Headlines News :
Home » » Menentang Ajaran Yang Menyalahi Aqidah Islam

Menentang Ajaran Yang Menyalahi Aqidah Islam

Written By MAHA KARYA on Monday, January 18, 2010 | 1/18/2010

H. Mohd. Heikal, SE

Hari ini adalah hari jum’at kedua dalam tahun 2010 yang baru saja kita masuki. Banyak peristiwa dan kejadian yang telah memberikan dampak baik dan buruk dalam seluruh aspek kehidupan kita. Terutama dalam persoalan keimanan, dan aqidah kita sebagai umat Islam.

Ujian dan cobaan yang dihadapi oleh umat Islam tidak hanya berupa bencana alam, tapi juga bencana iman yang secara sistemik telah menghancurkan sendi-sendi aqidah dan ketauhidan. Mulai dari munculnya aliran sesat, maraknya tahkhyul dan munculnya thaghut-thaghut moderen dalam keseharian ummat sebagai akibat negatif dari kemajuan zaman yang ditandai dengan bangkitnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kekuatan ekonomi pasar yang telah mendorong lahirnya perdagangan dan investasi dan telah menjebak manusia untuk terperangkap dalam pola konsumtif dan hedonis.

Mengapa sistemik, karena program liberalisasi Islam di Indonesia sudah dijalankan sejak awal tahun 1970-an. Secara umum ada tiga bidang penting dalam ajaran Islam yang menjadi sasaran liberalisasi: (1) liberalisasi bidang aqidah, dengan penyebaran pluralisme agama, (2) liberalisasi bidang syariah, dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad, dan (3) liberalisasi konsep wahyu, dengan melakukan dekonstruksi terhadap Al-Qur'an.

Ketika era reformasi bergulir, dengan membonceng isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan kebebasan, maka penghancuran, penistaan dan segala gerakan destruktif lainnya terhadap Islam justru semakin gencar disuarakan. Tidak terkecuali di Aceh, Tanoeh Seramoe Mekkah yang kini dikenal dengan Nanggroe Syariah, juga semakin banyak antek-antek Yahudi dan pelopor semangat pluralisme yang sedang berjuang untuk menjadikan Aceh sebagai daerah yang tidak lagi identik dengan Islam. Bahkan dengan gagah mereka berkata “saya seorang muslim, tetapi saya menolak syariah Islam dilaksanakan karena akan terjadi kemunduran, anarkis, konflik sosial dan seterusnya”. Sungguh menakjubkan, karena penolakan ini dilakukan justru oleh mereka yang menyatakan diri sebagai muslim yang telah bersyahadat “Laa ilaha illallah Muhamammad Rasulullah”.

Selain persoalan penolakan terhadap syariat Islam, aqidah Islam juga digrogoti oleh penyakit-penyakit iman lainnya. Sehingga ummat Islam seolah telah semakin jauh dengan nilai-nilai kebenaran dan jauh dari Allah SWT, mudah diperdaya apalagi oleh kegiatan-kegiatan pemurtadan yang dibungkus dengan kedok kegiatan kemanusiaan.

Manusia moderen ungkap Profesor Sayid Husain Nashr, berada dipinggiran, jauh dari ‘centrum’ pusat kehidupan yaitu Allah SWT. Hubungan mereka dengan Allah SWT, begitu jauh, bahkan hampir terputus sama sekali, maka tak heran bila mereka mengindap penyakit ‘kehampaan spiritual’ akibat terputus dari asalnya dan lupa akan janji primordialnya.

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 172 :“...dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".

Persoalan aqidah kita saat ini dalam kondisi sangat memprihatinkan. Tumbuh subur nya paham-paham sekularisme dan pluralisme ditengah ummat sudah sangat mengkhawatirkan. Banyak generasi muda yang menganggap bahwa semua agama adalah jalan yang berbeda beda untuk menuju tuhan yang satu, hanya cara dan pengucapannya yang berbeda-beda. Na’uzubillahi minzzalik.

Tidak hanya itu, mereka juga menganggap bahwa shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji bukanlah hal yang wajib untuk dilaksanakan. Menurut mereka yang menyebabkan seorang masuk syurga adalah bukan karena shalat, zakat dan ibadah lainnya, tapi karena perbuatan baik. Atau, mereka menyatakan bahwa agama adalah persepsi relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga karena kerelatifannya, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya sendiri yang lebih benar dari agama lain, atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar.

Khusus di Aceh, paham ini semakin banyak saja pengikutnya setelah peristiwa Tsunami 26 Desember 2004 lalu yang kemudian menyebabkan Aceh sangat terbuka bagi siapapun dan hadirnya pekerja-pekerja kemanusiaan dengan berbagai latar belakang suku, ras, agama dan golongan yang kita akui atau tidak telah ikut medekonstruksi pemikiran keislaman generasi muda Aceh.

Dan fakta terbaru dari semua itu adalah apa yang terjadi pada malam pergantian tahun 2009, betapa diluar dugaan penyambutan tahun baru 2010 di Aceh Nanggroe Syariat luar biasa bila dibandingkan dengan penyambutan tahun Hijriyah. Itulah hasil yang luar biasa dari Rekonstruksi Aceh pasca Tsunami yang tidak hanya berhasil dari sisi Rekonstruksi fisik berupa infrastruktur, tapi juga rekonstruksi pola pikir, prilaku, dan sikap serta keyakinan akan nilai-nilai keimanan dan keislaman.

Firman Allah dalam Al-Quran dalam surah Al-Baqarah ayat 165: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya, (niscaya mereka menyesal)”.

Masyarakat kita begitu latah, dan cenderung sangat cepat menirubila ada hal-hal baru apalagi berbau Barat dan Amerika. Seolah setiap yang datangnya dari Barat dan Amerika harus diimani dan diyakini kebenarannya. Segala sesuatu yang baru dengan serta merta menjadi sebuah trend dikalangan umat tanpa lebih dahulu melihat manfaat dan mudharatnya. Dalam hal ini Rasulullah telah memperingatkan kita untuk tidak ikut-ikutan tanpa dalil dan pengetahuan terhadap sesuatu, sebagaimana sabda beliau tentang hal tersebut :“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, ” [HR. Tirmidzi.].

Tidak hanya itu, masyarakat muslim hari ini juga telah dirasuki oleh syirik-syirik modern yang secara fundamental muncul karena tiga hal, pertama al-jahlu (kebodohan), kedua Dha’ful imaan (lemahnya iman), dan ketiga karena taqlid (ikut-ikutan), syirik-syirik ini juga sengaja diciptakan oleh kelompok-kelompok Yahudi dan Nashrani. Zaman sekarang kita memang tidak lagi menyembah matahari, bulan dan bintang, tapi kita ganti dengan mengimani zodiak, horoskop dan apa kata bintang yang setiap hari dimuat di media.

Kita memang tidak menyembah Iblis dan Syaithan, tapi kita menyembah Ketik Reg Spasi nasib, perjodohan, peruntungan dan karier, dan rumah ibadah kita bukan lagi mesjid, tapi pusat perbelanjaan, dan tempat hiburan. Tadarus kita bukan lagi Al-Quran tapi serial sinetron yang setiap malam diputar oleh stasiun televisi yang ditonton bersama oleh ayah, ibu, anak, menantu dan cucu. Dan kita juga lebih percaya apa kata Mario Teguh daripada firman Allah dan Hadits Rasul.

Menyimak apa yang telah diuraikan tadi kiranya tidak bijak bila kita mencari kambing hitam untuk dipersalahkan. Harus kita akui bahwa selama ini kita lalai dalam memperkokoh benteng aqidah dari penyakit-penyakit iman yang kita sebutkan tadi. Untuk itu marilah kembali memperkuat ummat dan generasi muda dengan tiga hal utama, pertama, ajari kembali mereka untuk mengenal Allah, kedua, beritahu kembali mereka untuk mencintai dan mengikuti Rasulullah, dan ketiga, tanamkan pada diri mereka untuk mengenal Islam secara kaffah.

Dengan ketiga hal ini, maka kita akan mampu menentang segala bentuk ajaran yang menyalahi aqidah Islam. Betapa pentingnya aqidah dalam kehidupan kita karena iman yang berlandaskan aqidah menjadi asas sesuatu amalan. Allah tidak akan menerima amalan seseorang apabila tidak berlandaskan aqidah.

Muhammad Husain Abdullah dalam Dirasat fi al-Fikr al-Islami menyampaikan bahwa ditinjau dari bahasa arab, aqidah berasal dari kata kerja 'aqada yang bermakna syadda (menguatkan atau mengikatkan). Dalam konteks Islam, aqidah Islam bisa didefinisikan dengan iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, Qadha dan Qadar dimana baik dan buruknya semata-mata dari Allah, yang diyakini oleh qalbu (wijdan) dan diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) yang bulat, sesuai dengan realitas, dan bersumber dari dalil.

Semoga saja generasi lanjutan Aceh dimasa akan datang adalah generasi pilihan yang memiliki iman dan aqidah yang kuat dalam menyemangati zamannya untuk tampil membawa perubahan dalam kehidupan dengan keteladanan, kemandirian dan kesejahteraan. Aamiin ya rabbal ‘alaamiin.

Khatib, Dosen UNIMAL Lhokseumawe
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin