Headlines News :
Home » » Perempuan dan Warung Kopi

Perempuan dan Warung Kopi

Written By MAHA KARYA on Thursday, April 8, 2010 | 4/08/2010

Oleh Fauziah Usman

Warung kopi menjadi bisnis baru yang sangat menjanjikan pasca tsunami. Khususnya di kota Banda Aceh, warung kopi tumbuh pesat bagai jamur di musim hujan. Sebelumnya masyarakat hanya mengenal kopi Ulee Kareng. Sekarang, dimana ada toko pasti ada warung kopi.


Perkembangan tersebut di satu sisi memberikan harapan bahwa ekonomi masyarakat Aceh sudah menunjukkan peningkatan yang sangat baik, sehingga sudah mampu dan sempat duduk santai meminum secangkir kopi. Setiap tempat yang tersebar di kota Banda Aceh tak pernah sepi dari pengunjung. Saking larutnya menikmati secangkir kopi, azan berkumandang dari Masjid di samping warung lewat begitu saja. Ada juga warung yang buka 24 jam, pengunjung juga setia menemani hingga pagi. Apalagi musim pertandingan sepak bola dunia, kursi yang ada tak cukup untuk menampung pengunjung yang ada. Pernah seorang kawan mengatakan bahwa jika ingin cepat kaya di Banda Aceh, maka bisnis yang paling cocok digeluti adalah membuka cafe atau warung kopi.

Terjadinya pergeseran nilai dari keberadaan warung kopi dewasa ini merupakan segi lain yang patut dikhawatirkan. Ketika penulis masih kecil di kampung pelosok di Bireuen, sangat jarang bahkan tak pernah rasanya melihat perempuan duduk di warung kuphi untuk minum secangkir kopi. Perempuan hanya datang sekedar beli untuk dibawa pulang kerumah. Karena biasanya yang duduk di warung kopi adalah kaum tua, orang laki dewasa atau pemuda yang tidak lagi di bangku pendidikan. Kaum perempuan sangat tabu untuk berbaur dengan kaum laki-laki. Kalaupun ada yang berani, akan dicap sebagai perempuan yang kurang baik moralnya. Kecuali satu dua perempuan tamu yang datang berkunjung ke tempat tersebut.

Di kampung, warung kopi menjadi tempat pelepas lelah dan sekaligus tempat silaturrahmi pada malam hari setelah seharian berkutat dengan panasnya mentari di sawah atau di ladang. Jika kaum laki tidak pernah duduk di warung kuphi dianggap tak bermasyarakat. Apalagi seorang laki-laki luar yang menikahi perempuan di suatu kampung, seperti peraturan tak tertulis dalam masyarakat kampung dan harus dipatuhi jika ingin diterima dengan baik oleh masyarakat, maka pengantin laki-laki wajib kumpul-kumpul dengan masyarakat di warung kuphi sekaligus mentraktir pemuda-pemuda kampung tersebut.

Fenomena yang berkembang di Kota Banda Aceh sangat jauh berbeda, apalagi pasca Tsunami. Bukan hal asing lagi kita melihat perempuan duduk di warung kopi berbaur dengan kaum laki minum secangkir kopi. Sambil berdiskusi tentang berbagai masalah hangat yang berkembang di tengah masyarakat.

Perempuan yang duduk diwarung kopi terwakili dari semua golongan, mulai dari pelajar, mahasiswa, akademisi, pagawai kantoran, ibu rumah tangga dan lain sebagainya. Diantara golongan tersebut kebanyakan yang kita jumpai adalah kalangan pelajar atau mahasiswa. Mareka lebih kepada mempergunakan azas sambil santai menyelesaikan tugas kuliah. Hal tersebut bisa dilakukan karena banyak warung kopi di Banda Aceh telah menyediakan fasilitas internet secara gratis, sehingga mahasiswa mahasiswa yang memerlukan bahan kuliah bisa menggunakan fasilitas yang ada sepuasnya sambil bersantai ria. Atau juga sekedar alasan biar dianggap gaul.

Di samping itu, warung kopi “modern” khususnya di Banda Aceh bukannya hanya menyediakan fasilitas internet dan kopi saja. Tapi beragam minuman dan makanan disediakan. Pengunjung hanya tinggal memilih menu kesukaan. Pada dasarnya mirip dengan cafe, cuma namanya saja warung kopi tapi fasilitasnya sama dengan cafe. Apakah hal tersebut yang membuat perempuan Aceh hari ini tidak tabu lagi berada di warung kopi atau ada alasan lain (build of gender system), sehingga warung kopi tidak dianggap lagi sebagai wilayahnya kaum laki-laki saja.

Sebagian kaum lelaki masih berpendapat bahwa perempuan sebaiknya jangan duduk di warung kalau alasannya kurang penting karena ”sulit menjaga diri dan akhlak” dan warung kopi bukan tempat yang baik bagi perempuan. Bagi masyarakat Aceh, perempuan duduk di warung kopi dianggap masih tabu. Sebagian lagi mengatakan tak menjadi masalah perempuan atau lelaki berada di warkop. Jika melihat lebih jauh, kegiatan yang berlangsung di warung kopi tak ada yang lebih bermanfaat untuk kaum perempuan, apalagi nongkrong sampai jam sepuluh malam ke atas. Yang ada hanya ha ha hi hi dengan kepulan asap rokok yang sangat mengganggu kesehatan. Kalau hanya untuk dianggap gaul, tidak mesti harus nongkrong di warung kopi. Masih banyak hal lain yang bermanfaat bisa dilakukan agar tetap gaul.

Akhir kata, semoga kaum perempuan bisa memilih dan memilah yang terbaik untuk dirinya, keluarganya dan yang paling penting agamanya. Selamat menikmati secangkir kopi.


Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin