
Disuatu siang ketika Deden, mahasiswa Indonesia, sedang dalam perjalanan dari Universitas Ankara menuju asramanya, seperti biasa ia harus melewati stasiun kereta bawah tanah Besevler di Kota Ankara, Turki. Di pintu keluar stasiun tersebut tidak seperti biasanya berdiri seorang lelaki separuh baya yang buta memegang tongkat ditangan kananya sambil memegang beberapa buah tisu ditangan kirinya.
Pemandangan ini merupakan hal biasa yang ada di hampir seluruh stasiun kereta bawah tanah dan orang yang lalu lalang pun paham dengan berdirinya lelaki tersebut. Deden pun berniat baik dengan memberinya uang 1 Turki Lira (TL) tapi bukan untuk membeli tisu yang dijualnya.
Tanpa disangka, lelaki tersebut langsung berkata “Ambil tisunya 2 buah”. Deden pun mengatakan bahwa ia hanya ingin memberikan uangnya kepada lelaki itu, “Ambil saja duitnya” kata Deden dan ia pun langsung meneruskan langkahnya menuju asrama.
Tapi tiba-tiba lelaki tersebut menjatuhkan uang tersebut ke lantai dan tetap bersikeras agar Deden mengambil tisu 2 buah. Tersentak dengan respon lelaki tersebut, Deden mendekati pria itu kemudian membujuknya agar ia mau menerima uang tersebut dan Deden hanya mengambil 1 buah tisu. Tapi pria tersebut menolak, “Ambil tisunya 2 buah,” ia mengulang perkataannya.

Dengan terpaksa, Deden pun mengambil 2 buah tisu dan pergi sambil menggeleng-gelengkan kepala setelah mengucapkan terima kasih.
Cerita diatas menunjukkan betapa tinggi harga diri yang dimiliki oleh lelaki buta tersebut. Walaupun dengan keterbatasannya dan dalam keadaan yang tidak berkecukupan, ia tidak menjadikan kekurangan dan keterbatasannya sebagai alasan untuk menjadi pengemis bahkan menolak sesuatu yang bukan miliknya atau tidak sesuai dengan yang dia berikan.
Lalu bagaimana pejabat-pejabat kita di Indonesia? Kasus Bank Century, Gayus dan beberapa lainnya seharusnya tidak terjadi karena secara fisik dan keadaan finansial, mereka lebih beruntung daripada pria tersebut. Sungguh, kadang seorang buta lagi miskin tapi kaya hatinya lebih mulia daripada seorang manusia yang sempurna alat inderanya dan bergelimangan kekayaan tetapi bukan miliknya. Bukankah pada akhirnya kita akan kembali ke sisi Allah tanpa membawa sekoin rupiah pun dari dunia, kecuali hanya selembar kain putih tipis yang menyelimuti kita dalam dinginnya tanah bumi Allah? Wallahu alam bissawab.Baiquni Hasbi
Penulis, Mahasiswa S2 Universitas Ankara, Turki.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !