Headlines News :
Home » , » Masyarakat Sipil Pemberantas Korupsi

Masyarakat Sipil Pemberantas Korupsi

Written By MAHA KARYA on Monday, March 7, 2011 | 3/07/2011

OPINI :: Askhalani

Akan sangat sulit untuk mengecilkan masalah korupsi di Indonesia. Prilaku korupi tertanam secara mendalam di dalam lapisan masyarakat dan berbagai institusi. Korupsi menjadi endemik dalam birokrasi pemerintahan, badan usaha milik negara (BUMN) dan dalam hubungan antara pemerintahan dengan pengusaha/perusahaan.

Korupsi secara transparan dan berjumlah besar mungkin telah menurun drastis sejak keruntuhan orde baru, namun korupsi berskala lebih kecil semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh struktur serta modus dalam kasus korupsi yang dilakukan secara terstruktur dan terorganisir. Meskipun korupsi skala kecil dipandang relatif tak berbahaya, tetapi menyumbang terjadinya korupsi besar yang menghancurkan struktur budaya dalam masyarakat, seperti pelegalan terhadap aksi pencaloan, penipuan, kolusi dan aspek tidak memperdulikan hukum.

Survey menunjukan, korupsi merupakan masalah besar dan paling utama di Indonesia. Dimana Indonesia merupakan negara ke 137 dari 158 negara dalam Indeks persepsi negara (country Perpection index-CPI) tahun 2005 yang dibuat oleh transparancy international.

Sementara indikator tata kelola pemerintahan (governance indicator) WBI (the world bank institute) terhadap korupsi menempatkan Indonesia pada urutan 25 terbawah pada rangking perbandingan antar negara. Akan tetapi, sebuah peningkatan telah terjadi antara tahun 2002 sampai tahun 2005. Dalam suatu penetapan estiminasi nilai, dimana +3 adalah terbaik dan -3 adalah terburuk, skor yang diperoleh Indonesia telah meningkat dari -1.19 menjadi -0.86.

Yang menarik adalah hasil survey spesifik negara mengkonfirmasikan trend positif yang diidentifikasi dalam indikator tata kelola pemerintahan WBI. Menurut survey iklim Investasi (investment Climate Survey) pada tahun 2005, sebuah penurunan yang berati dalam hal korupsi baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah dilihat sebagai hambatan dalam menjalankan usaha selama tahun 2003 hingga 2005, trend keseluruhan demikian didukung oleh penelitian henderson dan kuncoro, yang menemukan bahwa suap sebagai persentasi dalam biaya usaha telah menurun dari tahun 2001 sampai tahun 2004.

Menurut Todung Mulya lubis, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia dari tujuh negara di Asia yang tingkat korupsi dan nepotismenya besar, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, memiliki angka rata-rata tertinggi. Indeks ini merupakan hasil dari barometer korupsi global TI tahun 2009, dengan skala nilai berkisar dari nol sebagai paling bersih, hingga lima yang paling korup, TI meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2009, dengan melakukan 13 survey oleh 10 lembaga independen yang mengukur persepsi tingkat korupsi di 180 negara di dunia. Dalam IPK 2009, peringkat Indonesia naik dari posisi nomor buncit ke peringkat ke-5 dari 10 negara ASEAN. Angka IPK Indonesia masih di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand.

Skor Indonesia dalam CPI 2009 adalah 2,8. Skor ini dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan.

Peran masyarakat sipil
Pengakuan negara terhadap keterlibatan masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan dan peningkatan peran pemberantasan korupsi di Indonesia, diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam Bab VI, Pasal 8 dan Pasal 9, Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Bab V, Pasal 41 Ayat 1 dan 2, serta PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Pidana Korupsi. Pengakuan ini menjadi salah satu acuan sebagai pintu masuk bagi seluruh komponen sipil untuk terlibat dalam pengawasan serta perang terhadap prilaku koruptif.

LSM yang secara ekplisit atau eksklusif menaruh perhatian pada isu korupsi secara relatif jumlahnya cukup kecil. Berdasarkan data yang disajikan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), hanya 43 LSM di seluruh Indonesia yang secara khusus menaruh perhatian pada anti korupsi. Diantaranya: gerakan Jaringan Nasional Gerakan Anti Korupsi atau GeRAK, terdiri dari 27 LSM dari seluruh Indonesia termasuk jaringan strategisnya di Aceh yaitu GeRAK Aceh, GeRAK Aceh Besar dan GeRAK Aceh Barat, sementara di tingkat lain meliputi ICW, jaringan MTI dan Walhi.

Beragam argumen dan kondisi riil diatas maka ada beberapa hal yang harus dilakukan komponen masyarakat sipil dan pemerintah dalam pemberantasan korupsi diantaranya untuk mengahasilkan sebuah penurunan tingkat korupsi di Indonesia yang signifikan dan berlangsung lama, diperlukan kemajuan lebih lanjut pada bidang-bidang tertentu meliputi:

Pertama, pemerintah di tingkat nasional dan daerah perlu melakukan perencanaan strategis sebagai titik awal untuk menciptakan sebuah strategi anti korupsi yang orisinil yang menetapkan berbagai prioritas, mengakui adanya kebutuhan akan tahapan pelaksanaannya, dan menyediakan sumber daya, insentif dan sanksi. Pengembangan strategi ini dapat dipergunakan untuk menghasilkan partisipasi yang lebih berarti dari komunitas bisnis dan komunitas masyarakat sipil. Dan khusus pada tingkat pemerintah daerah satu dari berbagai hal penting yang dapat dilakukan pemerintah pusat adalah dengan mempercepat dan memperluas reformasi penegakan hukum termasuk kepolisian, kejaksaan dan lembaga yudisial.

Kedua, kelompok masyarakat sipil dapat memainkan peran yang lebih besar dan lebih penting dari pada yang terjadi saat ini. Berbagai sektor kelompok masyarakat sipil yang memiliki potensi yang paling besar termasuk didalamnya universitas, siswa/mahasiswa, media dan berbagai asosiasi lembaga profesi, hal ini penting mengingat status Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi yang baru. Perhatian serius perlu diberikan oleh komponen sipil untuk menghindari pengaruh yang sifatnya korup dan korosif dari praktek “politik uang”, suap dan kolusi, baik atas birokrasi pemerintahan, partai politik serta pengawalan parlemen dan aparat penegak hukum.
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin