Headlines News :
Home » » Agama Amanah Allah Terbesar Bagi Umat

Agama Amanah Allah Terbesar Bagi Umat

Written By MAHA KARYA on Friday, October 23, 2009 | 10/23/2009

Khatib: DR. Tgk. H. Bukhari Daud

Allah SWT memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada agama Allah dan tetap konsisten menjalankannya sebagai tuntunan hidup, meskipun dirintangi oleh berbagai kendala. Agama adalah pedoman hidup. Tanpa agama manusia akan kehilangan arah. Untuk itulah Allah SWT telah mengutus para rasul untuk membawakan agama kepada umatnya masing-masing dan memberi petunjuk bagi umatnya untuk menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agamanya.

Tugas mereka tidak ringan, berbagai tantangan dan rintangan menghadang, nyawa sering menjadi ancaman. Mereka dihina, disiksa, diusir dan dikucilkan dari tanah kelahirannya. Mereka dimusuhi oleh sanak keluarganya sendiri, dan bahkan ada yang dibunuh dalam usaha menjalankan dan menyebarkan agama Allah.

Namun, para rasul Allah tetap ikhlas dan konsisten menjalankan amanah Allah sampai akhir hanyatnya, sampai agama itu tegak dan kokoh. Sebagai ummat sangatlah patut bagi kita untuk mengikuti jejak para rasul Allah dalam mengemban amanah. Jangan sampai kita lalai dan menyia-nyiakan amanah yang telah diembankan kepada kita.

Sebagai amanah yang terbesar, kita wajib memelihara agama, berpegang teguh padanya, mengamalkan ajarannya serta bersatu padu untuk membelanya. Rasulullah SAW telah mempertaruhkan segala-galanya demi mempertahankan dan mengidupkan agama Allah, sehingga agama ini sampai kepada kita dan generasi di belakang kita nantinya. Di zaman kita sekarang ini, ada yang sangat ironis, yakni ada orang-orang yang rela mengorbankan agama demi martabat dan kehidupannya. Na’uzubillah.

Amanah dapat diartikan sebagai titipan yang harus kita jaga sesuai dengan permintaan orang yang menitipkan dan memberikan titipan tersebut kepada siapa yang dimintanya. Amanah juga dapat diartikan dengan tanggung jawab yang harus kita laksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan yang telah dibebankan kepada kita. Amanah juga dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang jujur atau dapat dipercaya, yang tidak menyalahgunakan amanah yang diberikan kepadanya.

Di antara orang-orang yang amanah, umpamanya, orang-orang yang apabila diberi harta ia akan menjaga dan mempergunakan hartanya untuk kebaikan dan derma, untuk beribadah kepada Allah dan untuk membantu meringankan beban sesamanya. Ia tidak kikir, tidak boros dan tidak menggunakan hartanya untuk merusak tatanan kehidupan masyarakat dan juga tidak untuk bermaksiat kepada Allah SWT.

Kita umat manusia telah menerima agama sebagai amanah yang terbesar dari Allah SWT yang harus kita pertahankan dan kita wariskan kepada anak generasi mendatang. Allah SWT berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 72 yang artinya:

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”

Dalam ayat di atas yang dimaksud dengan amanat adalah tugas-tugas keagamaan yang meliputi kewajiban-kewajiban dan ketaatan-ketaatan kepada seluruh aturan-aturan agama. Langit, bumi dan gunung-gunung telah menolak dan enggan untuk menerima amanah ini, karena mereka khawatir akan mengkhianatinya dan tidak mampu menunaikannya. Namun dengan kehendak Allah SWT, manusia menerima amanah ini. Apabila manusia tidak sanggup menjalankannya, maka ia akan menjadi orang yang zalim dan bodoh. Zalim karena mau menerima amanah, tapi tidak mau menunaikannya dan bodoh ketika tidak sempurna menjalankan hak-hak dari pada amanah itu.

Dengan agama pula manusia menjadi mulia, bukan dengan kekayaan dan kekuasaan. Dengan alasan agama juga kelangsungan dunia ini akan terus berjalan, sampai-sampai Allah SWT tidak akan menghancurkan dunia ini (dunia tidak akan kiamat) bila masih ada seorang saja di dunia ini yang mau mengucapkan kalimat Allah. Sedemikian agungnya nilai agama, maka apa saja yang ada hubungan dengannya akan dimuliakan oleh Allah SWT.

Oleh karena itu, marilah kita memperbaiki pengetahuan dan amal perbuatan kita, dengan senantiasa menjaga dan menunaikan seluruh perintah agama dalam kehidupan kita. Karena agamalah yang merupakan amanah terbesar yang telah dititipkan Allah kepada kita semua.

Maka dalam prakteknya, kita yang diberi amanah berupa harta kekayaan mempergunakannya sesuai dengan amanah agama. Adakalanya kita harus mengorbankan harta kita untuk kepentingan tegak dan tersebarnya agama, bukan sekadar zakat, infaq dan shadaqah sebagaimana yang telah kita lazimkan selama ini khusus kepada fakir miskin, namun juga perlu kita pikirkan kepada pembangunan sarana-sarana agama seperti masjid dan lembaga-lembaga pendidikan agama dan sarana-sarana lainnya yang dapat meneguhkan agama kita.

Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa’ ayat 58 yang artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Dalam kehidupan ini, semua kita tentunya telah, sedang dan akan terus menerima amanah-amanah, baik amanah itu datangya dari manusia maupun dari Allah SWT selaku Sang Pencipta. Ada diantara kita yang diberikan amanah berupa harta, anak, kekuasaan dan bahkan kehidupan inipun sebenarnya adalah merupakan amanah. Orang-orang yang menerima amanah musti melaksanakannya dengan penuh rasa ikhlas, karena Allah SWT, tidak boleh ada rasa riya, tidak boleh ada rasa takabbur.

Bila seseorang diberi amanah berupa kekuasaan, sebagai pemimpin, maka ia akan menjalankan kewenangannya dengan penuh rasa ikhlas dan adil, memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyatnya dunia dan akhirat, karena tanggung jawab seorang penguasa bukan saja menjamin kesejahteraan rakyatnya secara ekonomi, tapi juga bagaimana mereka dapat taat dan tunduk kepada aturan-aturan agama Allah SWT.

Demikian juga apabila ia diberi amanah berupa anak-anak, maka ia akan menjaga, memelihara dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan tuntunan kebaikan dan akhlak mulia, ia akan memikirkan dan berusaha menjadikan anaknya sebagai anak yang berguna bagi nusa dan bangsa, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berbudi pekerti luhur kepada masyarakat di sekitarrnya.

Orang-orang yang amanah pastilah akan menepati janjinya, apabila ia berjanji dan memenuhi harapan-harapan rakyatnya. Ia akan senantiasa berbuat ihsan kepada rakyatnya, sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadanya lantaran telah memberinya amanah berupa jabatan dan kekuasaan. Ia akan senantiasa mempertahankan hak milik rakyat, membela kepentingan dan kehormatan mereka, menjaga darah mereka agar tidak tertumpah dan menentramkan kehidupan mereka sehari-hari.

Orang-orang yang mempelestkan amanah mendapat sindiran Allah dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 75 yang artinya: “Dan di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.”

Sebaliknya, betapa banyak diantara kita yang apabila diamanahkan pengelolaan uang yang sedikit kita dapat berlaku jujur, namun jika diamanahkan uang yang banyak maka kita terjerumus ke dalam jurang kenistaan karena tidak dapat membendung hawa nafsu yang ingin memperkaya diri sendiri.

Demikian pula kita yang diberi amanah berupa anak-anak, maka janganlah demi menjamin masa depan mereka kita jadi lupa kepada amanah agama, marilah untuk membiayai kehidupan dan pendidikan mereka kita mencari harta yang halal sesuai tuntunan agama. Dan adakalanya kita harus mengorbankan kepentingan mereka untuk menyempurnakan kehendak agama, jangan sampai sebaliknya, kita malah mengorbankan agama untuk sekadar memenuhi keinginan anak-anak kita. Karena sesungguhnya masa depan kita dan anak-anak kita adalah di akhirat sana.

Dan kepada kita yang diberi amanah berupa jabatan dan kekuasaan, maka marilah kita menjalankan amanah jabatan dan kekuasaan ini sesuai dengan perintah agama. Janganlah dikarenakan jabatan dan kekuasaan kita menjadi lalai dan berlaku sewenang-wenang. Marilah kita senantiasa memperhatikan nasib rakyat, dunia dan akhirat mereka. Jangan karena terlalu sibuk memperbaiki urusan ekonomi mereka, kita jadi lupa memperbaiki keimanan dan ketaqwaan mereka. Dan jangan juga dengan dalih sibuk dengan urusan rakyat kita malah melupakan kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah SWT.

Sebagai bahan renungan ada sebuah kisah tentang seorang gubernur di Hims pada zaman Khalifah Umar bin Khattab yang bernama Sa’id bin Amir r.a. Penduduk Hims banyak mengeluh tentang dirinya dan menuntut agar ia dicopot dari jabatannya. Tuntutan itu disampaikan kepada Umar bin Khattab selaku Khalifah. Khalifah Umar kemudian memanggil Sa’id r.a dan para pengadunya.

Setelah mereka menghadap beliau, mereka diminta untuk menyampaikan keluhan-keluhan mereka tentang Sa’id r.a. Keluhan mereka adalah bahwa gubernur mereka selalu keluar terlambat dari rumahnya pada pagi hari dan tidak bersedia menemui mereka pada malam hari, dan ia selalu berlibur sehari dalam setiap bulannya.

Setelah mendengar keluhan rakyat Hims, lalu Umar bin Khattab memerintahkan gubernur Sa’id untuk menjawab keluhan mereka satu per satu. Untuk keluhan pertama, Sa’id menjelaskan, “Saya dan isteri saya tinggal cuma berdua, tidak ada orang lain yang membantu pekerjaan rumah tangga saya, maka saya sendirilah yang mempersiapkan roti untuk makanan keluarga. Setelah makanan siap kami makan bersama lalu saya berwudhuk dan barulah saya keluar menemui mereka.”

Untuk keluhan kedua bahwa ia tidak mau menemui rakyatnya pada malam hari, Sa’id menjelaskan: “Sesungguhnya saya tidak mau mengatakan hal yang sebenarnya, bahwa saya telah menyediakan waktu siang saya untuk melayani makhluk-makhluk Allah, maka seluruh waktu malam saya untuk beribadah kepada sang Khaliq. Saya bangun dan beribadah kepada Allah sepanjang malam.”

Kemudian untuk keluhan ketiga bahwa ia sering berlibur sehari setiap bulannya, maka Sa’id menjelaskan: “Saya tidak mempunyai pelayan dan saya harus berhenti bekerja sehari dalam sebulan untuk mencuci pakaian saya di pagi hari, dan setelah kering sore harinya, saya memakainya lagi dan keluar menemui mereka.”

Mendengar penjelasan itu Umar r.a menundukkan kepala seraya bersyukur kepada Allah SWT yang telah melindunginya dari kesalahan dalam menggunakan kemampuannya untuk memilih wakil dan telah memberi kepercayaan dan jabatan kepada orang yang sangat saleh. Kemudian Umar r.a mengarahkan penduduk Hims untuk menghormati pemimpin mereka dan menghormati hak-hak pemimpin mereka.

Sekarang, adakah seorangpun di antara kita yang mampu melakukan seperti sahabat Sa’id bin Amir dalam kisah di atas, namun hendaklah kita semua dengan sungguh-sungguh berusaha mempraktekkan secuil saja dari untaian mutiara keluhuran budi para pendahulu kita serta berdo’a semoga Allah membimbing kita untuk dapat menuju ke arah yang telah ditempuh oleh mereka.

Dari kisah ini pula kita dapat memetik hikmah bahwa sebagai rakyat hendaknya kita juga harus sadar, jangan terlalu banyak berharap kepada seorang pemimpin untuk menyempurnakan segala keperluan kita, karena pemimpin juga seorang manusia biasa dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, para pemimpin juga punya tanggung jawab lain untuk berbakti kepada sang Pencipta.

Jika rakyat di suatu negeri dengan sempurna menjalankan amanah agama, maka Allah dengan segala kemurahan-Nya akan mengutus seorang pemimpin yang adil ke tengah-tengah mereka, namun sebaliknya, jika penduduk suatu negeri lalai dari amanah agama, maka Allah akan menjadikan orang-orang yang hidup bermewah-mewah di antara mereka sebagai pemimpin yang zalim untuk memerintah mereka.

Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan Allah SWT. dalam surat Al Isra ayat ; 16 yang artinya:
”Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

Maka, marilah kita semua untuk saling memperbaiki, bukan saling menyalahkan, mari kita dengan seksama menunaikan amanah-amanah yang telah dibebankan kepada kita, baik sebagai orang kaya atau miskin, rakyat jelata ataupun pemimpin, terutama amanah agama yang telah dititipkan kepada kita untuk kita bawa dan jaga dalam kehidupan yang sementara ini menuju kehidupan sejati di akhirat nanti.

Semoga khutbah ini dapat membawa manfaat dan perubahan khususnya bagi khatib sendiri dan bagi kita semua yang telah mendengarkannya, karena sesungguhnya orang-orang yang cerdas adalah orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti kebaikan dari perkataan tersebut sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Az Zumar ayat : 18 yang artinya: “Mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” Wallahu a’lam.

Khatib, Bupati Aceh Besar
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin