
Ulama adalah orang-orang yang mengambil warisan ilmu dan agama dari para rasul, sebagaimana hadits yang artinya: “Para ulama adalah pewaris nabi, dan warisan yang mereka terima dari nabi bukanlah harta benda dari pada emas dan sebagainya akan tetapi lebih dari itu yaitu ilmu dan agamanya”.
Ulama ialah hamba-hamba Allah yang sangat banyak ilmunya, sangat mendalami kaedah-kaedah ilmu agama, tinggi tafakkurnya tentang alam semesta, dan mengamalkan ilmunya dengan sempurna secara dhahir dan bathin pada setiap waktu. Sehingga tepatlah baginya ma’rifatullah yang hakikatnya pengenalan Allah yang seyakin-yakinnya. Kemudian tumbuhlah dalam hatinya dan jiwanya kasyiah, yaitu rasa sangat takut dan gemetarnya kepada Allah SWT.
Maka predikat ulama warasatul ambiya yang disandang seseorang, tidaklah cukup dengan semata-mata ilmunya yang setinggi langit. Seperti halnya yang terjadi pada manafik Sanuk Hukruyu dan orientalis barat lainnya. Tetapi seorang ulama harus ada padanya ma’rifat dan kasyyah yang tinggi kepada Allah SWT. Karena Allah berfirman dalam Al-Quran, yang artinya:
“Hanya ulamalah yang benar-benar takut kepada Allah dari pada hambanya”. “Hanyasanya ulama, orang yang takut kepada Allah”.
Apabila seorang ulama sudah sangat takut dan gentar kepada Allah, maka maksimal-lah ketaatannya kepada Allah dalam segala bidang, kemudian jadilah ia sebagai waliyullah yaitu orang yang dimuliakan Allah. Seseorang yang sudah mencapai tingkat itu, apabila ia meminta sesuatu kepada Allah, pasti dikabulkan dan apabila ia meminta perlindungan pasti dia dilindungi. (Al-Bukhari dari Abi Hurairah ra: Majlis: 114). Inilah yang dinamakan sifat karamah pada seorang aulia.
.
Dalam penyiaran agama Allah, dibekali para nabi dengan mu’jizat, untuk membenarkan da’wah kenabiannya, serta menguatkan da’wahnya kepada agama Allah, sedangkan kepada ulama waliyullah diberi karamah untuk menguatkan da’wahnya kepada jalan Allah. Nah ulama yang seperti ini hampir tidak terdapat lagi pada masa sekarang ini. Akan tetapi yang demikian banyak sekali terdapat pada qurun yang pertama, mulai dari ulama sahabat dan tabi’in sesudah mereka, seperti Abu Bakar Assiddiq misalnya.
Suatu hari Aisyah masuk ke kamar Saydina Abu Bakar, lalu ia mencium bau seperti hati yang terpanggang, bau itu rupanya bau yang keluar dari nafas Abu Bakar, karena begitu takutnya kepada Allah, hampir-hampir hatinya terbakar oleh rasa takut yang bersangatan. Demikian juga kisah Amirulmu’minin Umar bin Khattab ra, beliau terjatuh dari kuda yang ditungganginya hingga pingsan, ketika ia mendengar seseorang yang sedang membaca firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi dan tiada yang dapat menolaknya”. Sesudah peristiwa itu lalu, beliau jatuh sakit hingga tidak keluar dari rumahnya sampai sebulan: (Durratunnashihin 253).
Demikian juga halnya ulama warasatul ambiya pada masa Tabi’in. Tabi’ tabi’in seperti Hasan Bashri, Imam Hanafi, Imam Malil, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Umar bin Abdul Azis, Radhimahumullah. Juga demikian halnya ulama sesudah mereka sampai kepada masa kerajaan Aceh Darussalam yang adil, seperti Syiah Kuala, dan zaman Wali Songo di Pulau Jawa.
Sebagaimana dikisahkan tentang wali-wali Songo yang menyiarkan agama Islam di tanah Jawa, bahwa sebelum Islam tersiar, hampir semua raja dan rakyatnya beragama hindu dan budha bertuhankan wisnu dan waisya, menyembah patung dan berhala meminta dan mengadu kepada dewa-dewa.
Pada suatu ketika di negeri itu terjadi kemarau dan kekeringan yang luar bisa, maka mereka mengadakan ritual secara besar-besaran untuk meminta hujan kepada dewa-dewa dengan berkurban dari bermacam-macam jenis hewan ternak mereka, hingga gadis-gadis cantik mereka korbankan untuk dewa. Tetapi hujan tidak turun juga, maka pada saat sedang dilakukannya pengorbanan terhadap gadis cantiknya, datanglah seorang ulama dengan beberapa muridnya, Maulana Malik Ibrahim nama aslinya, lalu beliau menghampiri acara ritual itu seraya berdoa kepada Allah Ta’ala. Dengan do’anya yang diterima Allah, pengorbanan gadis itu tidak jadi dilaksanakan, kemudian pendeta yang memimpin ritual itu menoleh dengan matanya kepada Maulana, seraya berkata dengan marahnya: “Hai orang asing, mengapa kalian sengaja datang kemari untuk mengganggu acara kami, apa tujuannya?”
Maulana balik bertanya dengan senyum dan lembut suara, “untuk apa gadis yang tidak berdosa itu dikorbankan?”. untuk menurunkan hujan, sahut pendeta. Sudah berapa kali qurban dilakukan? Tanya Maulana, sudah beberapa kali, namun itu belum cukup, kata pendeta, sudahlah kalian orang asing jangan menyindir kami. Sekarang cobalah kalian turunkan hujan dengan cara kalian, kalau tidak bisa, akan kami hajar kalian hingga meradang nyawa, kata pendeta.
Boleh, jawab Maulana, lalu beliau bersama muridnya melakukan sembahyang Istisqa’. Maka dengan izin Allah pada waktu itu juga turunlah hujan dengan lebatnya. Kemudian semua jamaat pengikut pendeta sujud melutut kepada Maulana, beliau berkata “Bangunlah, tegakkan kepalamu. saudara tidak boleh bersujud kepada manusia, karena aku ini seperti kamu juga”. Baiklah baginda, tetapi ajarilah kami cara menurunkan hujan seperti yang anda lakukan, jawab mereka.

Melihat mereka yang sudah sangat bersimpati dan berharap kepadanya, Maulana berkata “boleh saudara, tetapi dengan syarat kalian harus masuk Islam.” Dengan serentak mereka bersedia. setelah itu berbondong-bondonglah masyarakat Jawa Timur masuk Islam dengan berkat da’wah ulama yang seperti ini yang tentunya karena dikuatkan da’wahnya oleh Allah dengan sifat karamahnya.
Ulama seperti inilah yang disuruh oleh Allah dan rasulnya untuk kita ikuti serta memegang teguh dan mengamalkan hukum-hukum agama yang telah mereka istimbatkan. Allah berfirman, yang artinya: “Bertanyalah kamu kepada ahli zikir (ulama) jira kamu tiada mengetahui”.
Allah menwajibkan kepada orang awam seperti kita-kita ini supaya bertanya hukum-hukum agama kepada ulama. Apabila ulama telah memberi fatwa, maka wajib orang awam mengikuti fatwa mereka. Dan lagi Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Bahwa ulama itu pewaris ilmu dan agama dari nabi”. Maka dari hadits nabi ini menunjukkan bahwa ulama itu wajib diikuti oleh orang awam. Kalau tidak boleh diikuti, maka sia-sialah pengakuan Rasulullah SAW terhadap ulama, dan terkesan pula, seolah-olah pengakuan tersebut akan percuma. Wallahua’lam.
#Khatib, pimpinan Dayah Ruhul Falah Samahani
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !