Headlines News :
Home » » Zakat Dalam UU Pemerintahan Aceh

Zakat Dalam UU Pemerintahan Aceh

Written By MAHA KARYA on Friday, May 7, 2010 | 5/07/2010


Oleh Hendra Saputra, MA

Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) merupakan Undang-undang yang sangat spesial bagi masyarakat Aceh. Lahirnya Undang-undang ini punya latar belakang yang panjang dan punya sejarah tersendiri. Lahirnya undang-undang ini diharapkan menjadi solusi dalam tegaknya perdamaian di Bumi Serambi Mekkah yang telah lama mencekam dan seram akibat konflik. Disamping itu, faktor lain yang melatar belakangi lahirnya Undang-undang ini salah satunya ialah semangat dalam mengimplementasikan syariat Islam secara kaffah di Aceh.

Zakat merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Dalam UUPA, terdapat tiga pasal yang berkaitan dengan zakat, adalah sebagai berikut: Pasal 180 ayat (1) huruf d menyebutkan: “Zakat merupakan salah satu sumber Penerimaan Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota” Pasal 191 menyebutkan: “Zakat, harta wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota yang diatur dalam Qanun” lalu Pasal 192 menyebutkan: “Zakat yang dibayar menjadi pengurang terhadap jumlah Pajak Penghasilan (PPh) terhutang dari wajib pajak.”


Derefasi ketiga pasal tersebut di atas, telah diatur dalam qanun No. 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal. Ketiga pasal sebagaimana telah diuraikan di atas, menegaskan bahwa zakat bukan hanya kewajiban syariah semata, melainkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh negara. Dengan demikian, pemerintah dapat memaksa warga negara untuk menunaikan zakat, hal ini semakin jelas dengan masuknya zakat sebagai salah satu PAD. Berbagai alasan dapat saja dikemukakan agar terhindar dari kewajiban zakat, namun pemerintah dapat menyelesaikan dan mengambil tindakan tegas dengan menggunakan peraturan yang ada, dengan tidak mengabaikan aturan yang telah ditetapkan syariah.

Pemaksaan untuk membayar zakat oleh pemerintah muncul pertama kali pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Pada saat itu, khalifah menyatakan perang terhadap Kabilah Abs dan Zubyan yang membangkang untuk menunaikan zakat. Kemudian setelah itu, tidak muncul lagi masalah pembangkangan zakat, namun lebih cendrung kepada pengelolaannya. Kegemilangan pengelolaan zakat mencapai puncaknya pada masa Khalifah Umar ibn ‘Abdul Azis, dimana pada masa itu tidak didapati seorang pun mustahiq, sehingga dana zakat digunakan untuk membiayai pernikahan bagi pemuda/i yang tidak memiliki biaya untuk melangsungkan pernikahan.

Masuknya zakat dalam UUPA, kiranya secara perlahan Pemerintah Aceh dapat mengulang masa kegemilangan pengelolaan zakat sebagaimana pada masa khalifah, hanya saja sekarang diperlukan keberanian, ketegasan dan keseriusan. Bahkan untuk nama lembaganya pun sama seperti pada masa khalifah yaitu Baitul Mal yang mempunyai sejarah tersendiri dalam perjuangan Islam.

Kemudian, untuk kewajiban zakat dalam UUPA, Aceh diberikan keistimewaan daripada Provinsi lainnya di Indonesia, yaitu “Zakat yang dibayar menjadi pengurang terhadap jumlah Pajak Penghasilan (PPh) terhutang dari wajib pajak.” Sebagaimana terdapat dalam pasal 192.

Saat ini, BAZNAS, Forum Zakat (FOZ) dan lembaga zakat lainnya sedang berjuang untuk revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, mereka menginginkan zakat yang dibayarkan sama seperti yang terdapat di dalam UUPA. Sementara, Aceh sejak disahkan UUPA pada tahun 2006 lalu, sampai saat sekarang belum dapat diimplementasikan. Masyarakat Aceh terus bertanya-tanya dan sedih mengapa UU yang telah ditetapkan, belum bisa dijalankan.

Pemerintah Aceh berupaya untuk mengimplementasikan pasal 192 ini, namun mendapat penolakan dari Departemen Keuangan/DIRJEN Pajak, dengan alasan pajak penghasilan diatur secara tersendiri dalam UU No. 7 Tahun 1983 yang terakhir dirubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 yang berlaku secara nasional dan mengikat siapapun tanpa kecuali. Padahal UUPA merupakan UU yang berlaku azas Leg Spesialis, yang hanya berlaku untuk Aceh.

Permasalahan ini secara perlahan sepertinya mulai redup, bahkan dalam beberapa pertemuan yang membahas tentang Implementasi UUPA, pasal ini nyaris saja luput dalam pembahasan. Bila terus terjadi, maka dapat dipastikan pasal ini hanya akan menjadi hiasan atau pajangan dalam UUPA semata, tanpa ada implementasi. Semangat untuk menjalankan syariat Islam dengan dukungan UUPA yang merupakan UU yang sangat spesial bagi masyarakat Aceh, sepertinya hanya akan menjadi dongeng belaka tanpa ada keikhlasan dari Pemerintah Pusat dan keseriusan dari Pemerintah Aceh untuk mengimplementasikan pasal-pasal dalam UUPA yang berkaitan dengan syariat Islam, termasuk masalah zakat.


Sekiranya masyarakat Aceh secara bersama-sama mendorong dan berdoa, agar aparatur di Pemerintah Pusat dapat terbuka hatinya untuk mencermati kembali pasal 192 UUPA ini, agar kekhususan yang terdapat dalam UUPA ini dapat dirasakan. Kepada Pemerintah Aceh kiranya dapat lebih giat untuk memperjuangkan pasal ini kepada Pemerintah Pusat agar dapat diimplementasikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Wallahu ‘alam bi ash shawaf.

Penulis, amil Baitul Mal Aceh
Rata Penuh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin