
Para maniak bola kaki ternyata berlaku lintas sektoral, tanpa mengenal usia, status sosial dan jenis kelamin. Mereka bisa kompak sejenak untuk menyaksikan laga si kulit bundar yang diadakan empat tahun sekali. Bahkan ketika konflik Aceh, jarang terjadi kontak senjata pada malam pertandingan yang menampilkan tim favorit. Begitulah dunia sepak bola di seluruh dunia mampu menyatukan umat untuk duduk manis sambil teriak-teriak memberi semangat kepada tim kesayangannya.
Bola kaki tidak hanya memperebutkan sebuah bola yang pada mulanya dikejar sekuat tenaga, lalu setelah berada di ujung sepatu, kembali ditendang. Mari kita perhatikan seksama, di balik pernampilan itu, perilaku pemain menjadi ciri khas suatu negara. Yang menarik, simbol-simbol yang dicirikan oleh pemain sebelum pluit ditiupkan atau saat luapan gembira, diluapkan dalam bahasa tubuh (body language) yang lazim digunakan oleh agama tertentu dalam beribadah. Nah tayangan ini disaksikan oleh miliaran pasang mata yang bisa memberi motivasi kepada anak-anak yang gila bola untuk melakukan hal serupa.
Sejak Pildun (piala dunia) di Afrika yang dimulai dari 11 Juni-11 Juli mendatang, dari 32 negara yang lolos seleksi mengikuti pertandingan bergengsi ini, paling tidak ada belasan pemain, negara seperti Aljazair atau wasit yang beragama Islam. Mereka seolah-olah menjadi duta Islam yang berlaga di negara lain atau di negara yang mayoritas Islam. Misalnya, Sulleyman Ali “Sulley” Muntari dari Itali yang sering sujud sebagai wujud rasa syukur setelah membobolkan gawang lawan. Paling tidak, pemain-pemain kelas dunia yang menadah tangan berdoa sebelum bermandikan keringat menjadi ilham bagi pemain lain untuk melakukan hal yang sama.
Begitulah mereka bisa menjadi corong Islam jika sikapnya merupakan cermin dari perintah agama dengan melakukan amar makruf nahi munkar. Demikian juga, penonton bisa menunaikan shalat Magrib ketika adzan usai dikumandangkan yang pada waktu bersamaan pertandingan sedang seru-serunya. Tidak ada tawar-menawar untuk shalat magrib karena waktunya amat singkat dibandingkan shalat wajib lainnya.
Menang atau kalah negara yang mayoritas Islam dalam Pildun atau kehebatan pemain muslim tidak ada pengaruh bagi kehebatan Islam. Sebab kejayaan umat Islam tidak ditentukan oleh pertandingan bola kaki yang kadangkala diikuti dengan taruhan uang alias judi. Para pemain bola kaki yang memperlihatkan aurat bukanlah ujung tombak utama dari berdakwah. Mereka menjadi serpihan-serpihan yang menjadi inspirasi bagi pemain muslim lain untuk berani menunjukkan identitas sebagai Islam.

Mungkin filosofi dari sepak bola yang bisa diteladani seperti kejujuran, kerja sama, koordinasi, komunikasi, ada saatnya pemain turun naik atau mengalah untuk kemenangan bersama dengan berganti posisi. Filosofi lain adalah setiap kesebelasan tentu saja mengharapkan menang. Disini ada tujuan yang ditancapkan dengan penuh semangat. Mungkin hikmah itulah yang bisa dipetik oleh penonton agar kehidupan bermasyarakat bisa lebih bagus bahwa dengan berjamaah, umat Islam itu bisa rukun, tidak saling sikut dan bermusuhan. Wallahu a’lam.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !