
Ketua Komisi A DPRA
Sedikit kilas balik tentang munculnya calon independen dalam UUPA?
Kita harus ingat kembali background lahirnya calon independen dalam sejarah perpolitikan di Aceh. Ketika eks GAM ingin pindah dari kancah perang ke medan politik. Ketika itu, pasca damai, belum ada wadah untuk eks GAM agar bisa berpartisipasi dalam pemilihan kepala pemerintahan Aceh. Lalu untuk mewujudkan hal ini, sehingga orang-orang GAM mendapatkan kesempatan dalam partisipasi politik, maka pemerintah pusat di bawah pengawasan DPR RI memasukkan calon independen sehingga GAM punya akses ke situ dan dalam penjelasan UUPA pasal 256, disebutkan bahwa jalur independen cukup satu kali.
Kenapa demikian? Karena sudah ada restu untuk pembentukan partai lokal, sudah ada jalur politik via partai untuk dapat menjadi calon Gubernur atau calon pemerintah Aceh. Buktinya lahir Partai Aceh (PA), Partai SIRA, Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh Aman Seujahtera (PAAS) dan Partai Daulat Aceh (PDA). Kelima partai ini adalah partai politik lokal yang dapat mengusung calon untuk calon kandidat Gubernur untuk bersaing di pemilihan nanti.
Terkait pro kontra soal judicial review UUPA?
Pro kontra sah-sah saja. Tetapi saya melihat, setelah adanya partai lokal tadi kenapa hari ini harus ada lagi judicial review ke Mahkamah Konstitusi? sementara aksesnya sudah ada. Siapa saja rakyat Aceh atau orang-orang yang punya kemampuan untuk mencalonkan dirinya menjadi Gubernur, dia boleh mencalonkan dirinya melalui partai nasional atau melalui partai lokal. Maka Partai Aceh tetap berkomitmen dengan isi pasal 256 bahwa calon independen hanya boleh satu kali. Karena peluang sudah ada, kendaraan yang mau di naiki sudah ada, jadi untuk apa ada kendaraan lain?
Tapi ini keinginan elemen sipil?
Hak daripada elemen sipil sah-sah saja. Tetapi saya melihat bahwa tidak murni elemen sipil yang memperjuangkan judicial review. Disitu, menurut kacamata kami, kami melihat ada elemen lain. Ada unsur partai politik yang berperan. Kalau partai politik melakukan itu ada mekanismenya dan ini kami melihat adalah suatu kepentingan tertentu. Walaupun ada pihak tertentu yang mengatakan ini kepentingan rakyat Aceh. Disini ada orang-orang yang ingin naik sebagai calon pemimpin daerah tapi tidak tercover melalui partai politik lokal atau partai politik nasional.
Pasal apa saja yang akan diadakan judicial review?
Ada 2 pasal. Pertama masalah calon independen terdapat dalam pasal 256 UUPA. Pasal 256 tentang calon perseorangan atau independen dianggap layak untuk dilakukan, namun demikian pilihan tersebut bukanlah hal mutlak. Dan pasal 67 ayat (1) yang dirumuskan terlebih dahulu menyatakan pasangan calon kepala daerah yang diusulkan dari partai politik, partai politik lokal atau gabungan parlok, atau gabungan parpol dengan parlok dan atau perseorangan.
Kalau sebuah partai tidak memenuhi kuota 5 %, maka partai tersebut tidak boleh ikut lagi bertanding pada pemilu yang akan datang, kecuali dia berubah nama. Inilah mungkin yang mereka perjuangkan pada saat merasa dirinya tidak mencapai angka 5 % mungkin menjadi 2 % atau 3 %. Kalau di nasional hanya 2 ½ % tapi jika di lokal 5 %.
Maka disini tampak hasrat politiknya ada orang-orang yang berkepentingan untuk bisa mencalonkan diri sebagai calon Gubernur kedepan pada tahun 2011. Kalau hasrat hukumnya ingin merubah ke dalam hal yang lebih baik lagi mengenai hukum yang berlaku dan ada. Ini sudah jelas semua orang punya hak untuk mencalonkan diri sebagai calon perorangan.
Bagaimana jika judicial review tetap dilakukan?
Kalau terjadi judicial review keputusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi menghapuskan semua yang diinginkan oleh rakyat Aceh, maka siapa yang akan bertanggung jawab kalau terjadi perubahan total jika isi semua kandungan itu di review. Ini yang harus di jawab. Jadi karena itu kalau Partai Aceh tetap berkomitmen independent itu hanya sekali. Yang harus dilakukan adalah revisi.
Maksud Anda?
Ada 20 hal yang memang tidak sesuai dengan MoU. Revisi itu adalah kewajiban daripada DPR pusat atau pemerintah pusat. Kewajiban kita adalah mendesak pemerintah pusat untuk melakukan revisi. Oleh karena itu kita harus melihat bahwa jauh sekali perbedaan antara judicial review dengan revisi UUPA. Jadi untuk saat ini tidak perlu judicial review.
Kita menginginkan bukan judicial review misalnya, tetapi adanya penyesuaian atau revisi dalam Undang-undang No 11/2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) secara keseluruhan. Sejak dari pengantar untuk memasukkan MoU Helsinki menjadi salah satu landasan hukum atau menjadi pintu masuk karena itu kesepakatan dalam Helsinki. Dengan adanya MoU itu terjadi amandemen Undang-undang dasar 1945 pasal 14. Dengan adanya amademen tersebut lahirlah UUPA No 11, dengan UUPA maka lahirlah partai-partai lokal. Jadi yang kami inginkan UUPA itu harus direvisi secara menyeluruh, dimana hal yang tidak sesuai dengan MoU Helsinki itu perlu semua direvisi.
Seiring perjalanan waktu, keberadaan UUPA ternyata masih menyisakan persoalan mendasar yang termuat dalam beberapa pasal. Salah satu pasal yang mencuat dalam beberapa waktu terakhir adanya keinginan dari elemen masarakat sipil untuk mengajukan judicial review UUPA khususnya pasal 256, yang dianggap menghalangi munculnya calon independen. Ragam opini pun bermunculan dan pro kontra tak terhindarkan. Bagaimana sebenarnya persoalan judicial review ini? simak hasil wawancara Eriza dengan Tgk. Adnan Beuransah berikut ini.
Sedikit kilas balik tentang munculnya calon independen dalam UUPA?
Kita harus ingat kembali background lahirnya calon independen dalam sejarah perpolitikan di Aceh. Ketika eks GAM ingin pindah dari kancah perang ke medan politik. Ketika itu, pasca damai, belum ada wadah untuk eks GAM agar bisa berpartisipasi dalam pemilihan kepala pemerintahan Aceh. Lalu untuk mewujudkan hal ini, sehingga orang-orang GAM mendapatkan kesempatan dalam partisipasi politik, maka pemerintah pusat di bawah pengawasan DPR RI memasukkan calon independen sehingga GAM punya akses ke situ dan dalam penjelasan UUPA pasal 256, disebutkan bahwa jalur independen cukup satu kali.
Kenapa demikian? Karena sudah ada restu untuk pembentukan partai lokal, sudah ada jalur politik via partai untuk dapat menjadi calon Gubernur atau calon pemerintah Aceh. Buktinya lahir Partai Aceh (PA), Partai SIRA, Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh Aman Seujahtera (PAAS) dan Partai Daulat Aceh (PDA). Kelima partai ini adalah partai politik lokal yang dapat mengusung calon untuk calon kandidat Gubernur untuk bersaing di pemilihan nanti.
Terkait pro kontra soal judicial review UUPA?
Pro kontra sah-sah saja. Tetapi saya melihat, setelah adanya partai lokal tadi kenapa hari ini harus ada lagi judicial review ke Mahkamah Konstitusi? sementara aksesnya sudah ada. Siapa saja rakyat Aceh atau orang-orang yang punya kemampuan untuk mencalonkan dirinya menjadi Gubernur, dia boleh mencalonkan dirinya melalui partai nasional atau melalui partai lokal. Maka Partai Aceh tetap berkomitmen dengan isi pasal 256 bahwa calon independen hanya boleh satu kali. Karena peluang sudah ada, kendaraan yang mau di naiki sudah ada, jadi untuk apa ada kendaraan lain?

Hak daripada elemen sipil sah-sah saja. Tetapi saya melihat bahwa tidak murni elemen sipil yang memperjuangkan judicial review. Disitu, menurut kacamata kami, kami melihat ada elemen lain. Ada unsur partai politik yang berperan. Kalau partai politik melakukan itu ada mekanismenya dan ini kami melihat adalah suatu kepentingan tertentu. Walaupun ada pihak tertentu yang mengatakan ini kepentingan rakyat Aceh. Disini ada orang-orang yang ingin naik sebagai calon pemimpin daerah tapi tidak tercover melalui partai politik lokal atau partai politik nasional.
Pasal apa saja yang akan diadakan judicial review?
Ada 2 pasal. Pertama masalah calon independen terdapat dalam pasal 256 UUPA. Pasal 256 tentang calon perseorangan atau independen dianggap layak untuk dilakukan, namun demikian pilihan tersebut bukanlah hal mutlak. Dan pasal 67 ayat (1) yang dirumuskan terlebih dahulu menyatakan pasangan calon kepala daerah yang diusulkan dari partai politik, partai politik lokal atau gabungan parlok, atau gabungan parpol dengan parlok dan atau perseorangan.
Kalau sebuah partai tidak memenuhi kuota 5 %, maka partai tersebut tidak boleh ikut lagi bertanding pada pemilu yang akan datang, kecuali dia berubah nama. Inilah mungkin yang mereka perjuangkan pada saat merasa dirinya tidak mencapai angka 5 % mungkin menjadi 2 % atau 3 %. Kalau di nasional hanya 2 ½ % tapi jika di lokal 5 %.
Maka disini tampak hasrat politiknya ada orang-orang yang berkepentingan untuk bisa mencalonkan diri sebagai calon Gubernur kedepan pada tahun 2011. Kalau hasrat hukumnya ingin merubah ke dalam hal yang lebih baik lagi mengenai hukum yang berlaku dan ada. Ini sudah jelas semua orang punya hak untuk mencalonkan diri sebagai calon perorangan.
Bagaimana jika judicial review tetap dilakukan?
Kalau terjadi judicial review keputusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi menghapuskan semua yang diinginkan oleh rakyat Aceh, maka siapa yang akan bertanggung jawab kalau terjadi perubahan total jika isi semua kandungan itu di review. Ini yang harus di jawab. Jadi karena itu kalau Partai Aceh tetap berkomitmen independent itu hanya sekali. Yang harus dilakukan adalah revisi.

Ada 20 hal yang memang tidak sesuai dengan MoU. Revisi itu adalah kewajiban daripada DPR pusat atau pemerintah pusat. Kewajiban kita adalah mendesak pemerintah pusat untuk melakukan revisi. Oleh karena itu kita harus melihat bahwa jauh sekali perbedaan antara judicial review dengan revisi UUPA. Jadi untuk saat ini tidak perlu judicial review.
Kita menginginkan bukan judicial review misalnya, tetapi adanya penyesuaian atau revisi dalam Undang-undang No 11/2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) secara keseluruhan. Sejak dari pengantar untuk memasukkan MoU Helsinki menjadi salah satu landasan hukum atau menjadi pintu masuk karena itu kesepakatan dalam Helsinki. Dengan adanya MoU itu terjadi amandemen Undang-undang dasar 1945 pasal 14. Dengan adanya amademen tersebut lahirlah UUPA No 11, dengan UUPA maka lahirlah partai-partai lokal. Jadi yang kami inginkan UUPA itu harus direvisi secara menyeluruh, dimana hal yang tidak sesuai dengan MoU Helsinki itu perlu semua direvisi.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !