Headlines News :
Home » » Karakteristik Umat Muhammad Saw

Karakteristik Umat Muhammad Saw

Written By MAHA KARYA on Saturday, February 20, 2010 | 2/20/2010

Khatib: Drrs. H. Ridwan Qari

“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus diatas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan diantara mereka ampunan dan pahala yang besar (al-Fath: 29)

Umat Islam memiliki karakteristik atau sifat-sifat khusus dibandingkan dengan umat lain. Karakteristik ini harus dimiliki oleh umat Islam agar benar-benar nampak dan mudah dikenal oleh sekalian alam. Tanpa karakteristik ini, umat Islam relatif sama dengan umat lain. Karakteristik dimaksud adalah: Pertama, Serius membasmi kemungkaran.

Umat Muhammad saw adalah umat yang tidak menghendaki terjadi kemungkaran di tengah-tengah masyarak at, apalagi untuk merencanakan, mensponsori, mendukung atau memulai berbuat kemungkaran. Umat Islam telah ditabalkan sebagai umat panutan untuk digugu dan ditiru oleh orang lain (al-Baqarah: 143). Antisipasi agar menjadi panutan , semua elemen umat Islam memiliki kewajiban untuk membasmi kemungkaran. Mulai dari pemimpin sampai rakyat.
“Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lidahnya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya. Merubah dengan hati itu adalah selemah-lemah iman” (al-Hadis).

Merubah “dengan tangan” adalah merubah dengan struktural atau tepatnya pejabat struktural. Kewenangan yang dimiliki oleh pejabat struktural sangat dan paling menentukan untuk mengalihkan al-munkaraat (apapun yang menurut syari’at, peraturan dan akal sehat jelek) kepada al-ma’ruufaat (apapun yang menurut syari’at, peraturan dan akal sehat baik). Akan terbasmi kemungkaran (KKN, judi, prostitusi, khamar, pembalakan hutan, kemiskinan, dll) apabila mulai dari Presiden sampai Kepala Kampung, mulai dari Pimpinan Pusat Partai Politik sampai Pimpinan Ranting, mulai dari Panglima TNI sampai Komandan Koramil, mulai dari Kapolri sampai Kapolsek, mulai dari Menteri sampai Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan sejenisnya menggunakan “tangannya” untuk mengawal al-ma’ruufaat.

Merubah “dengan lidah” adalah merubah dengan fungsional atau tepatnya pejabat/pemimpin fungsional. Membasmi kemungkaran dengan cara ini sudah lazim meskipun tidak menentukan. Para guru, dosen dengan mengajarnya, para da’i dengan ceramahnya, para teungku dengan ta’limnya, para Ulama dengan fatwanya, para sesepuh adat dengan nasehatnya, para orang tua dengan bimbingannya dan lain-lain yang telah menyejarah dalam kehidupan umat manusia sampai sekarang ini harus terus-menerus memfungsikan perannya dalam mengawal al-ma’ruufaat.

Merubah “dengan hati” adalah merubah oleh pribadi masing-masing masyarakat, dengan cara membenci setiap al-munkaraat dan tidak melibatkan diri di dalamnya. Membasmi kemungkaran oleh kelompok ini diakui Nabi sebagai kemungkinan yang terkecil karena sangat tergantung kepada pertahanan diri setiap individu umat. Diharapkan membenci al-munkaraat tetapi justeru menjadi terpikat dapat saja terjadi. Jangankan yang awam, yang terpelajarpun banyak yang tidak dapat menjaga diri, apalagi di zaman teknologi informasi seperti dewasa ini. Karena itu, tumpuan harapan untuk membasmi kemungkaran adalah kepada mereka yang tergolong pejabat struktural dan pejabat fungsional.

Kedua, Memberdayakan Orang-Orang Beriman. Kata “ruhama’” dalam ayat tersebut di atas merupakan derivasi dari kata “rahmah” yang bermakna keadaan jiwa yang melihat sesuatu yang tidak berdaya dan berusaha untuk memberdayakannya. Rahmah itu, dengan demikian, intinya adalah pemberdayaan. Artinya ada kondisi yang tidak baik yang harus diperbaiki dan perbaikan ini dilakukan oleh umat Islam. Bukan sebaliknya bahwa umat Islam adalah perusak; yang membuat kebobrokan, kemerosotan, kebodohan dan lain sebagainya. Bukankah Muhammad saw itu diutus untuk memberdayakan alam? (al-Anbiya’:107). Masyarakat Jahiliyyah yang paganist diluruskan tawhidnya. Yang selalu berperang antar suku didamaikan. Yang membunuh anak perempuan dihentikan. Yang memonopoli harta warisan dibagikan dan masih banyak lagi tauladan lainnya.

Inilah salah satu karakteristik umat Muhammad saw. Apabila kita mengaku sebagai umat Muhammad saw tentu kita harus berbuat seperti itu. Ada KKN, misalnya, kita hentikan. Ada kemiskinan, kita entaskan. Ada rumah bantuan ganda, kita bagikan. Ada yang nakal, kita lengserkan. Ada yang berprestasi, kita promosikan dan masih banyak misal lainnya. Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh ketika menertibkan para pengemis dan memberikan pembinaan kepada mereka adalah contoh konkrit pemberdayaan ini.

Ketiga, Giat Berusaha. Sekali lagi, kalau kita melihat Muhammad saw, sungguh luar biasa tauladan yang digambarkan kepada kita oleh pribadi yang mulia itu dalam lapangan usaha. Muhammad saw adalah pengembala/peternak, pedagang, petani, “presiden” dan mungkin masih banyak lagi profesi lain yang ditekuninya dan tidak kita ketahui. Karena itu, sebagai orang yang mengaku umat Muhammad saw harus memiliki karakteristik giat berusaha dan tentu tidak termasuk ke dalam kategori ini menjajakan proposal dan meminta-minta.

Usaha atau kerja saat ini sudah cukup luas, tidak terbatas seperti zaman dahulu. Keahlian atau profesi yang mungkin ditekuni sangat banyak. Komoditas yang dapat dijual-belikan juga sangat banyak. Dunia atau daerah yang dapat dirambah tidak terbatas. Tidak ada alasan sebenarnya untuk menyatakan tidak ada pekerjaan, tidak ada lapangan usaha karena luasnya jenis usaha atau pekerjaan. Allah swt menyatakan: “Sesunggunggunya usaha/pekerjaanmu berbagai-bagai” (al-Lail: 4 ) Dan umat Muhammad saw diperintahkan untuk bergegas mengerjakannya disela-sela beribadah (al-Jum’ah: 9-10). Begitu pula, umat Muhammad saw diharuskan cermat menggunakan waktu (al-Syarh: 7).

Karena itu, sekali lagi, umat Islam harus melakukan diversifikasi usaha. Tidak dipadai pada satu pekerjaan saja karena kemungkinan untuk itu sangat terbuka. Umat Muhammad harus menjaga martabatnya untuk tidak menjadi pengemis. Walaupun tidak dengan maksud menghinakan, Muhammad saw pernah berkata: “Tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah...”. Nenek moyang kita di Aceh pernah juga bertutur: “Kayem tajak geubi situek, jareung ta duek geubi tika”. Dengan demikian, karakteristik umat Muhammad saw, dengan bahasa lain, adalah mandiri, suka memberi dan tidak mengemis karena telah memiliki usaha atau pekerjaan.

Keempat, Taat menjalankan syari’at. Sebagai umat Muhammad saw kita harus ruku’ dan sujud. Ini tidak bermakna shalat, tetapi ini lebih luas lagi dari itu yaitu taat menjalankan syari’at. Tentu kita tahu bahwa syari’at Islam bukan shalat semata. Namun kita setuju kalau orang-orang yang telah mendirikan shalat sebagai orang-orang yang taat bersyari’at karena shalat telah membentengi dirinya dari perbuatan keji dan munkar. Begitulah karakteristik yang terakhir ini. Sebagai orang yang mengaku umat Muhammad saw, kapanpun dan dimanapun, harus menunjukkan identitasnya sebagai orang yang bersyari’at. Baik di rumah, di kantor, di hotel, di pasar, di lapangan, di dalam daerah, di luar daerah, di dalam negeri, di luar negeri, di warung kopi dan di mana saja. Dia tidak menutupi identitasnya dengan melanggar syari’at.

Akumulasi dari karakteristik tersebut adalah Muslim Yang Bermartabat dalam pandangan dirinya dan di mata orang lain. Selama ini kita tidak bermartabat disebabkan tidak taat bersyari’at, miskin, kurang peduli pada sesama dan tidak tegas membasmi kemungkaran. Kita harus wujudkan kembali martabat umat Muhammad saw meskipun tidak harus membuat irihati umat lain seperti digambarkan dalam ayat ke 29 surat al-Fath di atas. Bekas sujud di wajah tidaklah begitu bermakna jika tidak dapat mewujudkan dan meninggikan Martabat Umat Muhammad Saw.

Khatib, Staf Kanwil Depag Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin