandangan orang lain, bahkan tahun lalu disaat orang-orang berhaji, orang Aceh mendapat kehormatan, karena mereka mendapat badal zakat di Mekkah, ganti dari bayar ongkos sewa rumah yang kadangkala digunakan oleh orang Aceh untuk berbangga hati.
Ini perbedaan kami dengan orang-orang lain, namun demikian, kalau hal ini tidak kita jaga terus martabat yang telah dicapai belum tentu akan terus menerus melekat pada kita.
Kita dulu pernah pergi keluar Aceh misalnya membaca surat khabar, seseorang ingin sekali kawin tidak ada orang yang mau kawin dengan dia, akhirnya dia paksakan ibunya untuk melayani kebutuhan seksualnya. Kita kadang-kadang mengatakan, ini tidak mungkin terjadi di Aceh, tapi kalau kita baca koran lokal baru-baru ini, apa yang terjadi di luar Aceh sekarang juga sudah terjadi di Aceh.
Ini perlu kita ingat bersama, jangan sampai martabat orang Aceh yang sudah demikian tinggi di antar oleh nenek moyang kita, lantas merosot seketika, karena kita tidak menjaganya dengan baik.
Ini suatu ukuran, yang kalau orang akan mengatakan, kalau begitu orang Aceh sama dengan orang lain. Kita masih ingin mengatakan, orang Aceh tetap orang aceh, seperti dulu dianggap dia lebih dalam bidang agama, terutama dalam pengamalannya.
Kita tidak mempersalahkan siapa-siapa, tapi marilah kita jadikan ukuran ini untuk kita mulai dari keluarga kita sendiri, tanpa mengharap dari orang lain. Kita mulai dari keluarga kita sendiri, kita beritahu kepada anak-anak kita, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilarang Allah janganlah sampai dilakukan oleh anak-anak kita.
Kalau dalam satu keluarga sudah menjaga anaknya, diharapkan kaluarga tetangga yang ada disampingnya juga menjaga keluarganya, selajutnya sebuah kampung akan menjaga orang yang ada di kampung tersebut, insya Allah apa yang kita inginkan bersama akan terwujud dalam waktu yang tidak lama lagi.
Tetapi yang terjadi adalah, kita selalu mengharapkan dari orang lain, padahal kita sendiri sanggub mengerjakan dalam lingkup sendiri, kita tidak mengerjakannya, hanya asik kita memberi komentar terhadap pekerjaan-pekerjaan orang lain.
Yang penting adalah, martabat orang Aceh yang sudah demikian tinggi berkat usaha para ulama kita dahulu, perlu kita jaga bersama, mulailah dari diri kita sendiri ibda’ binafsik, demikian tuntunan Rasulullah Saw.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !