Headlines News :
Home » » Kemandirian dalam Pandangan Islam

Kemandirian dalam Pandangan Islam

Written By MAHA KARYA on Sunday, April 4, 2010 | 4/04/2010

Oleh : H. Tamlicha Hasan, LC


INSAN diciptakan oleh Allah SWT dengan unsur Ruh dan Jasad. Sebagaimana diketahui, Jasad tercipta dari tanah, maka dari tanah itu makanan, rejeki, dan nutrisi disuplai. Diatas permukaan tanah jasad hidup, berkembang, dan menjalankan peranannya, selanjutnya kematian raga juga berakhir kedalam relung tanah. Adapun ruh adalah pemberian Sang Maha Tinggi. Ruh disembunyikan dalam rongga jasad yang terbujur kaku. Dengan demikian terciptalah makhluk yang berbentuk lain. “Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Al-Mukminun: 14).

Tidak saja sebatas itu, Allah lengkapi manusia dengan anugerah fitrah, keinginan, akal pikiran dan hidayah sebagai potensi dasar yang mengakomodir kecenderungan berbeda setiap individu. Anugerah ini menitik laksana tetesan air, mengalir curah untuk membentuk kehidupan yang mandiri dalam meningkatkan profesionalitas dan kapabilitas diri.

Kemandirian adalah sikap yang tidak menggantungkan hidup kepada orang lain. Disamping menjadi beban, gaya hidup yang tidak mandiri akan menjatuhkan kemuliaan seseorang dalam pandangan orang lain. Islam menganjurkan umatnya agar mandiri. Sehingga setiap gerak yang membawa kearah berdikari dan mandiri mendapatkan porsi penting dalam arahan-arahannya. Dari Anas ra: Nabi saw bersabda:”Seorang yang konsisten dalam mencari rejeki halal, dosanya telah terampuni”. Pada hadis lain Nabi memberi sugesti kepada umatnya:”Seorang yang berusaha mencari kebutuhan pokok dan tidak meminta-minta pada orang lain,Allah tidak akan mengazabnya pada hari kiamat. Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka seseorang tidak akan pernah meminta-minta kepada orang lain sedang dia memiliki makanan untuk seharinya. Dan seorang hamba yang berusaha dengan tangannya sendiri sangat disukai oleh Allah. Sungguh Allah sangat benci seseorang yang tidak punya penghasilan dunia dan akhirat”.

Dewasa ini, kita sering menyaksikan orang yang mengaku muslim, yang sama sekali tidak berbuat sesuai dengan harapan ilmu. Mereka larut dalam bermain, gaul sia-sia, makan, minum, tidur, dan menghabiskan waktu percuma. Dengan sikapdan penampilan seperti ini, akan sangat sulit mampu mengolah potensi diri untuk bisa mandiri dalam lingkungannya.

Allah berfirman:
“Apakah sebabnya pabila diseru kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah”, kamu merasa enggan (berat) dan ingin tinggal di tempatmu?“(Q.S. at-Taubah: 38 )

Kemudian dalam kisah sahabat, Umar bin Khattab r.a adalah sosok giat bekerja siang malam. Beliau hanya tidur sebentar. Sampai-sampai keluarga menegurnya: “Engkau, mengapa tidak tidur?” Teguran ini dijawab penuh arti oleh Umar r.a: “jika aku tidur malam, sia-sialah diriku, dan jika aku tidur siang, maka sia-sialah rakyatku.”

Kisah ini merupakan pernyataan “perang” dari Umar bin Khattab r.a terhadap semua bentuk pengangguran, kemalasan, dan sifat tidak giat. Bahkan beliau pernah menghela keluar para pemuda yang tidur-tiduran di dalam mesjid dan tidak melakukan kegiatan. Mereka dipukul oleh Umar r.a, seraya berkata: “Keluar kalian, cari rejeki..! Sungguh langit tidak menurunkan emas dan perak.”

Rancang kehidupan

Kaum muslimin, sifat malas, tidak memiliki etos kerja, sikap menganggur, hanya akan melahirkan pikiran-pikiran negatif, kesengsaraan, penyakit kejiwaan, kerapuhan jaringan saraf , menghayal tanpa realitas, keresahan dan kegundahan. Sebaliknya, kerja dan semangat akan menghadirkan keluarga yang kreatif, mendatangkan kegembiraan, suka cita dan kebahagiaan. Sifat-sifat negatif ini akan berakhir bila masing-masing kita menjalankan perannya dalam hidup ini sesuai ilmu dan tugas dan kemandirian kita tanpa menjadi beban yang bergantung pada pundak dan belas kasihan orang lain.

Rasul saw bersabda:“Adalah Nabiyullah Daud tidak makan kecuali dari hasil kerja kedua tangannya.”(H.R. Imam Bukhar dari Abi Hurairah r.a dan al-Miqdam bin Ma’dikarib r.a )

Dalam buku “Shina’atul Hayat” tentang merancang kehidupan, banyak mengupas ragam manusia yang tidak memainkan peran yang seharusnya mereka lakukan dalam hidup ini. Mereka hidup, tetapi bagai oang mati. Mereka tidak melakukan yang terbaik untuk masa depan. Intinya terangkum dalam firman Allah pada surat at-Taubah ayat 87-93, yaitu: Mereka rela bersama orang-orang yang tidak ikut berjuang, Hati mereka telah terkunci mati, kelakuan yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, lebih suka duduk, berdiam diri tanpa alasan, dan mereka tidak mampu memahami keutamaan jihad dan pada saat yang sama tidak memiliki ilmu tentang aib berikut efek negatif dari berleha-leha atau menganggur.

Bahkan seorang budak perempuan berkulit hitam, penyapu masjid Rasulullah saw, telah memainkan perannya dalam kehidupan. Dan dengan peran itu pula ia memasuki surga. Firman Allah: “Sesungguhnya, perempuan budak yang mukminah lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia ( wanita musyrik ) memikat hatimu.” (Q.S. al-Baqarah: 221 )

Demikian pula halnya, budak pembuat mimbar Rasulullah saw. Ia telah menghasilkan karya kemandiriannya karena memang bakatnya yang dimilikinya di bidang pertukangan. “Orang-orang yang tidak memiliki ( untuk disedekahkan ) selain sekedar kesanggupannya.” (Q.S. al-Taubah: 79 )

Memupuk kemandirian

Untuk memupuk kemandirian berbagai cara bisa dilakukan, yaitu: Jihad, ijtihad, dan mujahadah. Jihad; berarti menggerakkan segala potensi fisik untuk membangun dan memperluas jaringan kerja. Ijtihad adalah meningkat-gunakan kemampuan daya pikir secara maksimal, demi pengembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi, serta menguasai dimensi rasionalitas, intelektualitas, dan akademisitas. Sedangkan mujahadah; bermakna pendekatan diri kepada Allah sebagai satu-satunya penolong, penguasa, dan penentu segala sesuatu, serta bertawakkal kepadaNya lahir dan batin. Dalam riwayat Imam Daru Quthni dari Jabir, Nabi saw bersabda: ”Suatu yang amat aku khawatirkan terhadap umatku adalah besar perut, tidur siang hari, malas, dan lemah keyakinan (tekad)“

Demikianlah, semoga bermanfaat bagi kita semua, rakyat dan pemimpin negeri ini. Cerminkan karakter kemandirian melalui bangunan tauhid, keimanan dan potensi diri. Jangan gundah dan cemas hadapi hidup hingga bergantung dan menjadi beban orang lain, terlebih komunitas lain yang berbeda prinsip dan keyakinan. Rasa cemas, takut dan ragu-ragu untuk kokoh di atas kedua kaki sendiri tidak perlu ada selama Allah yang menghidupkan, mematikan dan member rejeki. Adapun hidup yang bergantung pada orang lain agar hanya mendapat simpati mereka, ingin dipuji, takut dicela menjadi penyebab keterbelakangan, suntuk, dan kegusaran. Pada akhirnya sikap ini adalah muara dari aliran sungai kerapuhan tauhid. Berbuat, beraktivitas, dan mandirilah. Allah, Rasul-Nya serta Orang-orang yang beriman akan menyaksikan aktivitas amal kita. Wallahu Waliyuttaufiq
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin