Headlines News :
Home » » Sedekah untuk Penyelamatan Sosial

Sedekah untuk Penyelamatan Sosial

Written By MAHA KARYA on Monday, April 29, 2013 | 4/29/2013

Semua manusia ketika lahir, tangannya dalam keadaan mengepal. Menurut ahli hikmah, hal ini menandakan bahwa manusia memiliki sifat dasar yang kikir/bakhil. Mereka beranggapan bahwa selagi hayat masih dikandung badan, tetap mempertahankan hartanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Manusia baru mau melepaskan seluruh hartanya secara total pada saat ruhnya telah berpisah dengan badannya. Hal ini karena ketika manusia meninggal dunia, keadaan tangannya yang mengepal tadi telah terbuka.

Sebenarnya untuk ‘membuka tangan’ kita tidak perlu menunggu sampai ajal tiba asalkan kita mau mendobraknya dengan iman, yaitu kita paksakan diri. Kita biasakan dan budayakan diri dengan berinfak dan bersedekah. Dalam kaitan dengan itu Rasulullah bersabda: “Tidak akan berkumpul antara kerakusan dan keimanan dalam hati seorang hamba untuk selama-lamanya” .

Hal lain yang menjanjikan keuntungan bagi orang-orang yang membiasakan diri dengan bersedekah (mutashaddiq) dan munfiq (orang berinfaq), diampuninya kesalahan atau dosa-dosanya. Dengan berinfaq atau bersedekah secara langsung atau tidak, kita sedang meringankan beban dan penderitaan seseorang. Rasulullah SAW bersabda: “barangsiapa yang ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitan, hendaknya dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain”. Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga mengatakan: “Sesungguhnya sedekah itu dapat meredam kemurkaan Allah kepada seorang hamba-Nya." (HR. Ahmad).
 
Hari ini kita sering mengukur sesuatu dengan uang. Keberhasilan dan kesuksesan seseorang diukur dengan uang. Bahkan kebaikan seseorang juga diukur dengan uang. Harta menjadi tolok ukur segala-galanya. Kesopanan secara spontan bisa muncul karena uang, sebaliknya kejujuran pun bisa pudar dan sirna karena uang. Ironisnya saudara kandung bisa lupa kalau keduanya terlahir dari rahim yang sama juga karena uang, bahkan putusnya hubungan anak-orang tua juga pasal uang. Seorang Haji juga melupakan tetesan air mata taubatnya di baitullah juga disebabkan uang. Para penerima amanah lupa dengan sumpahnya di bawah naungan Al-qur’an juga karena uang. Bahkan Allah pun ditipu karena uang. Na’uzubillah.
 
Dalam Shahih Muslim dijelaskan: hati seseorang yang tua akan selalu merasa muda karena kecintaanya kepada dunia’. Manusia tak pernah merasa puas dengan apa yang ada, maunya bertambah terus, terus, terus dan terus mencari. Hal ini sudah tergambar jauh sebelum glamoritas bermunculan seperti sekarang ini. Rasulullah SAW: “andaikan anak adam itu mempunyai dua lembah harta, tentu dia masih menginginkan lembah yang ke tiga, kecuali kalau perut mereka sudah dipenuhi dengan tanah”. (HR.Muslim)
 
Sayangnya setelah uang itu diraup dan dikumpulkan, mereka lupa bahwa dalam pendapatan mereka itu ada hak orang lain yang harus diberikan. Islam dengan prinsip-prinsip etik dan syariatnya mencegah agar harta jangan beredar di tangan segelintir individu atau golongan tertentu saja. Dengan kata lain, harta kekayaan dalam Islam memiliki fungsi sosial. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkab bagian” (QS. Al-Zariyat : 19)

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Islam memperkenalkan suatu teologi penyelamatan sosial terhadap penderitaan kemanusiaan yang timbul dari kesenjangan ekonomi dan pertentangan kelas antara yang kaya dan miskin. Islam datang untuk memimpin dunia dengan konsep sosialistis religius tiga belas abad mendahului lahirnya sosialisme dan maxisme sebagai world theory (teori dunia) yang menguasai pikiran sebagian umat manusia.

Prof. Buya Hamka menggambarkan secara sederhana perbedaan sistem ekonomi komunisme dan Islam: “Bahwa dalam komunis, harta kepunyaan bersama, hasilnya untuk sendiri-sendiri. Sedangkan di dalam Islam, harta kepunyaan sendiri, hasilnya dinikmati bersama-sama, sebagaimana makna ayat 19 surat Al-Zariyat.
 
Dalam konteks ini patut kita perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Serahkanlah sedekahmu sebelum datang suatu masa ketika engkau berkeliling menawarkan sedekahmu, orang-orang miskin akan menolaknya seraya berkata ‘hari ini kami kami tidak peru bantuanmu”.
 
Dalam perspektif kesadaran beragama, sedekah memiliki bobot yang lebih tinggi dari sekedar charity atau simbol kedermawanan orang-orang kaya yang memang dianjurkan. Sedekah sejatinya menjadi alat uji kapatuhan seorang muslim dalam melaksanakan dan memenuhi hak-hak masyarakat. Pada sebagian orang, mengeluarkan harta untuk kepentingan orang lain secara psikologis kadangkala lebih berat dibandingkan mengerjakan sholat atau haji yang langsung merasa puas dalam batin para pelaku ibadah itu sendiri.

Di balik perintah dan anjuran sedekah, setiap muslim perlu mengerti dan memahami bahwa Islam tidak membenarkan adanya kepincangan dalam masyarakat. Dimana satu pihak ada masyarakat berlimpah dan bergelimang dengan kemewahan, sementara di pihak lain terdapat golongan miskin dan dhuafa yang hidup seakan-akan terkapar di tanah.

Hal ini dikarenakan bahwa masalah kemiskinan bukan lagi masalah individual tetapi sudah menjadi masalah sosial. Kemiskinan terjadi bukan saja karena mereka tidak mau berusaha dan bekerja keras. Tetapi merupakan efek komulatif dari ketimpangan struktur ekonomi dan kekuasaan tirani serta akibat sumber-sumber kekayaan hanya dikuasai oleh segilintir individu saja.

Untuk memperbaiki semuanya perlu kerja keras memperbaiki pranata sosial, sistem sosial dan sumber sosial. Agama harus berperan sebagai pembebas manusia dari kemiskinan stuktural dan ketidakadilan. Mulai saai ini kita harus merubah cara berpikir kebanyakan umat Islam yang memandang sedekah dan infaq itu sebagai ornamen keshalehan pribadi, sebagai ladang amal orang-orang yang mampu. Padahal lebih dari itu, ia merupakan tangungjawab sosial dari semua lapisan masyarakat muslim. Semoga semua kita menyadari bahwa harta adalah titipan Allah. Dengan sedekah, kekikiran dan keengganan untuk berbagi antara sesama akan sirna dengan sendirinya. Jika Allah menghendaki untuk mengambil titipan itu, cukuplah baginya mengatakan kun fayakun.

DR. H. Armiadi Musa, MA, Kepala Baitul Maal Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin