Sang penyanyi yang melejit lewat hits lagu Aceh yang berjudul “Cut Lem dan Kenangan Cinta” ini memang sekarang menjadi pimpinan KPID sejak dua tahun terakhir. Saat ini, ayah empat orang anak ini, sedang menyuarakan agar penyiaran di Aceh sesuai syariat Islam.
Menurutnya, hal tersebut bisa dilakukan dengan qanun penyiaran yang saat ini sudah dihasilkan bersama kawan-kawannya di KPID. Safir menjelaskan bahwa rancangan qanun yang digodok cukup menghabiskan energi itu kini sudah dapat diserahkan ke DPR, sehingga pada Februari nanti, semua siaran radio dan televisi telah lebih bermoral dan islami.
Pria kelahiran Aceh Besar, 29 Mei 1967 ini punya riwayat panjang untuk menduduki posisi Ketua KPID Aceh. Tentunya dorongan semangat dari isterinya Imadiah, S.Pd tak bisa diabaikan, terutama mengingatkan hidup dalam koridor Islam yang lebih indah. Motto hidupnya : Dengan seni hidup menjadi indah, lewat aqidah hidup lebih marwah.
Sebekum menjadi penyanyi, debut karirnya dimulai sebagai penyiar radio Baiturraahman. Kalau ditelusuri, ternyata Safir mulai mengenal dunia penyiaran ketika kelas tiga MTsN. Saat itu ia dibimbing oleh seniornya Ahsan setiap malam Jumat, mendampingi membaca pantun. Mungkin vocal suara yang cukup mendukung, membuat Safir kemudian betah menggeluti profesi penyiar yang suaranya didengar banyak orang.
Tidak begitu lama di Radio Baiturrahman kemudian ia menjadi penyiar Radio Bandar Jaya di Keutapang Dua bahkan ke beberapa radio, termasuk RRI. Safir juga bergabung dalam keanggotaan Persatuan Radio Swasta Nasional Indonesia.
Alumni Fakultas hukum ini mengaku sering gagal saat tes pegawai negeri. Namun mampu membuktikan kesuksesannya sebagai penyanyi sekaligus penyiar. Kalau penyiar, terkenal sebagai pemeran kakek yang berlakon Aceh, melejit ketika siaran radio Alva Romeo dalam siaran “Kakek Canggih Sop”, sehingga masuk koran dengan rangking yang paling tinggi.
Debutnya sebagai penyiar radio berhenti total pada tahun 1994. Safir tetap bekerja di rumah sebatas merancang iklan. Namun beberapa lama kemudian, ada tawaran seorang temannya untuk mendirikan radio. Safir tak kuasa menolak. Lalu berdirilah Radio Rapai Aceh. Sayang, umurnya sangat singkat karena banyak persoalan, akhirnya tutup.
Safir mencoba ikut testing pegawai negeri namun lagi-lagi nasib belum mujur alias tidak lulus. Ia menyadari bakat yang ia punya di bidang menyanyi, membuatnya tergerak untuk mencoba meluncurkan album perdana.
Penyanyi yang sudah berusia 43 tahun ini, berhasil mengeluarkan 10 lagu Aceh. Tak lama kemudian, sebuah pemberitahuan di koran mengugah dirinya untuk mencoba tes pegawai KPID. Ternyata lewat di periode pertama, jadi Pokja bidang pengawasan isi siaran radio dan televisi. Namun di periode kedua malah mengalami musibah.
Pada Oktober 2008, sebelum tes periode kedua, Safir dan rombongan pengantin mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah kaki dan tangan, sehingga tergeletak di rumah sakit selama dua bulan. Pertolongan Allahpun datang, setelah cuti sakit itu, Safir masih diberi kesempatan untuk ikut tes.
Dengan pakai tongkat, ikut tes KPID lagi karena periode pertama telah selesai masa tugas, karena dasar pertimbangan, dimana komisi penyiaran harus menyelesaikan qanun penyiaran Aceh.
“Alhamdulillah, qanun penyiaran sudah rampung kami kerjakan di periode kedua ini,”katanya.
Safir mengharapkan lewat KPID dapat bekerja dengan maksimal agar bisa memenuhi harapan masyarakat Aceh. KPID daerah Aceh memiliki keistimewaan, dimana ada kewenangan khusus dalam UUPA. Dalam pasal 153 pemerintah Aceh menetapkan peraturan tentang pers dan penyiaran. Dalam menetapkannya ada koordinasi dengan KPID Aceh. “Kami mengharapkan dalam infrastruktur lembaga penyiaran, radio, televisi dan lembaga penyiaran berlangganan ada pengawasan isi siaran,“ harapnya.
Melihat kekhususan itulah, ia ingin akan menata dan dan mengatur siaran radio dan televiusi agar sesuai koridor Aceh dengan kultur dan budaya yang berbeda dengan daerah lain. Dengan adanya qanun, bisa diminimalisir tontonan yang tidak mendidik dan radio yang mengajarkan yang tidak bermoral.
“Untuk tahap awal, stasiun televisi wajib menyiarkan azan lima waktu dan sebelum azan magrib wajib menyiarkan dakwah, dan itu jarang ditemukan di daerah lain. Itu sesuai muatan lokal,”tambahnya. (Nelly)
Saleum Meutuah...
ReplyDelete