
Dialah Tgk H Faisal Ali yang akrab disapa Lem Faisal. Pria kelahiran Lamno, 7 Januari 1968 ini merupakan orang nomor satu di Pesantren Mahyal Ulum Al-‘Aziziyah, pesantren tradisional yang berada di Sibreh, Aceh Besar. Kepada Gema Lem Faisal menuturkan, pesantren adalah ruang yang tidak dapat dipisahkan dari hidupnya. “Saya tidak mungkin lepas dari pesantren,” kata dia.
Pun demikian, mencintai pesantren tidak menyebabkan Lem Faisal mengurung diri dalam rutinitas ‘pengajian’ semata. Sebagai pribadi aktif, ia juga terjun ke dunia organisasi dan pergerakan lain di luar gerbang pesantren. Ini yang kemudian mengantarkannya bergabung di bawah payung Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), sebuah organisasi yang menaungi para ulama dari berbagai dayah di Aceh untuk sama-sama berbulat tekad.
Dalam struktur kepengurusan HUDA saat ini, Tgk Faisal Ali tercatat sebagai Sekretaris Jenderal (sekjend). Sebuah posisi yang bukan sekedar diisi tapi menuntut tanggung jawab serta komitmen yang tinggi, juga sebentuk amanah yang mengharuskannya siap secara fisik dan pemikiran. Maka tak heran, Lem Faisal acap mewakili HUDA dalam memberi tanggapan terkait persoalan ummat. Jejak ini terekam dalam peliputan banyak media, baik berskala lokal maupun nasional.
Lalu seiring perjalanan waktu, bola takdir pun terus menggelinding. Konferensi Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Aceh, 26 Desember 2009 lalu, menorehkan tambahan sejarah baru bagi suami Erma Suryani, S.Tp ini. Tampuk kepemimpinan PWNU Aceh periode 2009-2014 dipercayakan padanya.
Kepercayaan ini semakin kukuh pasca pelantikan Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Provinsi Aceh pada Kamis (25/2) malam tadi. Bertempat di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, pelantikan Tgk Faisal Ali sebagai ketua PWNU dilakukan langsung oleh Ketua Umum PBNU, Kiyai Haji Hasyim Muzadi.
Ada yang baru dalam rangkaian agenda pelantikan pengurus PWNU Aceh kali ini. Untuk pertama kali diadakannya debat kandidat bagi para calon Ketua Umum PBNU. Debat berlangsung di Asrama Haji, enam jam sebelum pelantikan pengurus wilayah.
Terkait amanah yang baru diembannya, ayah dari tiga putra ini mengatakan ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Terutama menyangkut konsolidasi dan penyatuan internal.
“Selama ini banyak aktivis-aktivis NU yang mulai hijrah ke lain kegiatan. Mereka memang tidak pergi untuk meninggalkan NU tapi kesibukan di luar menyebabkan kita terpencar. Tugas saya adalah merangkul mereka untuk kembali bersatu di NU,” sebutnya.
Sebagai ormas Islam yang tergolong tua, NU Aceh sudah memiliki cabang di 23 Kabupaten/Kota se Aceh. Ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi Tgk Faisal Ali, “kita harus berupaya untuk memberdayakan segenap cabang yang ada,” katanya.
Ia juga menuturkan, PWNU Aceh harus siap melaju dengan kecepatan yang lebih tinggi dari sebelumnya agar bisa seimbang dengan ormas-ormas lain. Masyarakat serta segenap warga nahdiyin diharapkan terus berpartisipasi membesarkan NU melalui usulan serta curahan ide-ide segar. Apalagi sekarang PWNU Aceh sudah memiliki kantor yang lebih representatif. “Kantor ini saya sebut sebagai tempat ibadah untuk seluruh warga NU, baik secara amaliah perbuatan maupun pemikiran,” cetusnya mantap. riza/ m nur ar
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !